Still #3. Promise (Jimin)

734 100 8
                                    

Cinta itu hanya antara disakiti atau menyakiti.
-(Yn)

---

Satu kata yang menghancurkan hidupku. Hatiku yang semula terluka menjadi pecah berkeping-keping. Ternyata semua yang kulakukan ini sia-sia. Benar, hanya aku yang berharap pada Jimin. Namun, pria itu berkebalikan denganku. Justru ia sudah memiliki wanita lain di saat aku menjaga hatiku untuknya.

Aku sangat bodoh.

Aku kehabisan kata-kata saat ini. Mataku menatap nanar kedua sejoli di hadapanku.

"Annyeong, (Yn)! Salam kenal!" seru Hara antusias dengan diimbuhi senyuman.

"Annyeong..."

Air mataku sudah tak dapat dicegah lagi. Akhirnya, aku pamit dengan mereka dan segera berlari kembali ke rumahku. Menumpahkan segala emosi yang ada di lubuk hatiku.

***

Hancur.

Begitulah perasaanku saat ini. Setelah sekian lama tak bertemu dan meninggalkan luka yang dalam di hatiku, Jimin kembali dengan membuat luka baru. Luka lama itu sudah mulai pulih saat melihat pria itu. Namun, siapa sangka justru ia membuat luka baru di hatiku yang lebih dalam dari sebelumnya.

Aku ingin meluapkan amarahku padanya. Namun aku tak bisa. Perasaan cinta yang tumbuh membuatku enggan melakukannya.

"(Yn), makan dulu, Sayang. Kau belum makan dari tadi pagi, 'kan? Sekarang makanlah. Ini makanan kesukaanmu," ucap Eomma setelah membuka pintu kamarku.

"Aku tidak lapar, Eomma."

"Kau harus makan. Makanlah, aku akan mendengar ceritamu setelah kau siap untuk menceritakannya."

Aku pun mengangguk karena tak tega jika menolak makanan yang sudah Eomma buat. Akhirnya, aku mengambil sumpit dan mulai memakannya perlahan.

"Baiklah, Eomma tinggal dulu ya. Panggil saja jika kau ingin bercerita," ujar wanita itu sebelum keluar dari kamarku.

Aku menghela napas berat. Aku tak tahu harus apa sekarang. Pria yang selama ini kutunggu, ternyata ia kembali. Walaupun ia kembali dengan wanita lain di sisinya. Rasanya sia-sia jika aku terus menunggunya.

***

Aku menatap langit yang sudah berubah menjadi senja. Matahari kembali ke khayangannya dan diganti oleh bulan yang memantulkan cahayanya.

Pintu balkon kamarku kubuka. Aku berdiri di sisi pagar dengan tanganku bertumpu di atasnya. Mataku memandang ke arah bulan yang bersinar terang.

Aku sedang melamun saat seseorang memanggilku dari bawah. "(Yn)!"

Kepalaku kutundukkan untuk melihat siapa yang memanggilku barusan. Ia adalah pria yang kucintai.

Jimin.

Pria itu mengenakan kaos putih yang dilapis dengan kemeja biru muda. Lengan kemeja itu ia gulung sampai siku. Ia terlihat tampan.

Ia tersenyum. Aku balas tersenyum padanya samar. Setelah aku segera turun dan menghampirinya.

Kami berdua berdiri berhadapan. Tak ada satu kata pun yang terucap sejak aku berdiri di sini. Jimin hanya menatapku sendu. Aku tak tahu mengapa ia menatapku seperti itu.

"(Yn)... Aku minta maaf." Jimin memecah keheningan yang kami ciptakan.

"Karena?"

"Karena aku telah melukaimu untuk yang kesekian kalinya. Sekali lagi, aku minta maaf," ucap Jimin seraya menggenggam erat kedua tanganku.

Aku tak tahu harus menjawab apa. Perkataannya terlalu mengejutkanku.

"Lalu, bagaimana dengan Hara?" Pertanyaan itu lolos dari bibirku. Yang selama ini telah kutahan.

"Aku putus dengannya."

Mataku terbelalak. "Bagaimana bisa?"

"Karena aku masih mencintaimu."

Aku menatapnya terkejut.

"Hubunganku dengan Hara hanya sebatas karena perjodohan orangtuaku. Aku sudah menolaknya, namun sifat orangtuaku yang keras kepala memaksa aku untuk menerima perjodohan itu. Akhirnya kuterima meski aku harus meninggalkanmu dengan janji."

Pengakuan Jimin membuatku tak bisa berkata apapun. Ini sungguh tiba-tiba.

"Bagaimana... bagaimana perasaan Hara karena kau memutuskan hubungan kalian?" tanyaku tercekat.

Jimin menghela napas. "Ia juga menerimanya. Kami memang tak bisa bersatu, (Yn). Bahkan Hara pun memiliki kekasih. Kami sama-sama menjalankan perjodohan ini karena orangtua kami yang keras kepala dan memaksa kami."

"Apa orangtuamu tak marah padamu karena kau membantah perjodohan ini?" Aku bertanya lagi. Rasa bahagia di dadaku kian bertambah karena aku mulai melihat secercah harapan pada Jimin.

Jimin mengeratkan genggamannya pada tanganku. "Aku tak peduli jika mereka marah sekalipun. Satu hal yang penting untukku, kau bersama denganku. Apapun yang terjadi."

Aku tak bisa menahan tangisku lagi. Tangisku pecah dan Jimin memelukku erat seolah-olah tak ingin melepaskanku.

Akhirnya. Akhirnya setelah aku mengalami pergumulan hati, aku menemukan jawabannya.

Jimin masih mencintaiku.

Aku merasa sangat bahagia meski sebelumnya aku merasakan sakit yang amat sangat. Ternyata, selama ini aku tidak sia-sia menunggu Jimin. Perkiraanku salah.

Setelah tangisku mereda, Jimin melepaskan pelukannya. Aku sedikit kecewa, namun apa boleh buat.

"Sekarang, apa kau ingin menjadi kekasihku? Setelah apa yang aku perbuat padamu." Jimin berlutut di hadapanku. Aku berusaha mencegahnya, namun pria itu bersikukuh berlutut. Aku pun membiarkannya.

"A-Aku m-mau," jawabku terbata-bata.

Sebuah senyum terbit di bibir Jimin. Aku pun membalas senyumnya.

Sungguh, aku sangat bahagia.
Aku yang paling bahagia di dunia ini.
Kumohon, jangan ada yang membantah.
Karena ternyata cinta itu bukan hal disakiti atau menyakiti, melainkan dicintai dan mencintai.

***

Baper?

𝑨𝒎𝒐𝒖𝒓 ✧ 𝘉𝘛𝘚 𝘹 𝘠𝘰𝘶 (𝘖𝘯𝘦𝘴𝘩𝘰𝘰𝘵𝘴)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang