Bab 6

4.6K 182 0
                                    

"Dimana, Di?" Lintang meneleponku.

"Pizza Hut. Udah nyampe?" jawabku.

"Yup, aku kesana."

Hari ini aku janjian ketemu dengan Lintang di Sun Plaza. Kemarin dia minta ditraktir makan karena ulang tahun pernikahan. Nah, alurnya itu setelah selesai makan, baru kami cuci mata. Lintang suka bilang, gapapa kita nggak beli. Lihat dan pegang aja udah cukup, kok. Tapi pegangnya dengan percaya diri tingkat dewa, biar nggak kelihatan kalau lagi nggak punya uang. Hahaaha... Dasar Lintang geblek.

"Sorry, Di, lama. Macettt." Lintang memberi alasan.

"Udah biasa. Mau makan apa?" aku menyodorkan buku menu. Setelah berkutat dengan buku menu. Akhirnya kami memesan American Favorite Personal, Black Pepper Beef Fettuccine, New Chicken Royale, Blue Ocean, dan Winter Punch.

"Gimana kabar Mas Andra? Masih marahan kalian?"

"Baik-baik aja. Siapa yang marah? Nggak ada yang marah" aku berpura-pura lupa. "Eh, kemarin kami ketemu mantannya di toko buku. Namanya Nadia, cantik lho mantannya." Aku mengalihkan arah pembicaraan.

"Serius, kok bisa?

"Ya, bisalah. Emang toko bukunya cuma khusus aku dan keluarga yang boleh masuk.

"Hahaha. Mantan waktu kuliah?" Lintang mulai kepo.

"He eh"

"Putus gara-gara apa?"

"Nggak tahu" cetusku.

"Sudah nikah sekarang?" Lintang kembali agresif.

"Nggak tahu" sahutku.

"Gimana, sih, masa semuanya nggak tahu." Lintang mulai emosi.

"Emang aku nggak tahu. Aku cuma tanya Nadia itu siapa. Udah itu aja. Nggak ada lagi yang lainnya" ujarku kesal.

"Hadeh...Geblek. Ditanya dong, sejarahnya gimana. Masa cuma Masmu itu yang tahu sejarah percintaanmu dengan Doni. Istri juga harus tahu sejarah asmara suaminya dengan mantan-mantannya. Masa yang kayak begini juga harus diajari." Lintang mulai kehilangan kesabaran.

Sialan emang si Lintang, membuat aku terasa bodoh sekali. Ada benarnya juga emak sebiji ini. Kenapa aku bisa nggak tahu apapun tentang kekasih-kekasihnya terdahulu.

" Nanti kalau aku tanya-tanya, dipikirnya aku kepo dong, Lin"

"Lah, kan emang kepo. Pernah lihat orang yang pengen tahu apapun diam aja? Pasti pada kebanyakan nanya,kan? Tahu nggak, dua krucil di rumahku, ampe gumoh aku jawabin semua pertanyaan mereka. Dan aku harus jawab yang benar, dong. Ya, kali, entar kalau aku jawab salah atau asal-asalan mereka pada ngikut salah. Gimana coba?" Ini hebatnya Lintang. Provokasinya langsung menusuk ke jantung.

"Aissshhhh... Nantilah" ku iyakan saja dulu biar tenang emak sebiji ini. Aku nggak bisa nggak ketawa ngebayangin Lintang ngejawab pertanyaan anaknya. Karena dia emosian plus nggak sabaran. Kalau aku yang banyak nanya pasti udah digigitnya. Hahahha

Pesanan kami sudah lengkap. Makan saja kami tetap berisik. Lintang terus saja ngoceh, terkadang aku fokus terkadang juga nggak. Gimana mau fokus kalau aku terus saja mikirin agar suamiku mau menceritakan mantannya tanpa aku bertanya? Apa mungkin? Aduhh kenapa aku jadi pusing.

Sampai di rumahpun aku kerap memikirkan perkataan Lintang. Aku memang kurang tertarik dengan dunia permantanan. Kadang-kadang kami memang bercanda dengan saling sindir menyindir mantan. Tapi aku tidak pernah bertanya terlalu detail. Siapa nama mantannya? Putus karena apa? Beda denganku, Mas justru banyak bertanya kisah masa laluku bersama mantan-mantanku. Dia bahkan tahu kisahku dengan Doni. Dasar Lintang geblek, aku jadi memikirkan tentang ini sampai mengganggu jam tidurku.

Setelah beberapa saat menghilang, rutinitas pillow talk ku kembali dan semakin membaik. Aku sangat menyukai pillow talk. Aktivitas yang menghubungkan pasangan secara fisik dan emosional. Sehingga pasangan bisa menjadi lebih dekat.

Well, pillow talk tidak semata masalah seksual. Perbincangan sebelum tidur ini memiliki kurikulum bebas, tidak harus hal yang membahagiakan, tapi bisa juga hal yang menyedihkan. Ajang curhat di kalangan pasangan setelah seharian sibuk berkutat dengan handphone dan pekerjaan masing-masing. Bayangkan saja, mendengarkan suara pasangan sebelum tidur dengan obrolan santai membuat kita akan bangun tidur dengan lebih banyak senyum.

Awalnya kami membuka chat dengan tema liburan. Sudah lama kami nggak liburan. Apalagi sejak masalah kemarin, aku ngerasa kalau kami butuh waktu untuk berlibur. Nggak harus di luar kota, liburan dalam kota di daerah wisata saja sudah cukup. Mas juga setuju dengan itu. Menginap beberapa malam di hotel dan menikmati indahnya daerah pegunungan. Semoga segera terealisasi.

Aku ingin melancarkan misiku dan mengambil celah dari obrolan kami, untuk bertanya tentang Nadia. Tapi aku ragu. Seperti komandan perang yang menyiapkan strategi perang, dalam hatiku aku menyuruh diriku untuk maju, mundur, maju, mundur.

"Nadia cantik, ya?" Aku tersenyum ke arah Mas. "Tinggal dimana dia, Mas?" Aku melanjutkan.

"Rumah orang tuanya di Johor" ujar Mas.

"Rumah orang tuanya? Dia masih tinggal dengan orang tuanya, Mas? Dia belum menikah?" Aku bertanya lagi.

"Dia bilang belum. Dia bekerja di Pekanbaru, kemarin dia cuti, jadi dia pulang ke Medan untuk jenguk orang tuanya" ujar Mas.

"Ohh..." ucapku.

"Terus, kamu putus sama Nadia karena apa?" Inilah inti pillow talk malam ini.

"Ihh...kepo ya. Mau tahu aja atau mau tahu banget?" Mas senyum ke arahku.

"Hahaha...pengen tahu aja." Sebenarnya aku terlihat memalukan sekali. Tapi, karena suasana hati kami sedang baik jadi aku bersikap bodo amat, demi jawaban yang ingin aku dengarkan.

"Biasa aja, kok, nggak ada yang spesial. Kita kan masih terlalu muda pada saat kuliah, jadi wajar saja masih suka lihat kanan dan kiri. Menurut Nadia, Mas itu terlalu cuek dan nggak perhatian. Jadi, dia mencari kenyamanan yang lain. So, Mas mundur." Cerita Mas.

"Hmmm" aku mengangguk-angguk tanda memahami. Aku sudah punya bahan laporan ke Lintang kalau-kalau dia bertanya lagi tentang Nadia. Ini yang aku suka dari pillow talk, kita bisa cerita apa saja, asal jangan baper berlebihan.

Dia...NdraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang