Imajinasi Secuil Cilok: NPC's 30 Daily Writing Challenge

11

Aku sedang sibuk membaca percakapan di salah satu aplikasi berwarna hijau. Seperti biasa, teman-temanku saling melempar candaan, membuatku tersenyum membacanya.

"Hei! Sibuk banget, nih? Asik sendiri daritadi."

Aku menoleh, menatap sosok laki-laki yang menggunakan kaos hitam. "Katanya, cuma mau minta temenin, kan? Ya, aku udah di sini."

Ia tersenyum tipis. "Tapi, gak dianggurin juga."

Aku mengucap kata maaf. Kusimpan ponsel milikku ke dalam saku. "Temen grup aku selera humornya receh."

"Sama, lah kayak kamu." Kepalanya menoleh ke arah pintu kafe.  "Duduk di luar aja, yuk?"

Tanpa persetujuanku, kakinya melangkah ke luar. Aku mengikutinya. Kedua mataku mengikuti arah pandangnya, menatap langit malam yang kini terlihat cerah. Ada beberapa bintang yang sedang menampakkan sinarnya, juga bulan purnama yang terlihat indah.

"Langitnya cerah, ya? Bagus." Ia memasukkan tangannya ke dalam saku celana.

Aku mengangguk, setuju. "Kamu maunya malam ini hujan?"

Ia menggeleng. "Aku gak suka hujan. Kamu tau itu."

"Lagian, kalau hujan terus, kafe kamu kebanjiran," ledekku.

"Kalau kebanjiran, kamu harus bantu bersihin kafe." Ia melirikku dengan tatapan jahil.

"Aku tidur biar gak bantuin."

"Ya aku bangunin."

"Emang berani masuk ke rumah?" Aku memberikan tatapan meremehkan.

"Aku bisa minta tolong ibu kamu."

"Pake jalur belakang, dong?" Aku memukul tubuhnya, pelan. "Curang!"

Ia tertawa. "Kamu lucu kalau ngambek."

Sebisa mungkin aku menunjukkan ekspresi biasa saja, meskipun sebenarnya dapat aku rasakan kupu-kupu yang berterbangan di dalam perut. Aneh. Tidak seperti biasanya aku merasakan hal ini.

"Bulannya bagus, ya?" ucapnya.

"Iya, sempurna. Namanya juga purnama." timpalku.

"Kayak kita, dong? Sempurna. Saling melengkapi."

"Iya, pertemanan kita emang sempurna. Banyak yang iri." Aku tertawa kecil. Namun, ia malah menunjukkan ekspresi yang tidak bisa kumengerti.

*

Tema hari ke delapan: Setting di bawah bulan purnama.