Part 6

281 20 0
                                    

Esoknya Qia tetap masuk bekerja walaupun Susi sudah mewanti-wanti dirinya agar beristirahat saja dan jangan memikirkan pekerjaan dulu, karena Susi sudah memberikan izin. Tapi Qia tetap datang. Dia merasa tidak enak karena baru hari pertama kerja sudah membuat kehebohan, walaupun sebenarnya itu bukan kesalahannya.

Qia menghela nafas berat tanpa disadarinya. Dia belum menemukan alasan untuk tidak bertemu Wira, mengingat mereka memiliki tempat kerja yang sama. Cepat atau lambat mereka pasti akan bertemu. Walaupun Qia belum siap untuk itu.

Diam-diam Susi melirik ke arah Qia dengan tatapan heran. Mereka hanya berdua di ruangan itu, mengisi status pasien hari ini. Teman-teman dinas mereka yang lain sedang mengerjakan tugas yang lain.

"Kamu kenapa Qia? Kepala kamu masih sakit?"

"Eh, gak kok kak. Aku gak papa, kepala aku juga udah gak sakit lagi."

"Terus kenapa kamu kayak yang lagi punya masalah berat banget? Kakak tebak sebenarnya kamu dan dokter Wira udah saling kenal sebelumnya?"

Qia terperangah. Tebakan Susi benar. Dan dia tidak punya alasan untuk menyangkalnya.

Qia mengangguk ragu. Matanya tak berani menatap Susi. Takut apa yang kini dirasakannya diketahui Susi. Qia berpura-pura serius melanjutkan mengisi status pasien.

Susi memegang tangan Qia. "Kalo kamu butuh teman cerita, kakak siap mendengarkan."

"Makasih banyak kak," ucap Qia tulus.

Bunyi ketukan di pintu menyadarkan Qia yang langsung berdiri akan membuka pintu, mungkin keluarga pasien fikirnya. Ternyata Dokter Wira yang masuk. Qia berusaha menutupi rasa terkejutnya.

"Maaf Dok, kemarin saya belum memperkenalkan diri. Saya Qiara, bidan baru disini. Mohon bimbingannya ya Dok," Qia mengulurkan tangannya pada Dokter Wira yang disambut Wira dengan kikuk.

"Ya, ya. Saya Dokter Wira."

Entah peran apa yang sedang dimainkan Qia padanya.

"Susi, saya pinjam Qia sebentar ya. Ada yang mau saya sampaikan,.."

"Disini aja Dok, lagian kami juga sedang banyak kerjaan." Qia bersuara sebelum Wira menyelesaikan permintaan nya.

Wajah Wira menegang, antara kaget dan marah. Dia tidak menyangka akan penolakan Qia yang terang-terangan.

"Silahkan Dok," Susi mencoba menengahi. Dia yakin Qia menghindar karena tidak enak padanya, meninggalkan pekerjaan yang sebenarnya bisa dihandle Susi.

Susi mendorong bahu Qia untuk mengikuti Wira yang sudah melangkah ke arah pintu. Qia terpaksa mengikuti.

"Dokter,.." Qia memanggil Wira yang dilihatnya akan berbelok ke arah lift.

Wira berbalik menghadap Qia yang berjalan mendekat ke arahnya sambil menunduk.

"Apa yang akan Dokter sampaikan?"

Qia berdiri tepat di depan Wira sambil menatap mata Wira dengan berani. Tiba-tiba tangan Wira terulur akan menyentuh kepala Qia. Qia reflek mundur selangkah dan membiarkan tangan Wira mengambang di udara. Wira menelan ludahnya dengan kasar. Dimasukkannya tangannya ke dalam saku jas dokter nya dengan segera.

"Aku hanya ingin memastikan jika kamu benar-benar nyata."

"Maaf Dok, saya gak bisa lama-lama disini. Masih banyak pekerjaan saya yang belum selesai." Selesai mengucapkan itu Qia langsung berbalik dan berniat meninggalkan Wira.

"Qia, aku cuma mau dengar alasan kamu kenapa ninggalin aku 3 tahun yang lalu."


Kisah Masa laluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang