Butterfly

378 65 4
                                    

"Ini disini ... Lalu yang ini ... Yang ini harus ke atas." gumam Alice sambil mengambil sebuah kursi kecil, mendekati rak buku.

Alice tengah membereskan buku-buku, yang tak sengaja ia kacau kan karena mencoba mengambilnya dengan kemampuan telekinesis nya, lagi.

"Kau harus berhenti memakai kemampuan telekinesis mu, jika kau masih belum bisa mengendalikannya dengan baik." ucap Stephen, yang juga membantu Alice membereskan buku-buku tersebut. Alice hanya bisa mengangguk sambil terkekeh pelan.

"Oh iya, Paman Doctor. Besok aku akan pergi untuk Study Tour ke museum." ujar Alice, setelah ia selesai membereskan buku-buku tersebut.

Stephen mengangkat kedua alisnya. "Uhm ... lalu?"

Alice memutar bola matanya dengan kesal. "Jadi, aku takkan bisa datang kemari besok. Bukankah kau pernah bilang, jika aku takkan datang kemari, aku harus mengabari mu?" jelas Alice sambil berkacak pinggang.

"Oh, ya. Benar." balas Stephen, mengangguk dengan kaku. Kenapa ia mengatakan hal itu pada Alice, saat itu? Dia tentu, jelas-jelas bukan paman atau orang tuanya. Tetapi kenapa dia berkata, seakan-akan dia adalah orang tua yang khawatir dengan anaknya.

Pikiran Stephen membuatnya kebingungan. Alice yang melihat perubahan sikapnya, mendekat ke arah Stephen. Karena tingginya badan Stephen, Alice harus menengadah untuk melihat wajah Stephen. Bagaimana tidak, tinggi Alice hanya setinggi dada Stephen.

"Kau baik-baik saja, Paman Doctor?" Stephen yang sudah tersadar dari lamunannya, mengangguk dengan cepat.

"Baiklah." Alice berjalan ke ruang baca, sambil membawa sebuah buku. "Ku harap besok akan baik-baik saja." gumam Alice pada dirinya sendiri, tetapi dapat didengar dengan jelas oleh Stephen.

"Kenapa? Bukankah kau senang pergi ke museum?" tanya Stephen, berdiri di belakang gadis berambut cokelat yang diikat kebawah tersebut. Alice yang tak mengira Stephen akan mendengarkan gumamnya, mencoba mengalihkan topik.

"Uhm ... Ya. Tentu saja aku suka pergi ke museum. Aku hanya khawatir, jika tiba-tiba di tengah perjalanan ada pesawat alien menyerang kota atau monster, membuat perjalanan kami tertunda." jelas Alice sambil tertawa hambar lalu mulai membaca bukunya. Stephen menatap Alice sambil mengangkat sebelah alisnya, tak percaya dengan perkataan Alice.

Alice yang merasa masih diperhatikan, menghela napasnya dengan kasar. Lalu kembali menengok ke belakang.

"Aku baik-baik saja, Paman. Berhentilah menatapku seperti itu." ucap Alice memberikan tatapan serius pada Stephen.

Stephen pun mengangguk lalu pergi meninggalkan Alice sendirian di ruang baca, karena sudah waktunya untuk para penjaga Sanctum berkumpul menemui Ancient One. Tentunya, Stephen tahu alasan sebenarnya kenapa Alice merasa khawatir besok.

* * *

"Kau sudah menyiapkan barang-barangmu, Alice?" tanya Bibi May kepada Alice yang tengah memasukkan sebuah buku ke dalam tas, sambil melompat-lompat di atas kasur.

"Yup! Aku siap untuk pergi." ucap Alice sambil melompat turun dari kasur.

"Baiklah. Sebentar lagi bus sekolah akan datang." ucap Bibi May sambil berjalan keluar kamar, diikuti oleh Alice.

Alice menghirup udara dalam-dalam mempersiapkan dirinya. Bibi May menemaninya menunggu bis sekolah di depan rumah. Sambil menunggu Alice melihat-lihat sekelilingnya, lalu menemukan seekor kupu-kupu berwarna biru terbang disekitarnya.

"Hei, lihat Bibi May. Bukankah kupu-kupu ini terlihat cantik." ujar Alice menunjuk kupu-kupu yang terbang disampingnya. Jarang sekali ia melihat kupu-kupu di kota, terutama yang berwarna biru.

[End] Alice and Uncle Doctor : Daily LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang