Ketujuh

34 6 3
                                    

Untuk apa berusaha melarikan diri dari siksaan ini? Hanya dengan menghadapinya, kau akan tersadar, bahwa penderitaan apapun tak dapat menyepelekanmu lagi.

_Raradiyaksa Kenneth_

💕💕💕💕💕💕💕💕💕💕💕💕💕💕

Kediaman keluarga Rey Ka

"Sayang, kenapa sih mukanya ditekuk mulu?" Tanya Reyhan melihat istri tercintanya mendadak murung. Entah karena Hanska yang sampai jam makan malam belum juga kembali atau uang belanja bulanan yang sudah habis. Tetapi dari kedua hal tersebut tidaklah mungkin.

Reyhan menarik turunkan alisnya menuntut penjelasan. Riska mengeluarkan benda pipih persegi panjang miliknya, sambil memperlihatkan sebuah foto. "Sayaang, nih lihat." Ucap manja istrinya mengadukan perbuatan Hanska, agar Reyhan setuju dengan permintaan yang Ia ajukan.

"Tskk, kemarin izin ga mau nikah, lah ini main nyosor anak orang." Jelas Reyhan mengerutkan hidung tak habis pikir. "Sayang mau nikahkan mereka gitu?" Tanya Reyhan dapat menebak pikiran nyeleneh istrinya.

Riska mengangguk semangat. "Kemarin udah cari latar belakang gadis ini, tapi cuma tertera kehidupannya dari SMP sampe sekarang sayang. Nih." Jelas Riska sambil menyodorkan map berisi identitas Rara.

Awalnya Riska terkejut mengetahui siapa gadis yang tidur dengan anaknya itu, ternyata adalah gadis yang sama saat Ia datang ke kantor pusat pagi tadi. Gadis yang langsung direkrut olehnya untuk menjadi sekretaris pribadi Hanska.

"Hemm, sebaiknya jangan terlalu cepat sayang, Alfa tak mudah di sentuh." Ucap Reyhan membuat istrinya cemberut lagi. "Lebih baik pelan pelan, sampai abang sendiri yang meminta, kita cuma atur rencana gila untuknya." Jelas Reyhan membuat wajah Riska yang semula cemberut kembali berbinar. Ia tahu jelas apa yang akan suaminya lakukan.

Hari sudah malam, namun baik Hanska ataupun Rara tak berkutik didalam ruangan yang penuh dengan lukisan-lukisan milik Hanska itu.

Rara menghembuskan napas gusar, Ia tak dapat memutar otaknya saat ini untuk kabur dari ruangan luas tanpa jendela itu. Entah apa selanjutnya.

Siang tadi, saat insiden tindih-menindihi terjadi, Rara berulangkali merutuki cowok dihadapannya. Bila Ia berteriak, Hanska akan menciumnya agar terdiam, bila Ia bergerak, Hanska juga akan menciumnya agar tak membangkitkan sesuatu yang telah lama Hanska pendam.

Posisi yang sangat merugikan bagi Rara. Namun Ia tak dapat berbuat apapun. Tapi saat kesempatan datang, dengan logika Rara yang masih berfungsi Ia dapat lari dari dekapan Hanska, namun yang selanjutnya terjadi malah membuat wajahnya semakin pias.

Jangan lupakan tentang keberadaan Caca yang sudah pulang sejak tiga jam lalu, Ia merasa sudah menjadi nyamuk diantara insiden teman dan abang tercintanya itu. Walau Caca pulang, namun Ia tetap tak membiarkan kegiatan mereka terganggu. Caca dengan hati-hati mengunci pintu, sambil tersenyum penuh arti.

"Sial banget sih gue setiap jumpa sama lo!" Ucap Rara melipatkan kedua tangannya di depan dada. "Apa lo?" Tanyanya menantang saat Hanska berbalik melotot kearah Rara.

"Lo pikir gue ga sial jumpa sama lo? Hah!" Balas Hanska tak kalah sengit. Rara membuang tatapannya.

"Gini deh, sekarang lupain dulu kita tuh musuh. Telpon orang gih, hp gue ilang." Jelas Rara tak ada pilihan lain. Hanska masih menatapnya datar.

Don't TouchTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang