Part 11

228 15 0
                                    

Wira menatap nanar langit-langit kamarnya. Masih terngiang jelas di telinganya kata-kata Qia yang tak sengaja didengarnya di rumah Ninis beberapa jam yang lalu.

'Hubungan kami gak ada harapan. Dulu atau sekarang, kami tetap gak bisa sama-sama'.

Wira mengambil handphone di samping tempat tidurnya dan menghubungi seseorang.

"Nis, kamu ada waktu? Ada yang mau aku omongin".

***************************************************

Sudah lima belas menit Wira duduk mematung di kursi cafe, tempat yang dipilih Wira untuk menemui Ninis. Masih ada lima belas menit sebelum Ninis datang. Wira butuh waktu untuk menguatkan hatinya mendengarkan penuturan Ninis nanti. Atau Ninis akan tetap bungkam seperti sebelum-sebelumnya. Ninis selalu bilang tidak mengetahui keberadaan Qia tiap ada kesempatan Wira bertanya padanya. Bahkan Ninis tidak mengizinkannya untuk ke rumah. Padahal mereka tinggal di kota yang sama.

Apa yang telah dilakukannya sehingga membuat Qia mengatakan itu? Apa memang sudah tidak ada harapan?

"Wir, Wira," Ninis menepuk bahu Wira beberapa kali. "Ngelamun apa sih? Kan udah ketemu Qia? Apalagi yang kamu khawatirin?"

Wira tersenyum kecut. "Kamu pesan dulu gih, aku mau ngomong sesuatu".

Ninis beranjak dari kursinya untuk memesan minuman. Setelah selesai dia kembali duduk di hadapan Wira yang kembali melamun.

"Aku tuh datang kesini bukan mau nemenin kamu ngelamun ya Wir," sindir Ninis.

"Aku denger yang kalian omongin di kamar kamu tadi. Sorry, aku gak sengaja denger, bukan maksud menguping."

Ninis menghembuskan nafas kasar.

"Kalo kamu mau tau alasan Qia putusin kamu, sorry Wir aku gak berhak jawab. Mending kamu tanya langsung sama orang nya." Kata Ninis to the point.

"Aku gak habis fikir Nis, apa yang kamu tau dan aku nggak? Otak aku gak nyampe mikirin itu semua."

Ninis menatap Wira iba. Haruskah dia ceritakan semuanya?

"Kamu ingat, malam sebelum paginya Qia mutusin kamu? Kita nongkrong di kost an Rio ngerayain ulang tahun Rio. Malam itu Qia nelpon kamu dan yang angkat Lani. Qia titip pesan sama Lani untuk nelpon dia besoknya. Tapi kamu gak nelpon dia kan?"

"Karena Lani gak pernah bilang kalo Qia nelpon, dan..."

"Jelas ajalah, Lani itu masih suka sama kamu."

"Gak mungkin Qia mutusin aku cuma gara-gara itu."

"Itu yang Qia bilang awalnya. Aku gak percaya lah. Aku tau Qia itu kayak gimana. Gak mungkin dia mutusin kamu cuma gara-gara cemburu gak jelas. Aku tau banget perjuangan kamu meyakinkan Qia selama lima tahun buat jadi pacarnya. Qia pasti udah mikirin segala kemungkinan buat nerima kamu jadi pacarnya."

Ninis menarik nafas panjang sebelum melanjutkan,"Qia dijodohkan."

Kisah Masa laluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang