4th November - Melangkah Mundur

594 81 0
                                    

=== 30 Daily Writing Challenge NPC 2019 ===
Tema : Sebuah Karya Dengan Hitungan Mundur
•••

Satu menit. Mungkin terasa sangat cepat. Namun, aku ingat, malam itu, satu menit terasa begitu lama.

•••

60

"Look! It's starting," katamu menunjuk ke sebuah menara yang di lapisi dengan layar LED. Layar itu mulai menghitung mundur dari 60. Sejujurnya, aku tidak terlalu peduli. Kita berada di Times Square, menantikan detik-detik pergantian tahun. Di sini sangat padat. Bahkan, hawa malam di musim dingin pun tidak terlalu menganggu karena terlalu ramai. Namun, aku merasa sangat jauh dari keramaian. Kalau tidak karena kamu yang menyeretku sore tadi untuk menenggelamkan diri dikeramaian ini, aku lebih memilih berselimut saja di kamar hotelku.

55

"Kamu ingkar," ucapku pelan. Aku bisa mendengar kamu menghela napas lelah, tetapi kamu tidak berkata apa-apa. Kamu hanya berdiri tegak, setengah langkah di belakangku.  Lenganmu merangkul bahuku. Kamu seolah menjadi tameng dari ribuan orang yang memenuhi daerah ikonik kota yang tidak pernah tidur ini.

52

Kita berdua menghening, kontras dengan keriuhan sekitar.  Orang-orang tertawa. Ada yang bercerita pengalamannya. Ada yang menceritakan resolusiya. Ada juga yang heboh mengabadikan momen.

47

Lagi-lagi, aku hanya mendengar kamu menghela napas. Aku memutar kepalaku memperhatikan sekitar. Hampir tengah malam, tapi jauh dari gelap dan sepi. Layar-layar digital menampilkan warna-warni. Lampu-lampu benderang berkelap-kelip. Kadang, terdengar suara ledakan dari kejauhan, kemudian taburan kilau api menghiasi langit malam. Sangat berbeda dengan hatiku, bukan? Gelap gulita. Dingin dan sepi.

42

Aku menoleh ke belakang, melihat wajahmu yang penuh keraguan. Entah kenapa ada ledakan emosi di kepalaku. Aku marah dan beranjak pergi. Namun, kamu mengeratkan jemarimu yang terselip diantara jari-jariku, menahan langkahku. Walau begitu, kita tetap diam.

40

"Aku tidak mau jadi penghalang," bisikmu, masih dari belakang. Bisikan itu memecah hening di antara kita berdua. "Dia tetap bertanggung jawab atas kamu. Dia mengirimmu dari jauh sana untuk bertemu dengan dia. Apa yang telah terjadi, hanya kamu dan dia yang berhak menyelesaikannya. Aku hanya memberi tahu apa yang aku tahu: lokasimu. Either you want to meet him or not, it's you decision, not mine."

35

"I hate him," responku atas kalimatmu.

"Aku tahu, tapi kamu tidak bisa menghindar terus. Ada keputusan yang harus kamu buat."

32

"Apa yang harus aku lakukan?" tanyaku putus asa. "How dare he!"

"Bicara. Cuma itu satu-satunya cara menyelesaikan semuanya. Apapun keputusan kalian nantinya."

Aku menggeleng. Kamu menarikku sehingga punggungku bersandar di dadamu. Tiba-tiba, air mata ini medesak turun. Isakan tidak bisa kuhindarkan.

Layar kini menunjukkan angka 25.

Aku tahu, kalau kamu tahu aku menangis. Kamu sengaja memberikan aku waktu meluapkan emosi yang kubendung beberapa hari ini. Namun aku tahu, kamu tidak membiarkan aku begitu saja, karena kamu menumpukan pipimu di puncak kepalaku. Kamu memberikan tanda bahwa kamu ada di sisiku dan menopangku.

18

Tangisanku tidak bisa lagi kulakukan dalam diam. Aku berbalik, melingkarkan lenganku di tubuhmu dan membenamkan wajahku di ceruk lehermu. Aku menangis sejadi-jadinya. "It's hurt so much," racauku pada akhirnya.

10

Kamu membalas pelukanku. Kamu juga menepuk-nepuk pundakku pelan. Aku tahu kamu bergumam sesuatu, tapi aku tidak bisa mendengar dengan jelas. Orang-orang sudah mulai berteriak, menghitung mundur dari angka 10. Terompet terkadang sahut menyahut. Kembang api-kembang api kecil juga mulai serempak dinyalakan.

9

Aku melepas pelukan kita. "Apa?" tanyaku berusaha membuatmu mengulang ucapanmu. Kamu menggeleng.

8

"Apa?" tanyaku lagi.
"Bukan apa-apa." Kamu tersenyum menyakinkanku.
Aku menatapmu dalam. Kali ini, posisi kita membuatku sadar akan fitur fisikmu. Tinggiku hanya sebatas dagumu. Jadi, kuraih wajahmu dengan kedua tanganku. Bulu-bulu pendek sisa cukuran yang memenuhi rahangmu menusuk-nusuk telapak tanganku.

7

Matamu membelalak merespon gerak tanganku yang membelai pipimu. Aku kini bisa jelas melihat iris cokelat tua yang menghiasi mata almon milikmu. Posisi kita melekat sangat dekat. Kedua tanganmu berada di kedua sisi pinggulku. Dahi kita bertautan.

6

Tanganku terus membelai turun hingga kini mencengkram kerah over-coat cokelat favoritmu. Awalnya kita masih bertatapan, hingga aku menutup mataku,  berusaha memblokir semua keriuhan di sekelilingku. Aku mencoba mencari ketentraman bersama kamu.

5

Orang-orang semakin riuh berteriak. Terompet-terompet semakin sering bersahutan. Kembang api semakin banyak yang menyala, hingga asap mulai menyesakkan kita. "I'm sorry," gumammu begitu dekat dengan wajahku.

4

"Untuk apa?"

3

"On her behalf."
"Her?"
"She's my fiancè. Maybe, was."
Aku tahu jelas siapa yang kamu maksud. "You are hurt, too."
Kamu mengangguk.

2

Cengkramanku di kerah jaketmu semakin kuat. Kita semakin merapat seiring dengan aku yang menarikmu merunduk.
"Ghafar?"
"Yes?"

1
"Kiss me, Ghafar."

"HAPPY NEW YEAR!" Times Square menggema. Kembang api megah meledak menggetarkan dunia malam. Tepat saat itu juga bibir kita berpagut mejadi satu.

•••

Itu adalah ciuman pertama dan terakhir kita.
Mungkin itu kesalahan keduaku.

•••

To Be Continued

=== 30 Daily Writing Challenge NPC 2019 ===
Tema : Sebuah Karya Dengan Hitungan Mundur

SATU BULANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang