POV Biru
Aku melihat mobil Ka Fatih parkir diseberang rumahku kemarin sore. Dia sudah menungguku pulang diseberang rumah. Aku pura-pura tak mengetahui keberadaannya tadi sore. Aku sengaja menjauhinya sebulan ini, karena aku butuh waktu untuk bisa menerima semua kenyataan yang datang tiba-tiba, tanpa ku bisa berkelit atau menghindarinya sedikitpun. Aku sedih melihat ada ragu dan kecewa diwajahnya hari ini. Ya Allah aku sungguh tak ingin menyakiti hatinya. Tapi aku juga belum bisa menerima kenyataan jika mamanya adalah penyebab aku terpisah dari ayah kandungku. Memang bukan salah mamanya secara keseluruhan, tapi entah hal ini masih sulit ku pahami, apalagi bunda. Sejak mengetahui kematian ayah Yunan, dan menemukan beberapa lembar foto yang tertulis nama Yunan, Siti Biruni, dan Dina dalam surat yang dititipkan keluarganya untuk kami. Bunda menjadi berubah seakan ada yang Bunda sedang sembunyikan. Saat itu, kupikir aku dan bunda hanya butuh waktu untuk bisa memahami dan memaafkan masa lalu. Karena sesungguhnya perlahan aku sudah mulai bisa menerima dengan ikhlas semua itu. Mengingat kebaikan ka Fatih dan keluarga nya padaku, tak sepantasnya aku membenci mereka karena masa lalu.
Namun perkiraan ku salah saat itu, sebab waktu ternyata belum bisa membuat bunda memahami dan mengikhlaskan semua yang telah terjadi dulu. Lalu bunda seakan mulai melarang ku melanjutkan hubungan dengan ka Fatih dengan mengenalkan ku dengan Satria, anak teman bunda saat kuliah dulu. Aku tak tahu apa yang ada dipikiran bunda kini, untung papa ku,Imran Gozali, selalu mengingatkan bunda untuk memaafkan yang telah berlalu karena itu sudah takdir dan bukan kesalahan siapapun. Hanya papa yang mendukung hubungan ku dengan ka Fatih saat ini. Tapi tetap saja aku tak bisa menolak keinginan bunda agar Satria mengantarkan aku pulang ke rumah hari ini.
Muhamad Satria, lelaki pintar, tampan dan berkarisma. Tapi menurutku dia kurang mandiri, karena sudah setahun lebih lulus kuliah tapi belum bekerja,malah masih asyik dengan hobi travelingnya. Mungkn karena keluarga nya kaya jadi secara finansial dia masih bergantung pada orang tuanya, itulah yang membedakannya dengan ka Fatih. Entahlah, mungkin karena hatiku dari dulu telah memiliki ka Fatih, jadi sebaik apapun lelaki yang mendekati ku tak ada yang bisa mengganti kan posisi ka Fatih dihatiku.
"Maaf kan aku ka Fatih, aku belum bisa jujur pada mu hari ini. Semoga Allah membimbing kita melalui masa lah ini dengan baik" Ucapku dalam hati sambil terus menatap laptop diantara buku-buku yang berserakan diatas meja perpustakaan jurusan sastra di kampusku.
Ada pesan WhatsApp dari bunda untukku,
" Assalamualaikum, Bie, tadi Satria nelpon bunda mau jemput kamu hari ini pulang kampus.
Aku harus pulang bareng dia lagi, sebaiknya aku menolaknya. Aku masih dalam ikatan calon istri ka Fatih, apa bunda lupa hal ini? Atau sengaja ingin aku lebih dekat dengan ka Satria, lalu melupakan ka Fatih yang telah mengkhitbahku terlebih dulu. Kenapa bunda belum bisa memaafkan orang-orang di masa lalu. Lalu orang-orang di masa kini dan masa depan seolah harus terus menanggung hukumannya.
" Waalaikumusalam, maaf Bun, aku nggak mau ada salah paham kalau ka Satria jemput aku terus, aku sudah dikhitbah ka Fatih" balas ku sambil merapikan buku- buku yang telah kubaca dan kulihat dari kejauhan Kinar, teman kuliah ku datang menghampiriku.
" Bie, ayo kita pulang, dari tadi aku cariin kamu, ternyata seperti biasa nempel di perpustakaan terus.
" Skripsiku harus cepat selesai, Kin"
" Ooops lupa, ada yang 4 bulan lagi mau married ya" sambil tersenyum meledek
" Walaupun nggak menikah skripsi kita harus cepat selesai kan" sanggahku
" Iya sih, tapi santai aja kali Bie, kan ada calon suamimu yang siap bantu kamu bikin skripsi!
" Ka Fatih itu sibuk, kasihan masa aku yang kuliah dia yang repot bikin skripsiku"
" Hmmm, kan kamu calon istrinya, dasar Biru langit, dari dulu gengsinya tinggi banget, nggak mau nyusahin gitu ya"
" Siapa yang gengsi? cuma sadar kalau aku baru calon istrinya, belum istrinya, Kinar. Ucapku tegas sambil melirik ke arah Kinan.
" Terserah kamu deh neng" ucapnya sambil dia menggandeng tanganku untuk keluar dari ruangan perpustakaan yang sudah mau tutup.
Didepan ruangan perpustakaan, ada seseorang yang sedang berdiri dan sepertinya sudah memperhatikan kami sejak kami masih di ruang perpustakaan.
"Pak fatih, lagi cari Biru ya? tanya kinar pada ka Fatih yang tengah berdiri dihadapan kami semua.
" Assalamualaikum Kinar, Biru? Ko belum pulang sudah sore begini?
Aku dan Kinar saling tatap lalu tersenyum, sebelum akhirnya Kinar menjawab" Ia ka, nih Biru kejar target skripsi jadi semedi di perpustakaan terus kalo udah nggak ada jam kuliah.
Lalu tatapan mata ka Fatih tertuju padaku, yang membuatku tertunduk.
"Mana proposal skripsi kamu? Tanya ka Fatih
Saat aku menyerahkan proposal skripsi ku, terdengar suara memanggil namaku
"Bie- Biru"
Ku mencari ke arah suara itu, dan kulihat Satria sedang berjalan ke arahku.
Kami berempat hening hanya saling pandang, akhirnya Satria memecahkan keheningan itu.
" Assalamualaikum Bie, yuk kita pulang! Ajaknya sambil tersenyum
Ka Fatih melirik ke arah ku. Kinar buru-buru merangkulku dan mengajakku pulang bersamanya.
"Maaf , tapi Biru udah punya janji sama aku dan mamaku dirumah." Ucap Kinar
Aku mengangguk, lalu berpamitan pada ka Fatih dan Satria. Saat ku melangkah meninggalkan mereka, kulihat mereka sedang mengobrol.
" Makasih ya Kinar" ucapku
" Yup, aku tau kamu pasti bingung kan tadi, ada ka Fatih dan cowo satu itu yang kepedean banget pake jemput segala, siapa namanya? Sambil melirikku
" Satria.
" Apa kamu nggak bilang sudah dikhitbah orang
" Udah, tapi ya mungkin dia ingin jadi sahabatku aja.
" Sahabat apaan? Laki dan perempuan sahabat an ujungnya suka jadi cinta" Kinar tertawa
" Udah ah, jangan suuzon ma orang, mobil kamu sebelah mana parkir nya Kin? sambil mencari-cari mobil sedan hitam miliknya. Kinar diam tidak menjawab hanya mengarahkan tangannya ke ujung parkiran tempat mobilnya diparkir.
Hari ini seperti biasa, aku diantar Kinar pulang, jalur rumahku searah dengan rumahnya. Hampir tiap hari aku berangkat dan pulang bersamanya. Kinar adalah temanku mulai dari TK, SD dan SMP dan kini sekampus juga mengambil jurusan yang sama denganku. Kami berjodoh walau SMA terpisah, tapi akhirnya kuliah bersama lagi. Jadi bisa dibilang Kinar adalah my best friend forever, aku dan dia saling mengetahui dan memahami karakter kami.

KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Biru
RomanceAku, Alfath Adam, biasa dipanggil Fatih, seorang lelaki yang beranjak dewasa, yang dibuat bingung dengan sebuah foto yang terjatuh dari buku harian bersampul biru milik mamaku. Seperti ada ikatan yang menyambungkan kisah lama dan saat kini, antara m...