Part 19

1.4K 110 43
                                    

Akhirnya jam pulang kampus pun tiba, Nabilah merasa lega karena selama pelajaran dia tidak fokus karena kepalanya terasa sangat pusing bahkan sampai sekarang pun tidak hilang, salahnya juga karena memaksakan diri untuk ke kampus dan tidak menuruti perintah Kakaknya.

"Bil, kamu gak apa-apa? Dari tadi muka kamu pucet banget loh." Ayana tampak cemas pada keadaan Nabilah.

"Aku gak apa-apa kok, kamu tenang aja." Nabilah mencoba tersenyum dan bersikap baik-baik saja.

"Yakin?." Ayana tampak ragu dengan jawaban dari Nabilah.

"Iya, kamu tenang aja." Nabilah mencoba meyakinkan Ayana.

"Kalo ada apa-apa langsung kasih tahu ke aku." Ucap Ayana.

Nabilah tersenyum lalu mengangguk, betapa beruntung dirinya bisa mendapat teman seperti Ayana.

"Ay, aku duluan." Pamit Nabilah.

"Iya, hati-hati, Bil." Balas Ayana.

Nabilah melangkahkan kakinya menuju halte untuk menunggu angkot, Nabilah menyipitkan matanya saat melihat orang yang tak asing sedang berdiri di halte, siapa lagi kalau bukan Shania. Tanpa ragu Nabilah segera menghampiri Shania, dia tidak peduli jika nantinya Shania akan marah padanya.

"Kak Shania." Sapa Nabilah.

Sedangkan Shania hanya melirik sebentar kearah Nabilah lalu membuang mukanya, Shania seperti tidak ingin menatap wajah Nabilah.

"Kakak gak dijemput sama Tante Melody?." Tanya Nabilah.

"Gak." Jawab Shania singkat.

Walaupun jawaban Shania singkat, setidaknya dia masih mau menjawab pertanyaan Nabilah, itu artinya Shania masih mengakui keberadaan Nabilah disini.

"Pulang bareng yuk, Kak." Ajak Nabilah.

Mungkin jika Nabilah mengajak Shania untuk pulang bersama maka hubungan keduanya akan membaik, siapa tahu juga Nabilah bisa mengetahui apa yang membuat Shania menjad seperti ini.

"Gak, lagian gue mau ke minimarket." Tolak Shania.

Tapi memang Shania berniat ke minimarket untuk membeli beberapa makanan, sekalian juga Shania jadikan alasan untuk menolak ajakan Nabilah.

"Aku temenin ya." Ucap Nabilah.

Nabilah takut jika terjadi apa-apa pada Shania mengingat jalan ke minimarket melewati lorong sepi, disitu biasanya tempat untuk para preman berkumpul.

"Gak usah deh." Lagi-lagi Shania menolak.

Shania kemudian melangkahkan kakinya, namun baru beberapa langkah Shania berhenti dan membalikkan tubuhnya. Benar saja dugaannya, Nabilah sedang mengikutinya dari belakang. Rasanya Shania ingin membentak Nabilah, namun Shania urungkan niatnya saat melihat wajah pucat Nabilah.

"Kenapa wajah dia pucat? Apa dia sakit?." Batin Shania.

Shania menjadi khawatir dengan keadaan Nabilah, dia menyimpulkan bahwa Nabilah sedang sakit, tetapi Shania berusaha menutupi rasa khawatirnya dan bersikap biasa saja.

"Kak, bilang ke aku apa salah, nanti aku bakal koreksi kesalahan aku." Ucap Nabilah.

"Kamu gak salah, aku lagi pengen menenangkan diri aja." Jawab Shania kali ini lebih lembut.

Jika Nabilah tidak bersalah kenapa Shania selalu cuek dan menghindar darinya? Nabilah hanya rindu Shania yang dulu, Shania yang begitu ramah dan hangat padanya.

"Tapi lebih baik lagi Kakak cerita ke aku." Ucap Nabilah.

"Bawel deh, lo disini aja jangan ikut gue." Kini Shania kembali bersikap kasar dan ketus pada Nabilah.

Sorry✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang