Aku tak berhenti menangis selama dua hari dua malam. Wajahku sudah selayaknya monster. Kedua mata yang membengkak hebat serta kulit yang berubah pucat sudah menunjukkan seberapa frustrasinya aku saat ini. Hidupku seolah berhenti berputar, seperti tak ada hari esok yang harus kujalani.
Liam tidak bercanda. Aku memang dipecat. Angela yang mengonfirmasinya langsung.
Jadi, perkataan orang-orang selama ini benar adanya. Jangan berani mencari masalah dengan Liam Wilde. Sayangnya, posisiku pada saat itu begitu terdesak dan serba salah. Dua langkah yang berbeda nyatanya sama-sama merugikanku. Kalau tahu pada akhirnya aku akan tetap dipecat, aku mungkin tidak akan sudi berurusan dengan Liam. Pria itu sangat merepotkan. Bahkan, sampai detik ini pun aku merasa jika Liam masih berkeliaran di sekitarku.
Aku mengusap wajahku sembari mengembuskan napas panjang sebelum membawa tubuhku pergi dari atas ranjang. Langkahku berjalan menuju ruang tengah. Hanya sepi yang kudapat. Dan itu semakin membuatku merasa kesal dengan hidupku sendiri.
Keluarga yang berantakan sudah cukup membuat mentalku terganggu. Kini, harus ditambah lagi dengan aku yang kehilangan pekerjaan. Oh, bukan cuma itu saja. Pemecatan sepihak yang kuterima membuatku di-blacklist dari perusahaan mana pun. Angela benar-benar kejam. Padahal, wawancaraku dengan Liam yang ditayangkan kemarin berhasil mendapatkan rating tertinggi. Wanita itu sangat tidak tahu terima kasih.
Tak ada yang menarik di ruang tengah. Televisi yang semula berada di sana, kini sudah tak tampak wujudnya. Ibuku menjualnya seminggu yang lalu. Uang hasil penjualannya tentu saja digunakan untuk berjudi.
Hal yang sama pun terjadi ketika aku membuka kulkas. Kosong. Beberapa stok minuman bersoda yang biasa menjadi temanku begadang pun sudah habis.
Ya, Tuhan! Aku tampak menyedihkan sekali saat ini.
Dengan sisa-sisa tenaga yang kumiliki, aku berinisiatif untuk berbelanja. Kugunakan pakaian seadanya dan sedikit polesan make up di wajah agar orang-orang tak berteriak saat melihatku, lalu bergegas meninggalkan apartemen.
Tubuhku terasa lemas karena selama dua hari ini aku tidak keluar rumah sama sekali, tetapi udara sore ini benar-benar bagus. Angin sepoi-sepoi membelai wajahku dan menerbangkan helaian rambutku, membuat tubuhku sedikit lebih bersemangat.
Sembari mendorong troli, aku berkeliling di rak bahan-bahan dapur dan snack. Aku akan mulai memasak setelah ini. Selain untuk berhemat, aku juga memiliki banyak waktu luang sebelum mendapatkan pekerjaan baru.
Semua kebutuhan sudah masuk ke dalam troli. Setelah merasa cukup, aku pun bergegas pergi ke kasir untuk membayarnya. Cukup banyak barang-barang yang kubeli kali ini.
"Maaf, Nona, kartu Anda tidak dapat digunakan," ujar sang kasir.
Aku mengernyitkan keningku. Kulayangkan tatapan seolah-olah hal itu tidak mungkin terjadi. Aku ingat sekali jika sisa uang yang kumiliki cukup untuk membeli semua yang masuk ke dalam troliku.
Untuk meyakinkanku, kasir berambut pirang tersebut mencoba sekali lagi dengan disaksikan langsung olehku. Dan benar katanya, kartuku tidak dapat digunakan.
"Tetap tidak bisa, Nona. Apa ada kartu yang lain atau mungkin uang tunai?" Dia mengembalikan kartu tersebut kepadaku.
Aku mencoba untuk tetap tenang dan berharap menyimpan beberapa lembar dolar di dompetku. Namun, hasilnya nihil. Dolar yang kumiliki tak bisa membayar seluruh belanjaanku, separuhnya pun tidak.
"Bagaimana, Nona?" Kasir tersebut tampak tak sabar. Pasalnya ada beberapa orang yang sedang mengantre di belakangku.
Aku sudah berniat untuk meminta maaf, tetapi seseorang tiba-tiba saja menerobos antrean dan menyelaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Kissed a Billionaire
RomancePertemuan tak terduga antara Shopie Pillsbury dengan billionaire tampan, Liam Wilde mengubah hidup gadis itu menjadi lebih rumit, dan mau tak mau menariknya masuk lebih dalam ke kehidupan sang billionaire. *** Tujuh tahun yang lalu, Shopie Pillsbury...
Wattpad Original
Ada 2 bab gratis lagi