11

27 1 0
                                    

(Panik?) - Part 11

“Terus yang ketiga cita- cita lo pengen apa?”

“Gue pengen ganteng. Udah itu aja. Titik.” Jelas Udin dengan polosnya ia berkata itu. Ilham, Yuda dan Refan, hanya menghela nafas kasar dan nyaris tergelatak pingsan.

“Njir, itu cita-cita ter-absurd yang pernah gue denger, Din.” Ucap Ilham menghela nafas kasar.

“Setiap orang berhak buat nentuin cita-citanya, 'kan? Jadi, gue bebas dong mau cita-cita gue kayak apa juga, hidup-hidup gue, gue yang ngejalanin, orang lain tau apa? Orang lain mah cuma bisa menilai lewat cover doang tanpa tahu isi ceritanya kayak apa.” Ucap Udin santai, ketiga temannya hanya mengangguk dan menghela nafas pelan.

“Tumben lo bijak.” Ucap Yuda.

“Selain nama beken gue Udin Digeboy Asoy, nama lain gue itu Mario Udin, seorang motivator kehidupan yang gak ada duanya, dan limited edision. Haha.” Ucap Udin berlaga songong, lagi-lagi ketika temannya itu hanya menghela nafas pelan.

“Iya emang, lo itu spesies terlangka di dunia ini.” Ucap Refan terkekeh.

“Anjay, lo bilang gue spesies, emangnya gue binatang pake spesies segala.” Ucap Udin.

“Gue gak ngomong kalau lo binatang,” ucapnya.

“Awas lo, kalau gue udah ganteng, lo bakalan di pecat jadi temen gue, dan gue bakalan so ganteng kayak si Rafael.” Ucap Udin dengan nada mengancam, namun terdengar sangat lucu.

“Belum ganteng aja lo udah sombong, Din, gimana kalau ganteng beneran? Gue yakin Tuhan gak bakalan ngabulin cita-cita nomer tiga lo. Kabuuuurr!”

Kemudian, Refan, Yuda dan Ilham berlari meninggalkan Udin sendirian dengan diiringi tawa kecil seraya lari terbirit-birit, Udin yang menyaksikan kawan-kawannya itu hanya berkomat-kamit seperti baca mantra, ekspresinya sangat lucu, sehingga teman-teman disekeliling Udin tercengar-cengir melihat ekspresi Udin.

“Apa lo lihat-lihat gue? Pake cengar-cengir lagi, gue tahu gue ganteng.” Ucap Udin pada salah satu siswa yang terkekeh melihat Udin.

“Idih, PD banget lo, Din!”

Kemudian Udin pun menyusul ketiga teman-temannya yang berlari kearah timur. Udin berjalan santai menelusuri koridor sekolah yang terlihat ramai, namun Udin dengan percaya dirinya ia bersiul serta bersenandung kecil.

“Aku ganteng, aku ganteng, aku ganteng, aku ganteng, oohh aku ganteng, aku oh ganteng, aku ganteng, aku ganteng..” Udin bersenandung kecil, semua teman yang dilintasinya hanya terkekeh dibuatnya.

***

Sementara kini, Sandara terlihat memasang wajah datar, dan kembali menghampiri Sri, Vina dan Ratna di tepi lapangan, menyaksikan persembahan cheerleader yang sangat menarik untuk disaksikan itu, suara sorakan pun terdengar begitu antusias, classmeeting kali ini benar-benar ramai dan sangat antusias.

Namun, di seberang sana, Rafael terlihat menatap lurus Sandara dengan senyum miring yang terlihat cool, dengan kedua tangannya dimasukan kedalam saku celana, terkadang kalung hitam berliontin tengkorak yang dikenakan Rafael menjadi pusat perhatian, karena Rafael terlihat sangat cool mengenakan kalung tersebut, namun seringkali Sandara seolah berpura-pura tidak melihatnya.

“San? Lo sadar gak, sih? Si Rafael dari tadi ngeliatin kearah sini mulu, deh.” Ucap Ratna.

“Iya, beneran.” Sambung Sri.

“Gilak! Cool banget, yak, si Rafael. Gue yakin bener da, dia itu tipikal cowok yang setia, buktinya dia ganteng, tapi dia tuh masih jomblo, dan gue juga gak pernah tuh lihat dia gandeng cewek lain. Gue cuma lihat Rafael sama Sandara doang, itu juga gak lebih dari belajar tambahan doang kan, iya 'kan, San?” Ucap Vina seraya menyenggol bahu Sandara, Sandara yang sempat melamun pun dengan segera mengiyakan perkataan Vina.

Dia Bukan Pelacur (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang