Liburan musim panas tiba. Tetapi pekerjaan rumah, tetap ada.
Alice tengah duduk di meja belajarnya dengan serius. Sejenius apapun Alice menurut orang-orang, ia tetap membenci matematika. Tiba-tiba pintu kamarnya terbuka.
"Alice kau melihat tasku?" tanya Peter saat ia masuk dengan terburu-buru ke kamar Alice.
"Di sini." ucap Alice sambil menunjuk tas milik Peter. Alice pun berpikir untuk meminta bantuan pada Peter.
"Peter, bisakah kau membantuku?" pinta Alice, sambil menyodorkan buku tulis miliknya.
"Uhm ... Maaf, Alice. Aku ingin membantu, tetapi aku buru-buru." balas Peter, bahkan tak melirik buku tersebut, karena ia tengah membereskan tasnya. Alice kembali menyimpan bukunya di meja sambil menggumamkan kata oke .
Peter yang melihat Alice tampak murung, mengusap kepalanya. "Aku akan membantumu besok. Hari ini ada misi yang harus diselesaikan."
"Ya. Kau Avengers sekarang." lirih Alice, namun sebaik mungkin Alice tutupi. Peter tersenyum kecil ke arah Alice. Peter bisa dengan jelas mendengar kekecewaan disana. Peter selalu berkata besok, tetapi yang terjadi keesokan harinya, dia akan menjanjikan hal yang sama.
Tiba-tiba terdengar suara mobil dari luar.
"Jemputan ku sudah datang. Aku akan berangkat sekarang." pamit Peter pada sang adik. "Jaga dirimu dan juga Bibi May."
"Jaga dirimu, untuk tidak mati seperti lima tahun lalu, Alice." sindir Alice, saat Peter sudah berada di ambang pintu.
"Alice." ucap Peter penuh penekanan. Alice hanya menyeringai senang dengan apa yang ia ucapkan.
"Peter, cepat!" teriak Bibi May. Peter segera pergi ke depan rumah. Alice mengintip dari jendela kamarnya, enggan mengantar Peter keluar rumah.
Mobil yang menjemput Peter mulai menjauh. Alice menghela napasnya dengan berat.
"Alice, kenapa kau tak ikut kebawah tadi?" Bibi May tiba-tiba masuk ke dalam kamar Alice.
"Oh, Bibi May. Tidak, aku sedang mengerjakan pekerjaan rumah tadi." jawab Alice, berbohong. Alice pun membereskan meja belajarnya dan mendekat ke arah Bibi May.
"Kau tak apa Alice?" tanya Bibi May dengan khawatir, sambil menyingkirkan poni yang menghalangi mata Alice. Dia hanya menggelengkan kepalanya pelan.
"Bagaimana kalau kita makan siang di luar?" Alice mengangguk sambil tersenyum lebar. Bibi May pun menggandeng tangan keponakan perempuannya tersebut.
Sementara itu, di New York Sanctum. Stephen tanpa sadar menunggu kehadiran Alice. Ia tengah duduk bersama Wong, sambil meminum teh.
Semenjak liburan musim panas, Alice belum pernah datang ke Sanctum.
"Kau menunggunya." ucap Wong, yang melihat Stephen selalu menatap ke arah pintu masuk.
"Siapa?" tanya Stephen, mulai melirik kearah Wong lalu menyesap tehnya.
Wong memutar bola matanya. "Kau menunggu Alice datang."
Stephen mengerutkan dahinya, kebingungan dengan apa yang Wong ucapkan dan juga kebingungan dengan apa yang sebenarnya ia rasakan.
"Apa dia tak datang ke Kamar-Taj, untuk berlatih?" tanya Stephen mulai penasaran.
"Dia punya pekerjaan rumah dan menikmati liburannya. Kau tahu, walaupun Alice memiliki potensi menjadi Sorcerer Supreme, Ancient One tetap ingin Alice menjalani hidup normalnya. Di usia muda ini." tutur Wong yang mulai berdiri, lalu melangkah ke arah pintu teleportasi yang langsung menuju Kamar-Taj. "Aku harus kembali menjaga perpustakaan."
KAMU SEDANG MEMBACA
[End] Alice and Uncle Doctor : Daily Life
Fanfic🆙Write in Bahasa🆙 "Ini bukanlah Alice in Wonderland." Sebuah kisah keseharian Alice Parker bersama penyihir super idolanya. Alice baru pindah kembali ke New York, bersatu kembali dengan kakaknya yang ternyata merupakan superhero, setelah beberapa...