Perubahan

3.9K 142 0
                                    

Liera's POV on!

Sebenarnya, aku ngerasa ada yang aneh sama Liena. Kok dia bisa kepeleset pas depan pintu kelas ya. Seharusnya kan depan pintu kelas tuh bersih, dan gak licin. Sepertinya Liena menyembunyikan sesuatu dariku. Aku memang gak tahu, tapi aku akan mencari tahu. Aku takut terjadi apa-apa padanya.

"Ra, udah lama ya, kita gak ke kantin bareng seperti sekarang," ucap Liena membuka pembicaraan denganku.

"Ya, sorry kalau selama ini, aku gak nemenin kamu ke kantin," sesalku dengan rasa bersalah.

"Ya ampun, gak apa-apa kali, Ra. Lagipula selama ini aku gak ke kantin sendirian. Ada beberapa temen aku kok," ucap Liena santai.

Liena memang selalu memaafkanku bila ada suatu perbuatan dan perkataanku yang salah. Tapi ini yang menjadikanku selalu merasa ada yang dipendam dalam-dalam di hatinya. Aku senang kalau dia memaafkanku. Tapi aku jadi curiga padanya. Tidak mungkin seseorang selalu memaafkan orang lain seperti dia tidak terganggu dengan kesalahan orang lain itu.

"Li, kamu punya sahabat gak di sini?" tanyaku begitu duduk di bangku kantin.

"Ng... Aku memang gak punya sahabat. Tapi aku punya teman-teman yang cukup dekat," jawabnya.

Oh ya, selama ini, aku dan Liena, termasuk kembar yang cukup akrab. Bagaimana pun juga, orang yang selalu ada di sampingku, ya Liena.

"Ra," panggil Liena.

"Hm...?" tanyaku berdehem.

"Kamu lapar kan. Mau makan apa?" tanyanya lembut.

Liena juga lembut. Duh, kenapa aku meragukan kebaikan orang sih? Tapi kalau dipikir-pikir, Liena hampir menjadi wanita yang sempurna (Menurutku siiih...). Dia tinggi, putih, lembut, pintar lagi. Eh? kalau tidak salah Liena punya satu kelemahan dalam pelajaran. Oh ya, IPS. Ya, kurasa, dia hanya lemah dalam pelajaran itu. Selebihnya, dia kuasai dengan baik.

"Ra, kamu kenapa?" Liena membangunkanku dari lamunan ini.

"Oh, hmm... Kalau kamu mau apa?" tanyaku balik.

"Aku? Kalau aku sih bakso saja. Jadi, kamu mau apa?" jawab+tanya Liena.

"Yasudah, samakan saja denganmu. Aku belum tahu apa yang enak di sini," jawabku.

"Oh, kalau begitu aku pesan dulu ya," ucap Liena pamit. Aku hanya mengangguk dan tersenyum tipis.

Nah sekarang, kembali kelamunanku.

Liena si gadis cantik nan putih itu. Tepatnya adalah kembaranku. Tapi walau kembar, kami memiliki sifat yang lumayan berbeda. Liena selalu baik hati, lembut, juga selalu mengalah padaku. Sementara aku, selalu manja, dan terkadang aku suka ingin mendapatkan apa yang seharusnya Liena dapatkan. Dan mungkin, sekarang aku baru tersadar kalau selama ini, ibu, ayah, dan kakak tidak pernah keberatan dengan sikap dan perlakuanku. Oh, sebenarnya, sejak tadi pagi, Liena agak berdiam diri padaku. Apa karena dia kaget kalau aku tiba-tiba datang ke sekolah ini? Atau karena dia memikirkan sesuatu? Hmm...

---

"Maaf ya, Ra, lama," ucap Liena yang tiba-tiba datang membawa dua mangkuk bakso.

"Ya, gak apa-apa. Makasih, Li," jawabku seraya mendekatkan sebuah mangkuk bakso yang sudah Liena taruh di atas meja. "Ayo makan,"

Kami lalu makan bersama.Tapi setelah memakan beberapa suap, Liena membuka pembicaraan.

"Ra, kamu kenapa sih? Dari tadi melamun terus,"

"Gak ada apa-apa," jawabku.

"Kalau lagi ada masalah, cerita aja sama aku. Mungkin, aku bisa menjadi pendengar yang baik," Liena memberi saran.

Sepertinya, aku harus membicarakan tentang apa yang kupikirkan. Mungkin ini tidak terlalu penting. Hanya masalah perbedaan sifat kami. Tapi, aku penasaran dan aku juga ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi antara aku dan Liena.

"Sebenarnya...," ucapanku terpotong oleh kehadiran 2 anak perempuan.

"Hai, Liera," ucap mereka seraya duduk dihadapanku dan menggeser Liena hingga dia berada persis di ujung bangku yang sedang ia duduki. Liena sepertinya kaget karena dia sedang ingin mendengarkan apa yang ingin kukatakan. Matanya membesar. Tapi, mengapa mereka bisa tahu ya kalau ini aku. Apa karena mereka melihat perbedaan warna pita pada rambut kami. Miliku pink dan Liena Biru?

"Li, mereka siapa?" tanyaku.

"Yang disebelahku Aline dan yang dipinggir Lovely," jawab Liena.

"Liena, bisa gak kamu pindah dari sini?" tanya Aline sok baik tapi menyakitkan menurutku.

Liena menatapku sesaat lau berdiri sambil mengangkat mangkuknya sambil tersenyum dipaksakan. Aku merasa ini tidak benar, jadi...

"Li, mau ke mana? Kita kan lagi makan bareng,"

"Sudah, gak apa-apa kali Liera. Kamu kan bukan hanya berteman dengan Liena," ucap Lovely.

"Tapi, aku sedang berbicara dengannya. Kalian tidak boleh memotong pembicaraan orang lain seperti itu," belaku. Liena masih diam berdiri mendengarkan.

"Aku pindah saja, Ra. Lagipula, kamu bisa cerita kapan saja padaku kan, kita kan satu rumah," akhirnya Liena angkat bicara. Dia lalu melangkah, tapi kucegah.

"Gak bisa, Li. Kalau kalian menginginkan Liena pergi, maka aku juga harus pergi, permisi," ucapku lalu berdiri, mengambil mangkuk, dan menarik Liena ke meja kantin yang lain yang agak jauh dari mereka.

Setelah mendapat meja, kami duduk dan makan sisa makanan kami yang tadi. Di sini agak sepi. Daripada bingung, lebih baik aku buka dengan pertanyaan.

"Li, mereka teman sekelas kita?"

"Ya, begitulah," jawab Liena datar sambil melihat ke taman depan kantin.

"Oh, ya, teman dekat yang kamu punya itu siapa?" tanyaku lagi.

"Mereka," jawaban yang sangat tidak ingin kudengar.

"Siapa?" tanyaku yang masih sedikit tidak percaya. Teman dekat macam apa yang menyuruh teman dekatnya pergi seperti itu.

"Aline dan Lovely," jawab Liena santai lalu berdiri. "Kembali ke kelas yuk. Sebentar lagi bel,"

Kenapa ya? Kok Liena jadi sedikit jutek?

Twins LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang