Aku makan menu kesukaanku itu di meja makan. Aku tidak menyangka mas menemaniku makan malam. Aku benar-benar canggung dan hanya diam.
"Mas senang kamu pulang hari ini. Besok acara keluarga di rumah om Adnan. Kita datang, ya."
"Besok" ucapku pelan.
"Mas mau kabarin kamu tentang ini kemarin tapi kamu nggak balas WA mas."
Aku ingat. WA yang sempat membuat aku ragu ingin membalasnya atau tidak kemarin itu. Mungkin dia ingin mengabarkan tentang ini kemarin. "Maaf".
"Gapapa, sayang"
Bisa nggak, ya, dia berhenti ngeliatin aku makan. Benar-benar aneh rasanya.
"Mama dan Papa apa kabar?"
"Baik, Mas. Mereka sehat. Mereka juga nitip salam untuk kamu."
"Syukurlah" ada pesan masuk di handphonenya, dia beranjak dari meja makan.
Leganya….
***
Rumah berpagar abu-abu yang terletak di sudut komplek perumahan itu terlihat ramai weekend kali ini. Rumah asri dengan gaya minimalis, bercat putih dan memiliki banyak jenis bunga juga tanaman lainnya itu membuatku ingin duduk berlama-lama di halamannya. Apalagi selesai hujan seperti ini, aroma basah yang selalu hujan tinggalkan selalu membuatku senang. Aku melihat ayunan besi disana. Sepertinya baru, terakhir kali datang kesini belum ada.
Om Adnan dan Tante Ida menyambut kedatangan kami dengan ramah. Mereka mempersilakan kami masuk. Aku melihat mama dan papa mertuaku sudah berada di antara keluarga yang lainnya. Aku menyalami semua keluarga dan berbaur dengan mereka.
Mama mertuaku memiliki dua orang adik, om Adnan dan tante Mira. Sedangkan tante Ida adalah istri om Adnan. Mereka pasangan humoris yang selalu membuat keluarga tertawa. Terkadang aku bingung, kok bisa ada pasangan yang seperti itu. Aku berpikir pastilah banyak keluarga yang suka pasangan ini. Mereka memiliki dua anak perempuan Maya dan Naya. Sedangkan tante Mira, adik bungsu mama mertuaku seorang single parent dengan anak perempuan bernama Mitha. Dia tidak terlihat kesepian, bahkan sangat mandiri. Kepercayaan dirinya sangat berlebihan, sampai aku selalu ingin menghindarinya setiap kali kami bertemu.
Acara keluarga ini rutin setiap dua bulan dalam keluarga Mas. Mas selalu bilang untuk mempererat silaturahmi. Tapi kalau saja aku bisa, aku tidak ingin menghadirinya hari ini. Acara keluarga yang katanya untuk mempererat silaturahmi ini tidak ubahnya ajang saling membanggakan dan memamerkan harta masing-masing. Lihat saja sebentar lagi pasti ada adegan drama baru. Yang anaknya lebih pintar, yang liburannya di luar negeri, yang punya kenalan pejabat lebih banyak. Segala macamlah.
“Assalamualaikum.” Tante Mira datang.
“Waalaikumsalam” semua keluarga menjawab salam tante Mira. Dan aku segera melarikan diri untuk menghindarinya.
Semakin siang, semakin ramai keluarga yang hadir. Aku mencari suamiku untuk mengajaknya makan siang. Mungkin dia berada di luar rumah. Tapi ternyata dia sudah bersama keluarga besarnya. Dan tante Mira ada di sana.
“Halo.. Andra sayang. Mana Diandra?” tante Mira memeluk keponakan kesayangannya itu.
“Halo Tante, Diandra di sini.” Aku menghampirinya. Dia mencium pipiku, dan lihat saja sebentar lagi akan ada drama baru. Entahlah, aku bisa merasakannya.
“Mana cucu Tante? Belum ada juga? Aduh kok lama banget kalian ini.”
“Doain aja Tante.” Aku menanggapinya tanpa senyuman. Benar, kan. Drama dimulai. Aku melihat mas memperhatikanku. Tanpa sengaja kami beradu pandang. Kemudian aku memalingkan wajahku.
“Wah.. bisa keduluan Mitha dong nanti. Gimana ini, Kak?” Kali ini tante Mira mencoba melibatkan mama mertuaku ke dalam obrolan kami.
“Doain aja” jawab mertuaku singkat, padat dan jelas.
"Gapapa Tante. Sudah ada calonnya si Mitha? Jangan lama-lama, Mit. Sudah nggak sabar sepertinya mamamu ini." Aku melirik Mitha yang berkumpul dengan keponakan lainnya. Catat, tanpa senyum.
Inilah alasan terbesar kenapa aku malas untuk hadir di acara keluarga seperti ini. Pertanyaan yang sama selalu saja membuatku muak. Terkadang aku sudah dapat menebak pertanyaan apa yang akan aku dapatkan di acara keluarga. Bahkan aku selalu menyiapkan jawabanku dari rumah.
Aku menikah dengan Mas Andra sudah hampir 10 tahun. Tapi sampai saat ini kami berdua belum dikaruniai keturunan. Apa ada pasangan yang tidak menginginkan anak? Pasti tidak ada, begitu juga aku. Tapi kuasa apa yang aku punya selain hanya berdoa dan berusaha.
Dalam perjalanan pulang, suamiku mengatakan untuk tidak terlalu memikirkan apa yang tante Mira katakan. Karena ini bukan yang pertama kalinya dia melakukan ini. Tapi tetap saja ini bukan hal yang meng-enakkan untukku. Bukan karena dia sering melakukannya tetapi karena dia melakukannya di depan keluarga besar, aku tidak suka itu. Sekali dua kali mungkin aku masih bisa toleransi. Tapi kalau setiap ketemu selalu seperti itu, rada bosan, ya. Dan maaf aku juga tidak sebaik itu, yang selalu diam dan senyum-senyum nggak jelas untuk terus bisa memaklumi.
Tahun pertama sampai tahun ke lima pernikahan adalah yang paling sulit untuk kami. Banyak Dokter Kandungan yang kami datangi, tetapi semua mengatakan kami baik-baik saja. Aku juga sampai melakukan pemeriksaan HSG (Histerosal Pingografi) untuk mengetahui apakah ada penyumbatan di saluran telur atau tidak. Dan hasilnya tidak ada penyumbatan. Pemeriksaan ini membuatku sedikit trauma karena rasa sakit yang muncul. Tapi tentu saja yang aku lakukan ini belum apa-apa bila dibandingkan dengan pasangan-pasangan lain yang melalui proses bayi tabung atau Inseminasi. Tidak hanya itu, banyak teman menyarankan agar kami melakukan pengobatan alternatif. Tempat pengobatan dari A sampai Z kami datangi, tapi belum membuahkan hasil manis. Sejauh dan sebanyak apapun kami melakukan usaha tetap saja Allah yang punya kuasa menentukan hasilnya. Bukankah begitu? Dan tante Mira tidak tahu itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dia...Ndra
RomanceDiandra merasa keluarga suaminya tidak menyukainya. Pasalnya selama sepuluh tahun menikah Diandra belum memiliki anak. Tidak hanya harus menghadapi masalah dengan keluarga suaminya. Kini Diandra juga dipusingkan dengan masalah mantan kekasih suaminy...