16

21 1 0
                                    

Part 16 : Detak.

“Ini lebih nyaman dari apapun. Tempat yang lebih indah dari ini aja, kalah. Karena percuma ngunjungin tempat yang indah, kalau lo gak di samping gue, sama aja bohong. Tempat ini sederhana tapi gue nyaman, karena ada lo duduk di samping gue.” Jelas Rafael tersenyum tipis. Namun Sandara seperti sedang memikirkan sesuatu.

“Raf?”

“Iya?”

“Maksud dari tulisan yang ada di sketsa wajah dalam toples yang menuliskan DIA BUKAN PELACUR, itu maksudnya apa? Kenapa Bisma nulis itu?” Tanya Sandara.

DEG!

Rafael menghela napas pelan. Sebelum melontarkan kalimatnya, Rafael menoleh ke arah Sandara, lalu detik kemudian pandangan Rafael berpaling untuk melihat hamparan langit berbintang itu. Hening beberapa detik. Sandara masih menunggu Rafael untuk menjawab sebuah pertanyaan yang ia lontarkan. Mengapa? Mengapa tulisan dalam sketsa wajah itu tertulis 'Dia Bukan Pelacur' ? Membuat hati Sandara terus bertanya-tanya.

Rafael menghela napas lagi.

“Gue gak tahu kenapa ada tulisan; Dia Bukan Pelacur dalam sketsa wajah gadis itu. Mungkin, gue rasa Bisma udah jatuh cinta sama seorang pelacur.” Jelas Rafael.

“Kenapa sketsa wajahnya mirip sama gue? Apa Bisma nyangka gue pelacur? Tapi gimana bisa coba? Gue gak kenal sama Bisma. Gue juga gak pernah ketemu langsung sama Bisma. Ini aneh tahu gak, gue ngerasa ada yang gimana gitu. Apa gue punya kembaran? Lo percaya gak sih kalau misalkan gue ini punya kembaran? Kalau gue sih bingung. Kalau misalkan gue punya kembaran, gue pasti udah tahu kembaran gue, karena kek Rahman pernah bilang sama gue; kalau orangtua gue cuma punya anak gue doang, kek Rahman tahu itu dari surat dari box bayi gue. Mungkin orangtua gue saat ngebuang gue dijalanan mereka nyelipin surat. Kadang gue berpikir; kenapa tega orangtua gue udah ngebuang gue. Sampai sekarang pun gue gak tahu siapa orangtua gue. Intinya, gue udah gak mau lagi mikirin itu. Mau punya kembaran kek, mau enggak kek, gue gak peduli. Karena hidup gue sepenuhnya akan membahagiakan orang yang udah ngebesarin gue susah payah, sebelum pada akhirnya ada lelaki yang meminang gue.” Jelas Sandara, Rafael pun kembali menoleh ke arah Sandara dengan bibir yang tersenyum tipis dan tatapan yang berseri, wajah Rafael terlihat cool saat menatap Sandara seperti itu.

“Gue gak percaya kalau lo punya kembaran. Because, gue ngerasa gadis itu adalah lo.” Jelas Rafael.

“Jadi, lo nganggep gue pelacur?” Tanya Sandara menatap Rafael dengan menyipitkan matanya.

“Tulisannya kan; Dia Bukan Pelacur. Berarti lo bukan pelacur.” Jelas Rafael.

“Ya, terus kenapa Bisma nulisnya Dia Bukan Pelacur?” Tanya Sandara. Sandara terlihat tidak mengerti tentang tulisan; Dia Bukan Pelacur, dalam sketsa wajah.

“Biarkan waktu yang menjelaskannya. Karena gue sendiri gak tahu apa penjelasannya. Kalau boleh gue ganti, nanti bakalan gue ganti tulisannya jadi Dia Adalah Sandara-ku.” Ucap Rafael dengan mendekatkan wajahnya pada Sandara. Rafael terlihat tersenyum miring saat ia menatap Sandara. Tatapan Rafael begitu menusuk, seolah ingin menghentikan detak jantung. DEG. Rafael terlihat dengan wajah yang menggoda, membuat Sandara terdiam mematung. Sandara berusaha mengartikan detak jantungnya yang seolah menggebu saat Rafael menatapnya penuh pesona.

DEG!

“Lo inget? Di SMA Cemerlang, gue cuma murid mutasi selama enam bulan. Setelah enam bulan, gue bakalan pindah lagi ke sekolah asal gue, SMA Harapan. Gue jadi mikir lagi, kira-kira SMA Cemerlang tanpa murid seperti gue, bakalan rame lagi gak yak? Secara kan kegantengan gue ini bikin anak perempuan jerit-jerit histeris, iya gak?” Ucap Rafael, memandangi hamparan langit gelap itu. Entah apa yang dilihat Rafael, mungkin ia sedang menghitung bintang. Entahlah.

Dia Bukan Pelacur (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang