9th January - Tidak Bisa

508 74 2
                                    

Aku memutuskan untuk membawamu ke hotel berbintang yang biasa digunakan oleh perusahaanku, berharap dengan koneksi yang kupunya bisa mempermudah kamu mendapatkan kamar. Serta diskon korporat yang pastinya. Namun, kamu terlihat sangat enggan melihat keberadaanmu sekarang.

"I want to be with you. I don't need a hotel."

Aku mendecak. "Aku tinggal dengan orangtuaku. Rumahku tidak punya kamar kosong," jawabku asal.

Kita masih berada diparkiran hotel. Saat aku mengulurkan tangan ingin membuka pintu, kamu menahanku. "Sampai kapan?" tanyamu.

Aku sempat bingung, mengingat kamu yang harusnya menentukan kepulanganmu. "Ya, aku enggak tahu. Kamu berapa lama di sini? Tenang lah, corporate rate kok. Dolar milikmu bernilai tinggi di sini."

"Bukan itu, Nirmana." Kamu membantahnya dengan suara pelan dan lirih. Tanganmu kini berada di daguku, menahan aku untuk tetap menatapmu. "Sampai kapan kamu mau menyembunyikan anakku? Anak kita?"

Apakah petir baru saja menyambarku? Tidak mungkin! Jangan-jangan, aku hanya bermimpi? Pertanyaan apa pula itu? Namun, air wajahmu yang mengeras dan matamu yang memandangku tajam membuatku sadar ini bukan main-main.

"What are you talking about? You're insane." Aku berucap dengan gemetar. Aku berusaha melepas pandangan kita dengan memalingkan wajahku. Kamu ternyata membiarkan aku dengan melepas tanganmu dari wajahku. Kini aku hanya menatap jendela di sebelah kananku dengan tatapan kosong.

"You're bad liar, Nirmana. Stop lying. I know it was too late, and I'm so sorry, but I found out. Kamu tidak bisa lagi mengelak."

Aku tidak mampu menjawab. Aku masih diam membelakangimu. Walau demikian, aku bisa merasakan tatapanmu yang dingin penuh harap menembusku. Pikiranku berkecamuk. Semua ini tidak mungkin. Indonesia-Amerika adalah jarak yang jauh. Tidak mungkin kenyataan yang kututupi serapat mungkin bisa tersebar hingga ketelinganya di New York sana. Tidak mungkin 'kan? Enggak, tidak mungkin. Kecuali....

"Ck! Refan!" Aku mengumpat dengan suara kecil.

"What? Refan? Apa hubungannya dengan dia?" Ternyata kamu mendengarku. "Oh no! He knows? Dia tahu, Nirmana?" Kamu bertanya. Namun, kamu berhasil menjawabanya sendiri. "He knows. That's why he married her. Dia enggak mau dituduh menghamili kamu yang baru pulang dari Amerika. Iya, Nirmana? Begitu?"

Mendengar fakta itu, air mata menggenang di pelupuk mataku. Dia sejahat itu. Berusaha menyelamatkan diri dari tuduhan orang-orang dengan menikahi wanita lain. Padahal, semua ini salahnya. Aku tidak mungkin mengandung jika saja dia tidak berkhianat. Sungguh, mengapa hidupku semalang ini?

"Kenapa kamu diam saja? Jawab aku, Nirmana. Kenapa kamu enggak mau kasih tahu aku semuanya? Apa kamu pikir aku akan jadi laki-laki berengsek yang akan lari dari tanggung jawabku?" Apa? Tanggung jawab katamu? Aku tertawa miris dalam hati.

"Apa menurutmu aku sepicik itu? Jawab aku Nirmana. Jawab!" Kini suaramu mulai meninggi. "Aku juga berhak—"

"Enggak!" Aku berbalik menatapmu dan memotong ucapanmu. "Kamu enggak ada hak untuk tahu ini! That's why I didn't tell you. Kamu tidak punya hak dan tidak punya kewajiban untuk bertanggung jawab sama sekali."

Aku bisa melihat kamu memebalalak dan wajahmu memerah. Kamu menggeleng-geleng sambil mengepalkan tangan. Sepersekian detik aku sempat sangat takut melihat ekspresimu, tetapi aku siap. Aku memang telah mempersiapkan diri ketika hari seperti ini datang.

"Secara agama, garis nasabmu dengan anakku putus. Jadi, jawabannya tidak. Kamu tidak punya hak apa-apa dengan anakku, begitu juga dengan anakku, tidak berhak apapun atas kamu."

Bibirmu tersungging sebelah. Sejujurnya, bukan ini reaksi yang aku bayangkan. Kenapa kamu tersenyum?

"Tapi itu artinya, aku benar kan, Nirmana? Setidaknya, kamu sudah mengakuinya sekarang. Now, i'll fight my way to get in."

Sial! Sial!

***

Halo! Cuma mau kasih tahu ajaaa ahahah sedikit lagi sepertinya cerita ini selesai. Tapi ga tau juga sih, tergantung ideku selanjutanya. Karena jujur, sedari awal aku tidak menyangka ceritanya akan seperti ini wkwkwkw ini cerita tanpa premis tanpa plot tanpa kerangka. Serius! Spontanitas doang semuanya 🤣🤣🤣 Sepertinya juga, ini part paling panjang ya? Biasaya di rentang 200-300 words, sedangkan ini hampir 600 word untuk ceritanya aja. Tembus 600++ kalau sama author note. Anyway, semoga suka ya ❤️

SATU BULANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang