Ini adalah pagi yang buruk. Aku ketinggalan kereta dan harus mengeluarkan lebih banyak uang untuk membayar taksi agar tiba tepat waktu di kantor. Selain menerima kerugian dalam bentuk materi, tenagaku pun terkuras habis karena masih harus berlari memasuki gedung kantor.
Dan kini aku juga masih harus menerima teriakan dari atasanku. Dengan kedua kaki yang gemetar serta napas ngos-ngosan efek sehabis berlari, kutundukkan kepalaku dalam-dalam sementara jemariku saling bertaut di bawah sana. Kedua telingaku terbuka lebar, mendengar setiap teguran atasanku yang sudah melebihi batas.
"Apa yang kau kerjakan selama satu minggu ini, hah?" Angela—atasanku masih menyemburkan murkanya. "Apa kau terlalu sibuk menjual dirimu sampai mengabaikan pekerjaanmu sendiri?"
Ratusan anak panah seolah jatuh mengenai hatiku, menimbulkan sengatan panas hingga menghasilkan gejolak emosi dalam dada.
Sebagai seorang atasan, Angela seperti tidak sedang menegurku, tapi lebih kepada mencaci makiku. Kata-katanya begitu menusuk. Apalagi teman-teman satu ruanganku terpaksa harus menonton pertunjukan ini hingga menambah rasa maluku. Padahal, sebagai sosok terpelajar, Angela tidak sepatutnya memperlakukanku sedemikian rupa walau posisiku di sini hanyalah sebagai karyawan biasa.
"Jawab aku, Shopie! Apa kau tuli?" Angela kembali berteriak, seperti tak takut suaranya akan berubah serak setelah ini.
Kuberanikan diri untuk mengangkat kepalaku, menatap Angela yang tengah menampilkan ekspresi sangar di wajahnya. Kustimulus otakku dengan pikiran positif agar air mata yang sudah siap tumpah tak jadi keluar ketika aku buka suara.
"Maafkan aku, Mrs. Clinton. Beri aku sedikit waktu lagi untuk menyelesaikan tugasku."
Aku sangat bersyukur air mataku tak menetes meski suaraku sedikit bergetar kala berbicara.
Reaksi Angela atas jawabanku tentu tidak mengubah sifat kasarnya padaku. Kini dia malah menatapku remeh dengan kedua tangan yang dilipat di depan dada.
Oh, Tuhan! Barangkali aku punya kekuasaan lebih, aku pasti tak akan segan melampiaskan emosiku dalam bentuk tamparan untuknya. Sayangnya, aku tetap menjadi diriku yang tak memiliki apa-apa. Alhasil, yang bisa kulakukan hanyalah diam saat direndahkan seperti ini.
Syukurlah setelahnya Angela menyudahi teguran berlebihannya padaku dengan memberi ultimatum yang mengharuskanku membereskan pekerjaanku dalam kurun waktu lima hari. Jika tidak, aku benar-benar akan kehilangan pekerjaanku.
Kepergian Angela kusambut dengan helaan napas panjang dan langsung menjatuhkan tubuhku di atas kursi. Kedua kakiku rasanya nyeri sekali. Belum hilang sakit akibat berlari menggunakan heels, kedua mata kakiku malah ikut terluka walau hanya lecet sedikit. Sial sekali.
Ketika aku mendongak setelah membebaskan kedua kakiku dari sepatu, kutemukan rekan-rekan kerjaku yang tengah mengelilingi mejaku dengan tatapan prihatin mereka. Refleks kedua belah bibirku tertarik mengukir senyum.
Kendati Angela kerap mencercaku dengan caciannya, rekan kerja yang sudah bersamaku selama lima tahun ini tak terprovokasi sama sekali. Mereka tetap memperlakukanku dengan baik. Seperti saat ini misalnya. Bergantian dari mereka menanyakan keadaanku dan terus menguatkanku.
Hal-hal kecil seperti inilah yang membuatku bisa bertahan hingga detik ini. Hidupku yang berat akan kalah oleh kegigihanku dalam memperbaiki sesuatu yang telah rusak. Meski rintangan yang harus kulalui untuk mencapai kebahagiaan penuh lika-liku, aku tidak akan menyerah begitu saja.
Makian Angela beberapa saat yang lalu seperti angin lalu bagiku. Sebab, tubuhku kembali dirasuki semangat yang membara. Kuabaikan rasa sakit di kedua kakiku, lalu menyalakan komputer dan mulai mencari tahu tentang seorang billionaire yang cukup populer baru-baru ini karena terlibat skandal. Beritanya tidak lagi terdengar setelah dua hari berlalu.
Kasus itu pun menjadi misteri dan membuat semua orang penasaran. Namun, tak ada yang bisa mengusutnya hingga seluruh media menyerah. Kecuali media yang kini menjadi tempatku mencari nafkah selama ini.
Bila media lain membentuk tim untuk mengungkap kasus tersebut dan berakhir menyerah, maka Angela menyuruhku mengerjakannya seorang diri, tanpa tim sama sekali. Mengerikan sekali, bukan?
Walaupun kemungkinan untuk berhasil hanya berkisar satu persen, aku akan tetap mengambilnya. Begitulah caraku bertahan selama ini—mempertaruhkan kesempatan sekecil apa pun.
Kyle—salah satu wartawan junior di sini kembali menghampiri kubikelku. Berdiri di sisi meja kerjaku dengan tatapan yang seakan-akan ingin menginformasikan sesuatu yang begitu penting.
"Shopie, tidak ada yang tahu ini sebelumnya." Kyle sedikit membungkuk ketika berbicara. Kalimatnya pun disampaikan dengan bisik-bisik, hingga keningku mulai mengerut samar karena kemisteriusan gadis itu. "Sejujurnya kakak lelakiku bekerja sebagai asisten pribadi Liam Wilde."
"What?" Mulutku secara refleks melontarkan pekikan yang bisa didengar oleh satu ruangan.
Kyle meringis pelan dan langsung menjatuhkan telunjuknya di depan bibirnya, memerintahkanku untuk tidak berisik. Lantas kututup mulutku setelahnya, memohon maaf pada Kyle lewat sorot mataku.
"Tetap rahasiakan ini, okay?" Kyle kembali melanjutkan ucapannya setelah melihatku bisa diajak bekerja sama. "Aku merahasiakan ini karena tidak ingin ditekan oleh Angela untuk terus-terusan mencari tahu berita tentang Liam Wilde."
Aku mengangguk paham. Mengerti akan alasan Kyle menutup rapat mulutnya tentang kakak lelakinya yang ternyata memiliki hubungan yang begitu dekat dengan Liam Wilde.
"Tujuanku mengatakan ini padamu karena aku tidak suka Mrs. Clinton memperlakukanmu seperti itu. Mungkin informasi dari kakakku bisa sedikit membantumu." Kyle meletakkan secarik kertas di atas mejaku. Tertulis sebuah angka yang membentuk nomor telepon di dalamnya. "Aku sudah memberi tahu kakakku. Kau bisa menghubunginya kapan pun kau butuh. Dia akan membantumu."
Kuambil kertas tersebut, menatap deretan angka bertinta hitam yang tertulis di sana. Kemudian beralih pada Kyle dan menatapnya dengan haru. "Kyle ... terima kasih banyak. Ini pasti akan sangat membantuku."
Kyle menegakkan badannya bersamaan dengan senyum yang terbit di bibirnya. "Tidak masalah. Kau sudah sangat sering membantuku."
Kyle memberitahuku nama kakaknya sebelum meninggalkan kubikelku. Segera kuketik deretan angka tersebut ke dalam ponselku.
Eric Myers.
Nama itulah yang kini tersimpan di dalam ponselku. Aku pasti akan menggunakannya dengan sebaik mungkin. Kesempatan bagiku untuk tetap bisa mempertahankan karirku sebagai seorang wartawan kembali terbuka lebar.
Liam Wilde, bersiaplah menyambutku ke dalam hidupmu karena aku akan menjadi satu-satunya orang yang berhasil membongkar skandalmu.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Kissed a Billionaire
RomancePertemuan tak terduga antara Shopie Pillsbury dengan billionaire tampan, Liam Wilde mengubah hidup gadis itu menjadi lebih rumit, dan mau tak mau menariknya masuk lebih dalam ke kehidupan sang billionaire. *** Tujuh tahun yang lalu, Shopie Pillsbury...
Wattpad Original
Ada 8 bab gratis lagi