Part 6

1.4K 108 12
                                    

Kinal membawa sepiring nasi beserta lauknya untuk Nabilah, Kinal mengetuk pintu kamar Nabilah dan tak lama Nabilah membukakan pintu itu.

"Kakak? Itu makanan buat siapa?." Tanya Nabilah.

"Buat kamulah, Dek." Jawab Kinal.

Kinal tahu pasti Nabilah sangat kecapean karena ospek di hari terakhir ini, apalagi sepulang tadi Nabilah hanya berbaring dikamar tanpa berniat untuk makan malam dibawah.

"Aku bisa ambil sendiri, Kak. Kakak gak perlu bawain aku makanan, yang ada aku malah ngerepotin Kakak." Ucap Nabilah.

"Aku ini Kakak kamu, jadi gak salah dong Kakak bawain makanan buat kamu." Ucap Kinal.

Nabilah segera mengambil piring itu dari tangan Kinal. "Kalo gitu makasih ya, Kak." Ucapnya.

Kinal mengangguk. "Kakak bisa masuk gak? Ada yang perlu Kakak bilang ke kamu." Ucapnya.

Nabilah pun mempersilahkan Kinal untuk masuk kedalam, kini keduanya tengah duduk bersampingan dipinggir ranjang.

"Kamu makan gih." Ucap Kinal.

"Enggak, Kakak ngomong aja dulu." Sedari tadi Nabilah menunggu apa yang akan Kinal bicarakan.

Kinal berharap jika dia memberitahu hal ini pada Nabilah, dia akan mendapat izin dari Nabilah. Kinal tahu pentingnya untuk mengatakan hal ini pada Nabilah karena Nabilah memang patut diberi tahu, apalagi pentingnya izin dari seorang Adik.

"Kakak ditawarin kerja kantoran dan gajinya 3 kali lipat dari gaji Kakak saat ini, kamu gak masalah kan kalau Kakak kerja disitu?." Tanya Kinal berhati-hati.

Nabilah terkejut. "Kakak serius? Kalo gitu Kakak terima aja, Ayu selalu dukung apapun keputusan Kakak selagi itu yang terbaik untuk Kakak." Ucapnya.

"Makasih, Dek. Kamu Adek Kakak yang terbaik." Kinal memeluk tubuh Nabilah lalu mengusap punggung Nabilah.

Satu hal yang Kinal tidak ingin memberitahu Nabilah, yaitu tentang seseorang yang menawarkan pekerjaan untuknya. Jika Nabilah tahu yang menawarkan itu adalah Bunda dari Shania, pasti Nabilah tidak akan mengizinkannya.


***


Hari Sabtu yang membosankan bagi Shania, sendirian dirumah sedangkan Bundanya sibuk bekerja di kantor. Helaan nafas keluar dari mulutnya, alangkah bahagianya jika dia bisa memiliki Adik yang bisa diajak bercerita dan bermain. Terkadang Shania merasa miris, kenapa dia harus menjadi anak tunggal, memang dulu Shania merasa sangat senang menjadi anak tunggal karena selalu di manja oleh Bundanya, tetapi sekarang dia merasa bosan dan ingin sekali mempunyai seorang Adik.

"Rame, tapi gue merasa sendiri." Shania melihat banyak sekali orang ditaman ini.

Tanpa sadar senyuman Shania mengembang saat melihat Kakak Beradik yang sedang saling merangkul, dirinya begitu iri pada mereka.

"Andai gue punya Adek, pasti sekarang gue lagi sama Adek gue." Gumam Shania.

"Kak Shania."

Shania segera menoleh kearah sumber suara ketika mendengar namanya dipanggil, Shania berdecak kesal karena yang memanggilnya adalah Nabilah. Sungguh liburan yang suram bagi Shania, dia pikir dirinya akan terbebas dari anak nakal itu.

Tanpa izin Nabilah duduk disamping Shania. "Kakak olahraga pagi juga?." Tanya Nabilah.

"Hmm..." Hanya itu jawaban yang keluar dari mulut Shania.

Sorry✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang