RATU MOLOR ✔

PROLOG [2]

"Agstofirulloh!"

Gadis itu hampir saja terjungkang ke belakang jikalau tangannya tak reflek memegang ujung meja ketika melihat sebuah kepala menatapnya horor dari samping.

ARIN ENITA SEPTIKA, gadis itu tertawa terbahak-bahak sembari menjauhkan wajahnya, dan bersandar ke kursinya.

"Sabar, sabar. Orang sabar mukannya tambah cantik. Sabar!"

KATE PRATIWI, gadis itu mengelus dadanya sendiri, pelan. Mencoba untuk menenangkan dirinya, beserta jantungnya yang takutnya berpindah tempat dari tempatnya berada.

"Mimpi kamu terlalu tinggi, awas! nanti jatuh!" katanya disela-sela tawanya.

"Yeee, kalau misal nanti gue jatuh, itu artinya gue tidurnya kurang ketengah!" Kate menyonyor kepala Arin dari samping membuat Arin menghentikan tawanya dan mengaduh.

"Bodo Amat!" kesal, Arin tidak memperdulikan lagi dan kembali melanjutkan tulisannya yang terpotong tadi.

Melihat ke depan papan tulis, dan menuliskan tulisannya di buku catatan. Arin merasa ada yang memperhatikannya dari samping.

Merasa risih akhirnya ia menoleh, terlihat Kate menatapnya dari samping sembari menahan pipinya dengan sebelah tangannya.

Tak aneh, namun mata Arin kembali menyipit ketika melihat buku catatan Kate yang masih kosong, putih bersih. Sementara tulisan di papan tulis kini sudah setengahnya penuh.

"Gak nulis?"

Kate terkekeh, "Gak ah, tulisannya terlalu bagus untuk gue tulis!"

Mendengarnya, Arin ikut terkekeh.

Memang benar apa yang dikatakan Kate tadi. Guru yang mengajar Bahasa Sunda dan kini sedang nulis di papan tulis itu sudah badannya besar sebesar tong, tapi tulisan di papan tulis kecilnya minta ampun. Bahkan tegak bersambung lagi!

Kate merentangkan tangannya, "Dah ah, jangan ngobrol terus! Lanjut tulis sana! Ntar kalau udah selesai fotoin, gue mau bobo syantik dulu"

Kemudian melipat tangannya di atas meja dan menenggelamkan kepalanya di sana.

Arin mencibir, "Dasar Ratu Molor!"

OOO