Snow - 3

4K 483 12
                                    

"Apa ini? Kenapa rasanya dingin di kulitku? Hiiii dingin sekali!!"

Seorang perempuan dengan pakaian ala Eropa abad ke 18 dengan high heel berukuran rendah berdiri di belakang pria kecil yang sedang bergidik kedinginan saat ia merasakan segumpalan putih yang jatuh dari langit dan berubah menjadi air saat menyentuh tangan mungilnya.

Anak kecil itu tampak sangat senang.

Bahkan dia terlihat mencueki apapun yang ada di sekitarnya dan hanya terus mengagumi sesuatu itu yang ia baru tau namanya adalah salju.

Perempuan itu hanya berdiri diam, seperti tak tertarik bergabung dengan kegirangan insan kecil itu. Malahan ekspresi rumit terukir di wajahnya.

"Apa menyenangkan?"

"Mn! Sangat menyenangkan!!" Jemarinya menghadap kearah langit dan wajahnya terlihat memerah karena udara dingin yang membuat kulit tipisnya meruam. Maklum karena umurnya masih kecil.

"Besok kamu mau main lagi?" Suaranya sangat dingin, terlalu dingin untuk seseorang yang sepertinya dekat dengan malaikat kecil itu.

"Apa.. boleh..?"

Perempuan itu menyejajarkan wajahnya dengan insan mungil di depannya. Rambutnya terkuncir menjadikan surai hitamnya tertata sangat rapi, bahkan tidak terlihat ada helai sedikitpun yang lepas, semuanya tersisir rapi. Pakaiannya disetrika dengan sedemikian rupa tanpa meninggalkan kerutan atau lipatan sekecil apapun. Kulitnya putih bersih bagaikan salju dan juga tubuhnya terlihat kurus, tepatnya.. terlalu kurus.

Tulang pipinya terlihat walau dia sekarang tidak tersenyum. Tulang selangkanya yang agak tersingkap itu memperlihatkan dengan jelas betapa kurus tubuhnya ini.

Jemari putihnya mencengkram lembut kedua lengan kecil itu, meremasnya lembut tetapi wajahnya seperti kehilangan ekspresi yang semestinya. Dari semua ekspresi manusia, ekspresinya termasuk di kategori tidak ada ekspresi sama sekali. Ia seperti tak mempunyai perasaan, hanya saja nalarnya berjalan dengan baik.

Balita itu hanya bisa menatap kedua kepingan berwarna coklat keemasan yang selalu ia kagumi, sesekali jemari kecilnya sering mengusap kelopak putih itu sembari berujar, "Matamu indah."

"Ini semua hanya khayalan manusia."

Insan kecil itu tak merespon, wajahnya terlihat sangat bingung malah. Tapi ia sudah diajari, bahwa dia harus menatap kearah insan yang sedang berbicara dengannya, tak boleh sedikitpun ia mencueki atau membuang pandangannya. Itulah pelajaran setiap hari balita yang mungkin belum boleh menerima pelajaran sama sekali.

"Kita manusia.. seharusnya bisa memiliki semua ini. Tapi tidak sejak kita sendiri menjadi manusia egois. Bahkan setelah fase kehancuran pun, masih ada orang-orang yang ingin memiliki kekuasaan dan dianggap Tuhan."

Wanita itu masih tak berekspresi, tapi terlihat jelas betapa dia sangat terpukul. Baru beberapa kata ia ujarkan tapi entah kenapa dia seperti menyayat hatinya sendiri.

"Inilah dunia kita. Umurmu tidak menjadi batasan. Kau bisa melampaui semua hal yang dianggap tidak mungkin."

Jemarinya mulai bergerak naik dan berhenti di kedua pipi bulat yang masih memerah tetapi terasa dingin di kedua tangan kurusnya, wajahnya masih tak tersenyum atau apapun itu, tapi.. kedua kepingan emasnya basah dengan air mata tak terbendung.

My Heroine - YIZHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang