"Biru" panggilku pada gadis berbaju putih dan jilbab hijau tua senada dengan rok panjang yang ia kenakan, masyaAllah indah nya ciptaanMu ya Allah. Dia berhenti melangkah dan berbalik mencari arah suaraku. Lalu aku menghampiri nya.
"Assalamualaikum, Biru
"Waalaikumusalam" jawabnya
" Sabtu Minggu ini Kaka bisa menemani kamu ke Bandung.
"Alhamdulillah, tapi udah nggak perlu lagi ke Bandung
" Lho kenapa?
" Ayahku Yunanda sudah meninggal 3 bulan yang lalu. Ucapnya sedih
" Innalillahi wa inna illaihi rojiun"
Biru hanya menatapku sedih lalu pamit padaku.
" Maaf ka aku harus masuk kelas dulu
" Ia , kalau ada apa- apa kabari kakak ya"
Biru hanya menggangguk dan ucapkan terima kasih, lalu berlalu dan bergabung diantara kerumunan mahasiswi lainnya menuju Fakultas Sastra.
Jika angin tahu arah hujan
Apakah mendung akan mengikutinya
Namun adakah yang tahu
Dimana biru bertahta pada samudera dan langit hatiku?Itulah puisi yang mewakili perasaan ku, setelah 1bulan ini sejak dia menyatakan ayah kandungnya telah meninggal, biru menghindariku bagai bunga yang menghindari kumbang. Aku bukan kumbang, namun aku tanah yang mengikatmu, andai kau berguguran kau tetap akan menyatu denganku. Kenyataan yang kini ingin kutanyakan padanya apa penyebab dia sebulan ini selalu menghindariku saat bertemu dikampus dan tak menjawab telepon, SMS, WhatsApp ku dan media sosial lainnya. Tapi bagaimana caranya aku bisa mengetahui penyebabnya, jika dia telah menutup semua jalan untuk menghubunginya. Salah satu cara aku harus menemuinya dirumahnya.
Rumah tingkat bergaya minimalis bercat biru tampak anggun terlihat dari samping kaca spion mobilku. Aku telah 1 jam diseberang rumahnya sambil menunggu Biru pulang kampus. Kemana dia belum pulang jam 4 sore begini, batinku bertanya mengusir bosan.
Dari kejauhan terlihat sebuah mobil berjalan ke arahku memarkirkan mobilku kini. Dari dalam mobil keluar lah seorang gadis yang dari tadi kutunggu, dia tersenyum pada orang yang didalam mobil lalu melambaikan tangannya, kemudian berlalu dan membuka pagar. Namun tak lama seorang lelaki keluar dari mobil memanggilnya sambil menyerahkan sebuah bungkusan kue. Itulah pemandangan yang mungkin biasa saja terjadi andai saja pandangan lelaki itu kepada Biru biasa saja, tapi yang menambah aku kesal ingin segera keluar dari mobil adalah lelaki itu sangat tampan dan berkarisma. Apa aku cemburu pada lelaki tadi. Tidak tentu saja, karena aku sangat mempercayai Biru. Setelah lelaki tadi pergi diiringi dengan adanya beberapa lambaian tangan wanita dari dalam mobil menunjukkan ada beberapa orang yang ada didalam mobil itu. Aku cukup lega, Biru tak berduaan saja didalam mobil dengan lelaki itu. Aku pun segera beristighfar karena sempat suudzon padanya. Lalu aku perlahan keluar dari mobil menghampiri Biru sambil sedikit berlari.
" Biru" panggilku sambil terus berlari
Dia menengok ke arah ku lalu tersenyum dan berhenti melangkah" Assalamualaikum, ucapku
" Waalaikumusalam" jawabnya
"Ada yang Kakak mau bicarakan? Pintaku sambil menatap bungkusan kue ditangannya.
Dia terdiam sesaat, lalu menyuruhku masuk kedalam rumahnya. Didalam rumahnya hanya ada pembantunya seperti biasa yang selalu menyambutku. Tak berapa lama Biru keluar kamar dan membuatkan minuman teh hangat tanpa gula kesukaanku dan beberapa potong kue dari bungkusan kue yang diberikan lelaki itu. Sifatnya yang sedikit kaku dan malu-malu menyuruhku meminum teh yang dia buatkan. Lalu dia duduk ditempat yang sama setiap aku berkunjung ke rumahnya.
"Biru, kamu sudah mulai menyusun skripsi?
" Sudah, ka
" Kenapa, kamu nggak minta bimbingan Kaka
" Biru nggak mau merepotkan kakak
" Kakak bisa membantumu, memang kakak belum banyak pengalaman karena baru menjadi dosen, tapi kakak bisa lah membantu mu.
"Ia maaf , makasih ya kak.
" Oia siapa lelaki yang mengantar mu tadi
" Itu ka Satria anak teman bunda
"Kenapa kamu nggak pernah menceritakan tentang dia dan kakak nggak pernah lihat sebelumnya?tanyaku penuh selidik
Biru tertawa mendengar pertanyaanku
" Kok ketawa? Aku bingung
" Ia kakak cemburu ya? Tuduhnya padaku dan kini dia berhenti tertawa
" Apa? Cemburu?" Aku menggeleng, bagaimana mungkin seorang Fatih yang tampan begini bisa merasa tidak percaya diri berhadapan dengan lelaki yang tadi mengantar kan Biru, cemburu kan hanya untuk orang yang kurang percaya diri.
" Nggak adik Biru ku yang lucu" godaku padanya agar dia tidak menganggap ku cemburu lagi padanya.
" Ia maaf, tapi tadi terlihat dari wajah kakak yang curiga dan sangat serius menanyakannya, aku pikir...
Aku menyela pembicaraan nya karena tak ingin membuatnya merasa bersalah.
" Ia, kakak minta maaf, kakak memang sedikit curiga tapi nggak cemburu" ucapku sambil menenangkan diri agar tak terlalu terlihat aku sedang menginterogasinya
" Dia baru lulus kuliah dan baru pulang dari Kairo, tentu aja kakak nggak pernah lihat dia.
" Kenapa dia...
Belum sempat aku teruskan Biru sudah menyelaku
" Kakak percaya kan sama Biru
Aku hanya mengangguk sambil memendam rasa penasaran.
" Ya udah nggak usah dibahas lagi, buat apa nggak ada gunanya"
Dia benar tapi aku ingin tahu kenapa dia bisa mengantarkanmu hari ini. Tapi ya sudahlah, kenapa aku terlalu ingin tahu hal yang memang tidak cukup penting menurutnya, bila menurutnya begitu, mungkin dia benar. Aku harus menggunakan waktu pertemuan ini sebaik mungkin, aku ingin tahu kenapa dia seakan menghindar dariku.
" Biru, sebulan ini kamu sibuk ya
" Lumayan kak
" Jadi itu alasannya sampai nggak sempat terima telpon dan balas SMS atau pesan kakak di media sosial. Ada sedikit penekanan dalam kalimat ku kali ini. Aku ingin tahu aku begitu khawatir padanya.
" Ia maaf kak
" Kakak bisa mengerti, tapi kenapa setiap bertemu kamu juga menghindari kakak
" Menghindari fitnah kak
" Ia tapi setidaknya kamu jangan mendiamkan kakak tanpa kabar sama sekali, kakak hanya ingin memastikan kamu dalam keadaan baik-baik saja.
" Ia insyallah nanti nggak begitu lagi
" Tapi benarkan hanya itu alasan kamu sebulan ini menjauhi kakak, kakak jadi khawatir setelah kamu mengetahui masalah ayah kandung mu.
Dia hanya mengangguk dan tersenyum padaku. Senyuman itu menghapus ragu dan gundah dihatiku. Yang segera kualihkan pandanganku darinya. Sungguh aku menyadari sangat berharap padanya. Ya Allah aku sangat menginginkannya segera menemani hari-hariku dalam hubungan halal, 4 bulan lagi sungguh terasa begitu lama bagiku. Astaghfirullah, apa yang aku pikirkan, mencintainya sedalam inikah.
Akhirnya 1jam berlalu, kurasa sudah cukup berbincang dengannya hari ini karena setelah mendengar penjelasannya kekhawatiran ku selama ini telah hilang. Aku segera pamit pulang karena berlama- lama disini membuatku ingin tetap disini bersamanya. Biru hanya membalas salam ku, tak ada senyuman kini, yang kulihat diwajahnya seperti senja yang dibayang-bayangi malam. Namun aku ingin mempercayai kejujuran Biru, jika memang tidak ada apa-apa. Dia hanya sibuk dengan skripsinya. Seandainya ada masalah yang sedang dia hadapi mungkin dia belum ingin berbagi denganku dan mungkin juga belum saatnya aku mengetahui semua yang dia rasa. Aku baru calon suaminya dan hanya seorang yang telah resmi melamarnya disitulah posisiku kini, yang jika Allah berkenan masih bisa tergantikan oleh lelaki lain, seandainya aku bukan jodoh nya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Biru
RomanceAku, Alfath Adam, biasa dipanggil Fatih, seorang lelaki yang beranjak dewasa, yang dibuat bingung dengan sebuah foto yang terjatuh dari buku harian bersampul biru milik mamaku. Seperti ada ikatan yang menyambungkan kisah lama dan saat kini, antara m...