Karena kau, aku jadi tahu betapa berharganya sebuah kehidupan.
———
Langit sudah berubah warna. Awan-awan kehitaman mulai menutupi langit sore ini. Tanda-tanda akan turun hujan yang lebat.
Aku menatap jendela kamarku. Seharusnya aku sekolah hari ini. Tetapi, karena anemia yang kuderita, jadi aku duduk termenung di kamar. Meratapi nasibku yang kian hari kian memburuk.
Di sekolah, aku ingin seperti teman-temanku. Mereka bisa bebas berlarian ke mana pun tanpa takut sakitnya kambuh. Sedangkan aku, berdiri lama saat upacara saja aku tidak sanggup.
Aku menghela napas panjang. Aku merasa lelah dengan anemiaku ini. Terlebih, aku sering mimisan yang mengeluarkan darah cukup banyak. Ditambah, aku tidak bisa terkena panas matahari langsung. Benar-benar melelahkan.
"(Yn), kau tidak ingin makan?" seru ibuku dari luar kamar. Ia melangkah masuk ke dalam kamar dan menemuiku.
"Tidak, Eomma. Aku tidak lapar," jawabku lemas.
"Kau terlihat lemas, Sayang. Makanlah dahulu. Sedikit pun tak apa. Jangan biarkan perutmu kosong," Eomma mengusap rambutku.
Aku pun mengangguk walaupun enggan. Biar bagaimana pun juga, aku tidak dapat menolak masakan ibuku.
Aku menyuap bibimbap yang sudah kuaduk menjadi satu. Terlihat enak sepertinya. Aku susah payah menelan nasi campur itu di mulutku.
Setelah menghabiskan nasi campur itu—walaupun aku hampir muntah—aku mengecek ponselku. Ada pesan dari temanku, Yuri.
Kau harus masuk besok, (Yn). Aku benar-benar kesepian hari ini huhu :"(
Aku tersenyum kecil membaca pesan itu. Ternyata Yuri mengkhawatirkanku.
Eomma menatapku. "Sudah lebih baik?"
"Sudah, Eomma. Aku merasa lebih baik dari sebelumnya," jawabku sambil tersenyum.
"Kau ingin istirahat? Aku akan keluar jika kau ingin istirahat," Eomma menatapku lembut.
"Ne, Eomma."
Ia tersenyum. Aku balas tersenyum. Lampu kamarku dimatikan dan aku mulai masuk ke alam mimpi.
***
Pagi ini, kondisi tubuhku mulai membaik. Aku memutuskan untuk pergi sekolah. Aku sudah sangat rindu dengan kehidupan sekolahku. Bertemu dengan Yuri, mengobrol dengannya tentang apa saja, makan di kantin, melihat sunbae yang tampan. Semua kegiatan itu sangat kurindukan.
Setelah sarapan dan pamit dengan orang tuaku, aku berangkat ke sekolah. Aku sangat bersemangat untuk menjalankan sekolah hari ini.
Dua puluh menit kemudian, aku sampai di sekolah. Aku berjalan memasuki kelasku. Yuri menyambutku dan menyapaku dengan wajah sumringah.
"Kau sudah lebih baik?" tanya Yuri khawatir.
"Tentu saja. Maka dari itu aku sudah masuk sekolah hari ini." Aku tersenyum kecil.
"Baguslah jika begitu. Hari ini ada pelajaran olahraga. Aku sangat malas untuk berlari keliling lapangan," gerutunya. "Aku sangat iri denganmu, (Yn). Kau bisa bersantai saat pelajaran olahraga nanti."
Memang benar apa yang dikatakan oleh Yuri. Aku bisa duduk-duduk santai di pinggir lapangan karena anemia yang kuderita. Dan, Yuri menginginkan menjadi aku. Justru aku ingin sebaliknya.
"Itu tidak seperti yang kau pikirkan, Yuri-ya. Itu sangat membosankan," jawabku yang sejujurnya.
Yuri terkekeh. "Nikmati sajalah. Kau bisa melihat para sunbae tampan."
Aku ikut tertawa. "Mungkin kau benar."
Percakapan kami terhenti karena pelajaran sudah dimulai.
***
Sekarang sudah saatnya pelajaran olahraga.
Sinar matahari sangat terik siang ini. Aku duduk di pinggir lapangan. Mataku memperhatikan teman-temanku yang sedang berolahraga. Olahraga hari ini tentang lompat kangkang. Semua teman sekelasku sangat bersemangat melakukannya.
Malangnya aku hanya bisa melihat mereka saja.
Aku merasakan pening di kepalaku secara tiba-tiba. Aku menggeleng-gelengkan kepalaku. Berusaha memfokuskan pandanganku yang mulai kabur. Pusing itu semakin menjadi. Aku tak bisa menahan rasa sakitnya sebelum semuanya menjadi gelap.
***
Aku membuka mataku perlahan. Cahaya lampu yang menusuk mataku membuatku menutup mataku kembali. Lalu, aku membuka mataku lagi. Bau obat-obatan dan semacamnya menandakan aku berada di rumah sakit.
Kutolehkan kepalaku ke samping. Aku melihat Yuri dan ibuku sedang menatapku cemas. Di sekitar matanya terdapat bekas air mata. Ia habis menangis rupanya.
"Aku akan panggil dokter," Eomma pergi meninggalkan aku dan Yuri. Ia memberi kami privasi.
"Kau baik-baik saja?" Yuri bertanya sambil menatapku khawatir.
"Gwaenchana. Aku baik-baik saja. Jangan khawatir." Aku tersenyum.
"Aku benar-benar terkejut saat melihatmu pingsan dan membuat suara yang mengejutkan. Saat itu adalah giliranku untuk lompat. Kau menyelamatkanku, (Yn)." Yuri terkekeh.
"Benarkah? Aku selalu menyelamatkanmu, ya?"
"Ya kau benar. Tetapi kali ini aku yang menyelamatkanmu."
Seorang dokter datang dan memeriksa kondisiku. Eomma sedari tadi menatapku khawatir.
"Kau tidak boleh melakukan aktivitas yang terlalu berat. Dan juga perbanyak makan makanan mengandung zat besi. Hemoglobinmu sangat rendah," jelas dokter itu.
Aku mengangguk paham.
"Kamsahamnida," ucap Eomma sambil membungkuk.
Dokter itu balas membungkuk kemudian berlalu pergi.
Lagi-lagi aku berbaring di rumah sakit. Sepertinya kali ini aku akan lama berada di rumah sakit. Melihat wajah khawatir ibuku membuatku berpikir seperti itu. Ditambah ini sudah kedua kalinya aku masuk rumah sakit. Yang pertama kali adalah saat aku memaksakan diriku untuk ikut pelajaran olahraga. Yuri sudah melarangku, namun aku bersikeras. Hingga aku pingsan dan berbaring di rumah sakit. Aku hanya berada selama tiga hari di rumah sakit saat itu.
"Aku akan membiarkanmu tinggal lama di rumah sakit, (Yn)," ucap Eomma sambil menatapku.
Aku berusaha menolak. Sungguh, aku sangat benci berada di tempat yang bau obat-obatan dan serba putih ini. "Jangan, Eomma. Aku tidak mau berada di sini."
"Aku setiap hari mengingatkanmu untuk selalu makan makanan yang mengandung zat besi. Namun kau selalu melanggarnya."
"Benar, Ahjumma. (Yn) tidak pernah menuruti perintahmu. Ia selalu melanggarnya," timpal Yuri.
Aku menatap tajam Yuri. Awas kau, Yuri. Aku akan membalasmu. Lihat saja nanti.
"Ne, ne! Aku akan menuruti perintahmu asal jangan kurung aku di sini," ucapku pasrah.
"Jangan kau ulangi lagi," kata Eomma.
Semoga saja selama aku berada di rumah sakit ini, hidupku tidak membosankan. Mungkin saja aku akan bertemu belahan jiwaku. Semoga saja.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
𝑨𝒎𝒐𝒖𝒓 ✧ 𝘉𝘛𝘚 𝘹 𝘠𝘰𝘶 (𝘖𝘯𝘦𝘴𝘩𝘰𝘰𝘵𝘴)
Fanfiction"Have you ever felt being loved by them?" Ketika sebuah penyesalan, kesedihan, dan kebahagiaan berada di satu tempat. Hanya di sanalah tempat semua perasaan itu berada. Hanya...di buku ini saja. ────── ©2019 by -milkymochi