Part 3

385 22 0
                                    

"Akhirnya selesai juga." Winda masuk ke ruangan diikuti Tanti dan Rita. Mereka baru selesai mengirim pasien yang akan dioperasi Dokter Rayhan.

Ketiganya lantas duduk mengelilingi meja yang dipenuhi buku-buku dan status pasien. Dokter Rayhan sudah kembali ke Ruang Operasi untuk melanjutkan kewajiban nya mengoperasi pasien, setelah mengunjungi pasien partus tentunya untuk mengecek keadaannya.

"Kak, perasaan tadi pagi Kakak bilang Dokter Obgyn penanggung jawab disini galak deh. Tapi Dokter Rayhan ramah banget kayaknya. Gak ada galak-galaknya." Qia buka suara saking penasarannya.

Qia bersyukur karena Kakak-kakak seniornya baik-baik semua. Makanya dia berani menanyakan tentang Dokter Rayhan.

"Oh, Dokter Rayhan bukan Dokter penanggung jawab. Beliau cuma gantiin sementara Dokter Wira, Dokter penanggung jawab disini. Emang Dokter Wira tu sibuk banget, sebentar-sebentar ke luar kota. Tapi syukur deh, dari pada kena omel mulu. Tunggu aja kamu pasti ketemu ntar sama Dokter galak itu." Tanti menjelaskan panjang lebar.

Qia manggut-manggut mengerti.

"Lagian Dokter Rayhan mau disamain sama Dokter Wira, ya jauh banget lah. Dokter Rayhan tubuh Dokter yang paling ganteng, berwibawa, ramah, pokoknya perfect deh buat dijadiin suami".

"Hush, kalo sampe si Yuyun denger kamu muji-muji Dokter Rayhan, habis kamu."

Rita langsung menutup mulutnya sambil senyum-senyum.

"Oh ya Qia. Karena Bidan yang biasa di poli kandungan Dokter Wira udah resign, jadi biasanya kita gantian jaga disana. Yang jaga pas libur hari kedua. Gak lama kok. Cuma dari jam 7 malam sampai selesai. Karena kalo pagi kan Dokter Wira banyak tindakan operasi. Kalo Dokter-dokter lain ada asistennya masing-masing." Susi menjelaskan selaku Bidan penanggung jawab ruangan.

"Mana ada Bidan yang betah jadi asisten nya kalo Dokter nya galak begitu," celetuk Rita.

Qia menoleh ke papan tulis yang tergantung di dinding. Disana sudah tertempel jadwal dinas mereka sebulan penuh.

"Kak Rita, libur kedua kita samaan tu, aku aja yang jaga ya kak, sekalian belajar. Ntar ajarin dulu ya kak."

"No no no no," Rita menggeleng cepat. "Karena minggu ini Dokter Rayhan yang jaga, biar aku aja. Kan jarang -jarang bisa pas gini jadwal liburku sama jadwal Dokter Rayhan jaga."

Susi, Winda dan Tanti hanya senyum-senyum sambil geleng-geleng kepala mendengar celotehan Rita yang sangat menampakkan ketertarikan nya pada Dokter Rayhan. Padahal kalo Dokter Rayhan ada, boro-boro mau ngomong, natap aja Rita tidak berani. "Belum muhrim," alasan Rita jika diledek

"Sekalian biar kamu bisa kenal sama Dokter Wira, kali aja kalo ketemu kamu galaknya bisa agak mendingan." Tanti menimpali.

Qia tertawa pelan, meringis tepatnya. Agak-agak ngeri juga mendengar tentang Dokter Wira yang galak. Padahal Dokter kandungan waktu Qia kerja di klinik dulu juga lumayan galak. Tapi Dokter nya perempuan. Beda cerita karena sekarang Dokter nya laki-laki.

"Yaudah, Qia ngecek ibu Postpartum tadi ya kak. Ganti shiftnya jam berapa kak?"

"Setengah jam lagi, palingan bentar lagi yang dinas sore datang."

Qia manggut-manggut dan segera beranjak dari duduknya, mengobservasi pasien yang baru melahirkan tadi di ruang persalinan sebelum dipindahkan ke ruang rawatan di lantai 3.

Tapi belum sempat Qia memegang gagang pintu dan menarik nya, pintu itu sudah bergerak sendiri karena dorongan kuat dari luar. Dan tanpa sempat mengelak jidat Qia terkena hantaman pintu menimbulkan bunyi benturan keras.

Susi, winda, Tanti dan Rita reflek menoleh ke pintu, dan mendapati Qia jatuh terduduk sambil memegangi jidatnya. Spontan mereka berlari dan menolong Qia yang meringis kesakitan. Orang dibalik pintu yang mendorong pintu dari luar dengan keras tadi pun tidak kalah terkejutnya.

"Astaga, kamu gak papa?" teriaknya panik.

Qia hanya diam, menatap tangannya yang berdarah setelah memegang jidatnya lagi. Kepalanya sangat pusing. Winda dan Susi segera memapah Qia untuk duduk di kursi .

Laki-laki yang menyebabkan Qia berdarah tadi pun mendekati Qia dengan rasa bersalah.

"Maafin saya,"gumamnya lirih. Di wajahnya terpancar kekhawatiran.

Qia melirik sekilas. Sampai dia menyadari sesuatu.

"Kak... Dokter??"

Qia pingsan

Kisah Masa laluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang