Vanya??

4.9K 227 7
                                    


Setiap ujian ada hikmah yang bisa dipetik jika rida atas ketetapan-Nya.

Seorang perempuan berkerudung lebar menggandeng tangan anak laki-laki berusia 4 tahun. Mereka memasuki pusat perbelanjaan.

Sesekali perempuan cantik itu melempar senyum kala sang anak berceloteh ketika melihat mainan di pajang di salah satu tokoh mainan.

Kemudian mereka berdua mengambil troly belanja, mendorongnya pelan memilih-milih belanjaan seperti biasa setiap awal bulan mereka berdua akan belanja untuk kebutuhan selama sebulan.

Mereka hanya tinggal berdua sejak empat tahun lalu, sang anak sampai usia sekarang belum pernah bertemu dengan papanya. Jika anak itu menanyakan di mana papanya maka, bundanya akan menjawab kalau papanya sedang tidak bisa ditemui saat ini. Insyaallah ada saatnya mereka bertemu. Awalnya perempuan itu tidak bisa mengingat siapa ayah dari anaknya.

Setelah merasa semua belanjaan sudah masuk troli, mereka berdua menuju kasir.

"Bunda, boleh engga Sam membeli robot baru?" tanya anak laki-laki itu yang berjalan di samping sambil memegangi pinggir gamis sang bunda.

"Insya Allah kalau Bunda sudah ada uang lebih, ya, Sayang. Maaf untuk sekarang belum bisa," ujar wanita itu mengusap lembut kepala putra semata wayangnya, permata hatinya, penguat dan semangat hidupnya selama ini.

Sam mengangguk patuh. Sam dididik dengan baik karena itu tidak semua apa yang anaknya inginkan dikabulkan saat itu juga. Sejak kecil ia memahamkan dengan bahasa yang mudah di pahami bahwa ada perbedaan antara kebutuhan dan keinginan. Bersyukur meskipum usia Sam baru 4 tahun, tetapi Sam bisa mengerti apa yang coba bundanya jelaskan.

Wanita itu bekerja keras selama ini untuk menghidupi mereka berdua. Walaupun banyak yang mengulurkan bantuan kepada mereka, tetapi dengan halus ia tolak. Ia mengatakan jika mereka masih bisa jika hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan membuat kue dan menitipkannya ke toko-toka kue setiap hari. Hasilnya lumayan untuk kebutuhan mereka berdua. Wanita itu sempat mengeluh susahnya hidup disistem saat ini. 

Harusnya ia hanya fokus pada tugas utamanya sebagai ibu dan pengatur rumah tanpa memusingkan masalah ekonomi. Tapi, sekarang fokusnya jadi terpecah karena harus mencari nafkah untuk ia dan anaknya. Andai mereka hidup dalam sistem Islam tentu hal semacam ini tidak akan terjadi. Karena ia sudah tidak ada wali lagi, jadi negara bertanggung jawab atas kebutuhan pokok mereka. Bahkan ia harus menyisihkan uang untuk tabungan pendidikan anaknya kelak. Sadar bahwa biaya pendidikan tidaklah murah saat ini. Berbeda sekali dalam sistem Islam. Biaya pendidikan digratiskan oleh negara.

"Baiklah, Bunda," jawab Sam kecil patuh pada keputusan sang Bunda

"Sam memang anak pintar." 

Mereka berdua tersenyum. 

Dia melihat wajah putranya yang merupakan duplikat suaminya itu tidak menyiratkan  kecewa sedikitpun.

Harusnya Sam bisa saja saat ini bertemu dengan papanya. Namun, fakta yang dia temui beberapa bulan ini membuat niatnya untuk mempertemukan antara ayah dan anak harus tertunda.

Dia tidak ingin kehadiran dirinya dan Sam merusak kebahagiaan orang lain. Meski rasa rindu menggerogoti hatinya. Belum lagi faktanya menghempaskan ia jauh ke dasar luka. Laki-laki yang sangat ia hormati dan sayangi sudah benar-benar bukan miliknya.

Dia tidak bisa menyalahkan takdir yang telah diatur Allah. fokusnya kini hanya ingin membesarkan buah hatinya dengan baik. Biarlah ia telan semua luka, berharap seiring waktu bisa melupakan semua kenangan.

Di tempat berbeda Dinda tengah sibuk di dapur dengan peralatan masaknya. Dia baru saja dapat resep masakan baru dari mamanya kemarin. Pagi ini Dinda segera mempraktikkan membuat sarapan.

Mahar Untuk AdindaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang