1 -Sarfaraz Maqil Fawaz-

4.9K 146 2
                                    

Bismillahirrahmanirrahiim

Allahumma shali'ala Muhammad wa'ala ali Muhammad

Happy reading

and

Sorry for typo
🙏🙏🙏

Seorang lelaki menggunakan jeans hitam, kemeja biru tua yang dilapisi coat hitam dan dilengkapi kaca mata hitam terlihat ke luar dari bandara Soekarno-Hatta sambil menggendong tas ransel dan membawa beberapa koper. Ia melihat jam tangan yang sudah ia setting menggunakan waktu Indonesia. Tinggi badannya yang mencapai 180 cm membuat siapa saja berdecak kagum akan ketampanan lelaki ini. Ia memutuskan untuk duduk di kursi tunggu sambil menunggu orang yang menjemputnya datang. Ia melepaskan tas ranselnya lalu menghirup udara di sekitarnya dengan rakus.

Ah, akhirnya lelaki ini bisa menghirup udara dari tanah kelahirannya setelah dua tahun lebih tinggal di negeri orang. Ia memandang ke sekelilingnya yang juga ramai. Akhirnya, ia memutuskan untuk memainkan games di ponselnya sambil menunggu orang yang akan menjemputnya.

"Den Faraz!" teriak seorang lelaki paruh baya mengalihkan Faraz dari ponselnya. Ya, lelaki ini bernama Sarfaraz Maqil Fawwaz yang baru saja pulang setelah menyelesaikan program masternya di Belanda selama dua tahun lebih. Faraz pun mengalihkan perhatiannya dari ponsel pada lelaki paruh baya yang sudah sangat dikenalnya itu.

"Aduh, maaf Den, saya telat jemputnya ya, macet banget tadi di jalanan," ucap lelaki paruh baya itu sambil mengatur napasnya.

"Iya, gak apa-apa, Mang Karman. Mang Karman apa kabar?" tanya Faraz pada lelaki yang sudah ia anggap seperti ayahnya sendiri sambil memeluknya khas lelaki.

"Alhamdulillah baik, Den. Mamang teh juga kangen pisan sama Den Faraz." Mang Karman pun membalas pelukan Faraz, anak majikan yang sudah ia anggap seperti anak sendiri karena Mang Karman sudah bekerja dalam kurun waktu yang sangat lama di keluarga Faraz.

"Ih, udah lama gak ketemu, makin kasep (ganteng) aja Den," ucap Mang Karman memuji Faraz.

"Ah, si Mamang mah bisa wae (bisa aja)," ucap Faraz sambil tersenyum.

"Ih atuh mamang mah bener da, gak bohong. Pasti nanti cewek-cewek di desa teh pada kelepek-kelepek lamun ningali Den Faraz nu tambah kasep (kalau lihat Den Faraz tambah ganteng)."

"Ayah sama Ibu gak ikut jemput aku, Mang?" tanya Faraz sambil menyerahkan kopernya pada Mang Karman. Faraz sedikit kecewa ketika mendapati kedua orang tuanya tidak ikut menjemputnya ke bandara.

"Nggak, Den, lagi riweuh (repot) di rumah, biasa habis pada panen gitu. Tapi si ibu udah masak banyak pisan buat nyambut Den Faraz. Tadi nih si mamang lihat ibu masak sayur asem, ayam goreng, sambel terasi, ikan asin, semur jengkol, pete bakar, jeung naon deui tadi teh nya (sama apa lagi tadi ya)? Ah pokokna mah loba pisan lah, Den. (Ah pokoknya banyak sekali)"

"Aduh, Mang. Ulah ngabibita kitu, lah." (Jangan buat jadi pengen gitu, lah). Namun, setelah mendengar alasan Mang Karman, Faraz jadi maklum kenapa kedua orangtuanya tidak ikut menjemputnya. Memang biasanya mereka akan sanga repot ketika musim panen tiba. Tapi masa jemput anak sendiri tidak sempat? Ah, sudahlah, lo kan bukan anak kecil lagi, Raz, batin Faraz memperingati.

Faraz dan Mang Karman berjalan beriringan menuju mobil. Faraz membantu Mang Karman memasukkan barang-barang ke dalam mobil. Setelah itu ia masuk dan duduk di kursi sebelah Mang Karman. Mang Karman menyetir mobil membelah jalan raya menuju Bandung. Sepanjang perjalanan, Mang Karman dan Faraz bercerita tentang banyak hal. Sesekali mereka tertawa karena hal lucu yang mereka ceritakan.

Love After MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang