1: Masih Semangat

173 25 8
                                    

"Jadi, pada mau ke mana?"

Jujur, Shareina kagum pada kemampuan bersosialisasi Zhe. Mereka baru setengah hari di tempat baru dan sudah membentuk peer group sendiri. Bahkan sudah cukup akrab untuk makan siang bersama sambil mengeluhkan soal pre-test yang tidak manusiawi.

Sayangnya, pertanyaan Zhe mungkin kurang tepat untuk mengawali pertemanan menyenangkan. Habisnya, orang-orang di hadapan mereka hanya saling melirik lantas menunduk; barangkali sungkan mengungkapkan mimpi masing-masing.

"Santai aja, Rek." Zhe berucap. "Nggak perlu malu, lha wong aku nggak pinter-pinter amat juga mau ke FK Unair."

"DKV ITS, sih. Nggak mau jauh-jauh aku, nanti dicariin terus sama Bapak." Yovan menyahut dari ujung meja, bergeming dari kebab yang entah dia temukan di mana.

"Sama, FK Unair." Jeno menjawab singkat, lalu tidur lagi. Kelihatannya terlalu niat mengerjakan pre-test hingga kantung mata menggantung besar di paras.

"Lah, FK semua. Bakal ambis, dong," celetuk Yovan lagi. Matanya mengarah pada dua insan yang masih sibuk dengan batin mereka sendiri. "Rei sama Abin?"

"Arsitektur ... nggak tahu mana, kalau nggak itu ya DKV, desain interior, dan sejenisnya," jawab Shareina asal. Pilihan universitas butuh konseling lebih lanjut, jadi bagi dia terlalu dini untuk sekadar berkoar ingin ke mana.

Sedang Abin, masih menyelesaikan suapan nasi gorengnya yang besar. Yovan berdecak, mungkin menyesal karena telah memilih kelas penuh calon dokter; dan Shareina tidak mampu menghilangkan kalut tersebut.

"Kedokteran, sih. Belum tahu apa, tapi consider balik ke deket-deket Jakarta."

Bak paduan suara, helaan napas Yovan dan Shareina meluncur bersama. Shareina tidak mengerti kenapa dia secepat itu bisa menerima jabatan tangan Yovanㅡyang jelas menandakan kesamaan nasib. Mungkin aura pemuda itu begitu hangat hingga mampu mencairkan tembok tinggi Shareina.

Zhe tersenyum, berbanding terbalik dengan karibnya yang tengah bertatapan penuh arti dengan Yovan: takut tenggelam dalam api ambisi.

"Eh, eh." Zhe memukul meja berkali-kali untuk mengumpulkan atensi. Berikutnya, dia mengoper ponsel pada Abin. "Mau nomor telepon, dong. Nanti bikin group chat, ya, biar nggak pada demot*."

Ketika ponselnya mulai berjalan, Zhe menggenggam tangan dengan antusias. Little did she knows, pertukaran kontak hari ini, akan mengikat simpul rumit di masa depan.

...

"Capek banget Ya Tuhanku!" Shareina hampir berteriak sambil memasukkan buku modul tebalnya ke dalam tas. Desahan napas beradu dengan milik Yovan, mengeluhkan hal sama.

Baru hari pertama, tapi kecepatan pengajaran sudah gila-gilaan. Sungguh amat tidak baik untuk otak si gadis yang punya spesifikasi setara core pentium. Waktu istirahat pun minim, hanya total satu jam untuk intensif delapan jam per hari.

Dia tidak keberatan beberapa pasang mata memperhatikan sangsi. Tadi, tentor biologi bertanya tentang tujuan mereka. Rata-rata menyebut jurusan favorit: kedokteran atau bidang kesehatan lain. Jika Shareina tak salah ingat, hanya ada dia, Yovan, dan satu laki-laki pendiam yang Shareina lupa namanya, menjawab dengan pilihan di luar itu.

Oleh karenanya, ketika mereka kuat-kuat saja dihajar materi sedemikian banyak, Shareina tak lagi terkejut. Pasti persiapan mental mereka lebih kuat dari dia (atau pada dasarnya dia hobi mengeluh, entah), cukup untuk membantai nama latin spesies yang tidak pernah Shareina pedulikan.

"Yuk, pulang, istirahat." Zhe mencubit gemas pinggang Shareina. "Jangan bete dulu, kan baru sehari."

Benar juga.

Baru juga sehari, tapi Shareina sudah ingin mengakhiri.

...

Alih-alih mendapat pesan, justru telepon yang masuk ke ponsel Shareina

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Alih-alih mendapat pesan, justru telepon yang masuk ke ponsel Shareina. Si gadis tahu Abin mungkin salah sentuh, tapi jika dipikir lagi, akan lebih susah menjelaskan fisika dinamika via pesan teks.

"Halo?"

"Kepencet!"

"Ya udah, nggak apa-apa. Susah juga aku nek harus jelasin lewat chat." Shareina membuka lembar soal yang dimaksud Abin lantas mencocokkan dengan hasil pekerjaannya.

Soalnya mengandung gambar. Di seberang sana, Abin sibuk minta maaf karena sudah mengganggu.

"Bin," kata Shareina dingin agar pemuda itu diam barang sebentar. "Mau video call aja, nggak?"

ㅡㅡㅡ

*demot: singkatan dari demotivated, hilangnya motivasi dalam diri seseorang

aaaa i haven't wrote in forever, so i hope this came out as ok, yeah?
drop your thoughts below pwease!

Of Dreams and Forgotten FeelingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang