Still #10. Because of You (Jimin)

454 74 3
                                        

Sudah tiga hari berlalu semenjak aku meminta ibuku untuk tidak membiarkanku berada di rumah sakit. Dan sudah selama itu juga aku merasa kesepian. Tidak sepenuhnya kesepian, Yuri selalu datang saat ia pulang sekolah. Hanya saja aku merasa hampa. Aku merasa tidak berguna.

Aku memutuskan untuk berjalan-jalan ke taman di rumah sakit. Aku sudah bosan berada di kamar yang serba putih itu. Mataku menelusuri setiap sudut di taman ini. Ada seorang anak kecil yang sedang duduk di dekat air mancur. Ada seorang lelaki yang sedang membaca buku.

Setelah merasa penat berjalan, aku duduk di salah satu kursi taman. Kursi itu terbuat dari kayu. Sandarannya terbuat dari besi. Terasa sangat nyaman untuk diduduki.

Aku memejamkan mataku. Menikmati suasana di sekelilingku. Suara burung berkicau, suara tawa anak kecil, dan angin yang berhembus menerpa wajahku.

"Hai."

Aku tersentak. Sontak mataku terbuka. Seorang lelaki sedang menatapku sambil tersenyum.

"Oh... Hai," balasku canggung. Entah dari mana ia muncul. Wajahnya tampan. Kulitnya putih, hidungnya mancung, matanya sipit. Sepertinya aku jatuh cinta pada pandangan pertama dengannya. Dengan lelaki yang bahkan baru saja menyapaku. Tapi, love at first sight bisa terjadi pada siapa saja, bukan?

"Boleh aku duduk di sini?" tanyanya sopan.

Aku mengangguk. Tentu saja, siapa yang tidak mengizinkan pria tampan sepertinya untuk duduk di sampingmu?

"Kau tidak terlihat sakit," ucapku memecah keheningan.

Ia menoleh dan tersenyum. "Semua orang berkata seperti itu padaku. Kau adalah orang kedua puluh satu," katanya. "Ah, aku belum mengenalkan diriku. Namaku Jimin, Park Jimin."

"Namaku (Yn). Senang bertemu denganmu," balasku.

"Kau sendiri? Kau sakit apa?" tanya Jimin padaku.

"Anemia. Sejak kecil aku sudah tahu penyakit itu. Karena penyakit itu yang tidak bisa lepas dari diriku." Aku menerawang. "Apa kau juga merasakan hal yang sama sepertiku?"

Jimin menggeleng dan tersenyum. "Tidak semua orang bertindak sepertimu setelah mereka mengalami tragedi."

Aku tersentak. Perkataan Jimin tadi menyadarkanku. Selama ini aku selalu mengeluh tentang diriku sendiri. Tidak ada kata "bersyukur" sekalipun.

"Terima kasih karena kau telah menyadarkanku. Hal yang tidak pernah kubayangkan sebelumnya. Gomawo, Jimin-a." Aku tersenyum lebar padanya.

Ia mengacak-acak rambutku. "Jangan sungkan, (Yn)." Ia tersenyum.

Hari itu kuhabiskan bersama Jimin. Seorang lelaki yang telah menyadarkanku. Mungkin Tuhan memang mengirimnya untukku. Untuk melengkapi hidupku.

***

Dua minggu telah berlalu. Aku dan Jimin selalu bertemu di taman rumah sakit. Tanpa mengucapkan selamat tinggal, esoknya kami akan bertemu kembali di sana. Seolah-olah hal itu memang ditakdirkan untuk kami berdua.

Aku sedang duduk seorang diri di taman. Menunggu Jimin yang akan datang. Aku menunduk memperhatikan rumput-rumput hijau di bawah kakiku.

Tidak seperti biasanya Jimin belum datang di saat aku sudah datang. Ia akan selalu datang lebih cepat dibanding aku. Saat bertemu denganku, ia akan tersenyum dan menyuruhku duduk di sampingnya. Pada saat itulah yang aku suka darinya. Saat ia tersenyum.

Aku memutuskan untuk pergi dari taman dan menuju kamar Jimin dirawat. Selama ini aku tidak tahu ia sakit apa. Ia sendiri tidak mau memberitahuku.

Sesampainya di depan kamar Jimin, aku mengetuk pintunya. Tidak ada sahutan dari dalam. Aku mengetuknya sekali lagi, namun tetap tidak ada jawaban. Akhirnya, aku terpaksa membuka pintu itu.

𝑨𝒎𝒐𝒖𝒓 ✧ 𝘉𝘛𝘚 𝘹 𝘠𝘰𝘶 (𝘖𝘯𝘦𝘴𝘩𝘰𝘰𝘵𝘴)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang