Stephen's Point of view
Aku melihatnya terbaring disana. Terbaring di tempat yang tak pernah kuinginkan dia berada di sana.
"Stephen. " Aku berbalik untuk melihat sosok yang memanggilku.
"Maafkan aku, May. Aku sungguh—"
"Tak apa, Stephen. Kau telah berusaha." May menggenggam pundakku dengan lembut. Meski ia berkata seperti itu, aku tahu May merasa amat sedih dan kecewa padaku, dalam hatinya.
May mencoba mengintip ke ruang gawat darurat itu, menatap ruangan tersebut dengan air mata. Aku bisa melihatnya menyeka air matanya itu.
Harusnya aku yang menenangkannya. Situasi ini terasa salah.
Lamunanku terhenti, saat melihat Peter datang dengan wajah cemas, "Bibi May, apa yang terjadi pada Alice?" suaranya mulai bergetar.
"Peter, tenangkan dirimu. " May mulai mendekati anak itu.
"Apa yang dilakukan Alice di dalam sana?" Kami berdua hanya terdiam, "Kenapa tak ada yang menjawab ?!" Nada suaranya mulai meninggi. Aku menatapnya dengan sendu.
"Seseorang mencoba menyakiti—"
"Apa maksudmu dengan dengan seseorang mencoba menyakitinya?! " Peter menatapku dengan nanar, "Kenapa kau tak melindunginya, Dokter Stephen?! Jika Alice mati, aku—"
"Peter, kendalikan dirimu!" bentak May, setelah ia menampar Peter dengan cukup keras.
Hening dalam beberapa menit. Peter tampak tertegun dengan kejadian itu, hingga akhirnya dia mulai membuka suara.
"Maafkan aku. Hanya saja ... aku ...,"
"Tak apa, kau berhak marah. Aku yang harusnya meminta maaf. Kau benar, harusnya aku bisa melindunginya." Aku menunduk dengan perasaan malu, gagal, semuanya tercampur aduk.
Tak lama Christine keluar dari ruangan tersebut.
"Bagaimana keadaannya, Christine?" dengan cepat ku bertanya, seakan tak ingin siapapun mendahului.
Ia menarik napasnya dengan berat, "Alice tengah berada dalam keadaan koma. Kami sudah berusaha sekuat tenaga. Aku tak tahu, dia masih bisa selamat atau tidak, " Christine menatapku, lalu May dan Peter dengan tatapan bersalah, " Kita berdoa saja, semoga keadaan Alice akan membaik kedepannya."
May mengangguk pelan, lalu berterima kasih. Christine mengantar mereka berdua untuk masuk ke dalam, menengok keadaan anak itu. Aku memilih untuk menunggu di luar, tak berani untuk menatap wajahnya dari dekat.
Ku harap gadis itu akan baik-baik saja. Meski aku tahu, bagaimana buruknya keadaan Alice.
Ditengah kecemasan ku, aku melihat sosok pria berkulit pucat yang terlihat sebelumnya di taman. Saat hendak berdiri untuk menghampirinya, pria tersebut hilang dalam sekejap mata.
"Stephen, kenapa kau tak ikut ke dalam?"
Aku melirik Christine dengan sedikit terkejut. Terdiam, lalu melirik ke arah lain. Hanya itu yang kulakukan. Entahlah, rasanya saat ini pikiranku amat kacau.
Lalu Christine menggenggam tanganku, membuatku menarik napas dengan perlahan, " Terima kasih, Christine."
"Semua akan baik-baik saja, kau sudah berusaha." Ia tersenyum kearah ku, sementara tangannya mengusap pipiku, menghapus air mata yang tanpa ku sadari keluar dari tempatnya.
Aku gagal menyelamatkan seseorang yang ku sayangi, untuk kedua kalinya.
* * *
Sudah hampir seminggu, Alice masih belum sadar. Aku sudah mencoba mencari bentuk astral nya, tapi aku tak bisa menemukannya dimanapun. Padahal, ia belum tiada, harusnya aku dapat menemukannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[End] Alice and Uncle Doctor : Daily Life
Fanfiction🆙Write in Bahasa🆙 "Ini bukanlah Alice in Wonderland." Sebuah kisah keseharian Alice Parker bersama penyihir super idolanya. Alice baru pindah kembali ke New York, bersatu kembali dengan kakaknya yang ternyata merupakan superhero, setelah beberapa...