Insiden

5.5K 230 3
                                    

"Sudah kamu siapkan semua?"
"Sudah pak, berkas dan segala keperluan bapak semua siap"
"Bagus 2 jam lagi kita akan pergi naik kereta"

Maudy hanya terbengong mendengar ucapan Dicky. Bagaimana tidak perusahaan sebesar ini, dan bossnya memilih pergi naik kereta daripada pesawat atau jet pribadi gitu misalnya. Hellooww massa iya Maudy baru masuk dan perusahaan ini akan bangkrut sehingga bossnya memilih pergi dengan kereta.

"Jangan mikirin yang enggak-enggak, saya memilih kereta karena saya suka melihat pemandangan diperjalanan, biar sekalian ngerefresh otak" sepertinya Dicky bisa membaca pikiran Maudy. Maudy hanya menganggukan kepala dan merasa sedikit lega.

Ketika di kereta, Maudy terus saja memandangi telfonnya.
Bundanya terus saja menelfon, tapi Maudy ragu untuk mengangkatnya.
Bagaimana tidak, sekarang saja dia menahan mati-matian agar tangisnya tak pecah.
Mungkin kalau Maudy mengangkat telfon dari bundanya dia bisa nangis terus ketika diperjalanan. Ya Maudy memang tak pernah jauh dari kedua orangtuanya. Sekalinya jauh seperti ini rasanya dia tak sangup untuk hidup.

Jangan bilang lebay ya, karena Maudy belum biasa hidup sendiri tanpa kedua orangtuanya. Hanya orang yang mengalami hal sama yang dapat memahami bagaimana rasanya.

"Itu hpmu bunyi terus cepet angkat, ganggu orang lain tau gak " Dicky sedikit terganggu dengan dering telfon yang tak berhenti.
"Emm iya pak" ucap Maudy sambil menggigit bibir bawahnya. Lalu Maudy menekan tombol hijau dilayar hpnya.

"Halo bun"
"Ya Allah nak kok baru diangkat sih, bunda kan jadi khawatir, kamu baik-baik saja kan? Jangan lupa bekal yang bunda siapin tadi dimakan..."
Tahan dy, jangan sampai nangis malu sama bossmu yang galak itu batin Maudy
"Dy? Kamu gakpapa kan?"
"Bunda...hiks" jawab Maudy dengan suara bergetar
"Huuuuuaa bun.. hiks su.. sul hiks Maudy kesini huaaa"

Akhirnya air mata Maudy jebol dan gak bisa ditahan lagi, hanya mendengar suara bunda saja pertahanannya runtuh, rasanya dia ingin kembali pulang dan memeluk bundanya erat.
Kadang rindu sekejam itu, baru beberapa jam saja Maudy sudah terserang rindu yang sangat dalam.

Sekarang semua penjuru mata melihat kearah kursi Maudy dan Dicky.
Dicky yang tadinya hampir tertidur langsung membuka lebar matanya karena suara tangis yang begitu kencang.

"Astaga, kamu kenapa sih?" Tanya Dicky sambil menepuk-nepuk bahu Maudy. Dicky gelagapan karena tangis Maudy makin kencang sambil menyebut nama bundanya disela tangisnya.

"Mas itu pacarnya dibujuk biar gak nangis lagi, anak saya mau tidur ini"
"Mas nyulik mbaknya ya?"
"Lho mas diapain itu pacarnya?"
"Peluk saja mas pacarnya biar tenang, jadi cowok jangan kaku gitu"
"Kalau cuman ditepuk bahunya gak bakal tenang mas, mas ini hidup digoa ya cara nenangin cewek nangis aja gaktau"

Dicky hanya terbengong mendengar tuduhan dan celutukkan para penumpang lainnya. Maudy? Jelas masih bertahan dengan tangisnya yang kencang.
Dicky berpikir keras untuk menghentikan tangis Maudy. Dia bingung harus berbuat apa? Bahkan dia belum tau nama cewek disebelahnya ini, yang dia tau bahwa cewek yang disebelahnya ini adalah sekretarisnya saja.

Dicky melihat hp yang menempel ditelinga Maudy dan langsung meraihnya. Tak lupa dia juga mematikan sambungan telfon sepihak.

"Bunda hiks hiks" Maudy masih saja menangis.
Dicky langsung merengkuhnya, dan membenamkan kepala Maudy didadanya.
"Udah ya nangis ya" ucap Dicky berusaha menenangkan Maudy, tak lupa dia juga mengelus rambut Maudy.

"Cup.. cup nanti kalau udah sampek kita beli coklat sama es krim ya"
Dicky refleks berkata seperti itu karena dia berusaha menenangkan Maudy dengan semanis mungkin. Semua penjuru mata masih melihat setiap pergerakan Dicky dan dia gak mau dikeroyok satu gerbong hanya karena dia tidak becus menangkan seorang cewek.

Cinta Bos GalakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang