Aldric menutup wajah dengan bantal, sementara Rayhan bersandar di kepala ranjang seraya menghela napas kasar.
"Sudah sejauh ini, dan kau akan mundur begitu saja?" seru Rayhan dengan nada kecewa.
"Dia bukan gadis yang tepat, Ray! Mengertilah!" Aldric menjawab dari balik bantal.
"Tidak tepat bagaimana?" Suara Rayhan meninggi. "Gadis itu sesuai dengan kriteria yang kau inginkan. Dia cantik, belum tersentuh lelaki mana pun, polos, dan baik. Lalu kau ingin mencari yang seperti apa?"
"Justru karena dia terlalu baik, aku takut melukainya!"
"Mudah saja. Sayangi dia sepenuh hati."
Aldric membanting bantalnya ke lantai, menatap Rayhan kesal. Mudah saja berbicara, memangnya siapa yang menjalani?
"Tidak semudah yang kau pikirkan. Bagaimana jika setelah pernikahan pun aku masih tidak bisa melupakan Rania? Bagaimana jika di satu waktu aku hilang kendali dan tetap menginginkan Rania menjadi milikku? Tidak peduli sekalipun hubungan Papa dengan rekan bisnisnya hancur."
Rayhan kembali menghela napas kasar. "Aku tidak mengerti jalan pikiranmu. Seandainya Selena jatuh cinta kepadaku, maka dengan senang hati aku akan membalas cintanya. Membina rumah tangga dengannya, membentuk keluarga bahagia. Sesederhana itu, Al! Kau saja yang mempersulit keadaan."
Hening, tidak ada jawaban dari Aldric. Pria itu sibuk memijit keningnya. Beberapa hari ini, ia selalu menjemput Selena sepulang dari butik. Duduk berdua di taman, berbincang ringan, bercerita banyak hal. Dari situ, Aldric tahu bahwa Selena seorang gadis tulus.
Andai saja Aldric bisa jatuh cinta pada Selena. Kenyataannya hati pria itu bahkan seolah tidak ingin melirik sedikit pun pada gadis sebaik dan secantik Selena. Itulah yang Aldric takutkan ketika ia harus melangkah lebih jauh.
"Cinta bisa tumbuh seiring berjalannya waktu, bukankah itu yang pernah terjadi pada kedua orang tuamu? Kau juga pasti bisa seperti mereka, percayalah padaku," bujuk Rayhan.
"Kau gila! Kalau saja sejak dulu aku mampu membunuh perasaan itu!"
Aldric mengacak rambutnya kasar. Bangkit dari ranjang dan bergerak menuju dinding kaca sebelah kanan. Dibukanya tirai lebar-lebar. Matanya menerawang jauh ke dalam keramaian lampu mobil yang bergerak di sepanjang jalan ibukota.
Ia sudah berusaha melupakan Rania agar bisa menghilangkan gadis itu dari hatinya. Akan tetapi, percuma. Bahkan setelah bertemu dengan Selena yang notabene mirip Rania pun, Aldric enggan berpaling. Aldric merasa stuck di satu titik, tidak mampu bergerak sedikit pun.
***
Selena melirik jam tangan Tiffany & Co di pergelangan tangan kanannya. Jam pemberian Aldric itu sudah menunjukkan pukul tujuh malam, tetapi belum ada tanda-tanda kedatangan mobil pria itu.
Seperti biasa, sepulang kerja Selena akan menunggu Aldric di pinggir jalan dekat butik. Sengaja ia menunggu di sana agar tidak terlalu terlihat oleh teman-temannya. Jujur, ia merasa tidak nyaman jika mereka tahu hubungannya dengan Aldric. Selena takut jika orang berpikir yang tidak-tidak.
Selena merapatkan tubuhnya ke pohon saat sebuah mobil berhenti tepat di depannya. Dan ia tahu benar, itu bukan mobil Aldric. Benar saja, tak lama kemudian David membuka pintu mobil dan berjalan menghampiri Selena.
"Belum pulang?" tanya David.
"Eh, saya menunggu taksi, Pak." Selena menampakkan wajah gugup. Jangan sampai David tahu siapa yang sesungguhnya sedang ditunggu Selena.
"Oh ya? Taksi langgananmu yang memakai mobil sport merah?"
Selena menelan ludah, bagaimana David bisa tahu? Gadis itupun tersenyum kaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unwanted Wedding
Roman d'amourKebahagiaan Selena menikahi laki-laki yang ia kagumi sejak lama harus sirna, ketika tahu alasan Aldric menikahinya. Kesetiaannya pun kembali diuji ketika masalah anak hadir. **** Aldric Dasha Anderson, seorang pengusaha yang sukses memimpin perusah...
Wattpad Original
Ada 2 bab gratis lagi