Part 10

1.4K 107 25
                                    

Nabilah baru saja keluar dari dalam kelasnya bersama temannya yang bernama Ayana, berhubung hari ini tidak ada kegiatan belajar mengajar jadi semua mahasiswa dan mahasiswi pulang lebih awal.

"Eh Bil, kamu pulang naik apa?." Tanya Ayana.

"Naik angkotlah, yakali naik helikopter." Jawab Nabilah dengan sedikit gurauan.

"Gak di jemput?." Tanya Ayana lagi.

Nabilah menggeleng. "Enggak, jam segini Kakak aku tuh kerja." Ucapnya.

"Yaudah pulang bareng aja kalo gitu." Ucap Ayana.

Mereka berdua pun berjalan ke depan gerbang kampus untuk menunggu angkot yany lewat. Nabilah mengedarkan padanngannya kearah kiri, Nabilah melihat sosok yang sangat dia kenal sedang menangis. Nabilah mulai cemas, perasaannya tidak baik saat ini.

"Bil, angkotnya udah ada." Ucap Ayana.

"Ay, kamu pulang duluan aja, aku masih ada urusan sebentar." Ucap Nabilah.

"Yaudah kalo gitu, aku duluan ya." Ayana pun segera masuk ke dalam angkot tersebut.

Dengan perasaan cemas Nabilah segera menghampiri Shania, isakan tangis Shania semakin terdengar di telinga Nabilah. Bahkan banyak orang yang memperhatikan Shania namun sepertinya Shania tidak memperdulikannya.

"Kak Shania." Panggil Nabilah.

Shania segera menghapus air matanya lalu menatap Nabilah, mata Shania sembab dan merah karena menangis.

"Kak Shania kenapa?." Tanya Nabilah dengan wajah cemas.

Shania menggelengkan kepalanya. "Enggak, gue pergi dulu." Ucapnya seolah-olah tidak terjadi apa-apa.

Dengan cepat Nabilah menahan Shania untuk pergi, Nabilah butuh penjelasan dari Shania kenapa dia bisa menangis seperti itu. Nabilah begitu mengkhawatirkan Shania, entahlah kenapa dia bisa seperti itu.

"Kakak kenapa? Bilang ke aku, jangan bikin aku khawatir." Ucap Nabilah.

Shania terdiam, entah apa yang dia rasakan saat ini namun saat mendengar bahwa Nabilah mengkhawatirkannya membuat perasaannya... Entah, Shania juga tidak tahu.

"Bunda kecelakaan, sekarang Bunda sedang diperiksa di rumah sakit xxx." Jawab Shania.

"Yaudah kalo gitu kita kesana sekarang." Ucap Nabilah.

Nabilah segera memesan taksi online agar mereka lebih cepat sampai rumah sakitnya, urusan bayarannya ke belakangan yang terpenting bagaimana mereka bisa sampai dengan cepat. Tak lama, taksi online yang mereka pesan pun datang. Selama perjalanan Shania hanya terdiam sesekali menghapus air matanya yang sulit berhenti untuk keluar, Shania menyalahkan dirinya atas kecelakaan yang menimpa Bundanya.

"Kakak harus kuat, yakin kalo tante Melody bisa bertahan." Nabilah mengelus punggung Shania dengan lembut.

Sentuhan lembut Nabilah semakin membuat Shania mengingat Melody, sentuhan Nabilah seperti sentuhan hangat Melody yang selalu Melody berikan padanya ketika dia sedang bersedih.

"Ini semua salah gue, Bil. Gue nyuruh Bunda buat jemput gue, gue marahin dia. Gue nyesel, coba aja gue gak maksain Bunda buat jemput gue pasti kejadiannya gak bakal kayak gini." Ucap Shania sembari terisak.

Nabilah memeluk tubuh Shania, membiarkan Shania menangis dalam pelukannya. Dulu Nabilah juga seperti  ini, saat dia mengetahui kecelakaan yang menimpa kedua orangtuanya.

"Ini bukan salah Kakak jadi berhenti ngerasa bersalah kayak gitu." Ucap Nabilah.

"Ini salah gue, semuanya salah gue." Tangisan Shania semakin menjadi.

Sorry✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang