BAB 8: Konser

22 6 0
                                    

BAGIAN SEMBILAN
• Kerinduan-Payung Teduh
"Aku tidak suka keramaian, sangat mengusik. Tapi saat denganmu, atmosfirnya menyerap dan hilang. Yang ada, atmosfir antara aku dan kamu saja,"
-Rizky Samudera Ardana.

***
Saat jam istirahat tiba, aku sedang membaca buku yang diberikan oleh sepupuku. Menarik sekali, sebuah karya tulis dari musisi sekaligus penulis yang merangkai kata-katanya dengan sangat apik, dan aku menyukainya. Sangat menyukainya.

Aku sedang duduk di tempat dudukku, lalu ada seseorang yang menghampiriku dan duduk tepat di depanku saat aku membaca buku, aku mengintip sedikit siapa yang melakukannya. Itu Samudra, manis sekali. Dia selalu membawa kejutan yang tidak terduga.

"Aresha?" ucapnya padaku.
Akupun menoleh dan menjawab "Iya?"
"Mau tidak?" ajaknya menggantung.
"Mau apa Sam?" tanyaku balik padanya.
"Aku ada tiket konser dua, ada Fiersa Besari, sama  Fourtwnty, kalau kamu mau mari menonton bersama," ucapnya dengan raut wajah tersenyum manisnya. Tuhan, mengapa dia sangat murah senyum sekali, dan tanpa harus dijawab oleh kata-katapun aku sudah menerimanya.
"Tidak apa-apa memang?" tanyaku padanya.
"Aku sengaja memesan ini, untuk menonton bersamamu," ucapnya sambil tersenyum.

Apa? Dia sengaja membeli tiketnya? Aku sungguh tidak percaya semesta, bagaimana mungkin dia menurunkan laki-laki satu ini yang penuh kejutan dan penuh keistimewaan ini? Aku tidak mengerti. Dia terlalu baik, baik sekali.

"Kalau kamu mau, aku tunggu hari ini pulang sekolah di parkiran ya, kali ini aku bawa motor. Supaya dapat menikmati momen perjalanannya, terimakasih Aresha, kutunggu ya," ucapnya dengan panjang lebar sambil melambaikan tanganku lalu dia pergi menuju bangkunya kembali.

Menonton konser musisi favorit? Dengan dia? Aku mimpi apa semalam? Jujur, dia sangat penuh kejutan sekali semesta, dia selalu mempunyai cara bagaimana aku harus bahagia di tempatku.

Hani yang melihatku terus tersenyum tanpa sebab, sempat bertanya dan mengatai aku gila.
"Sha kenapa sih?" tanya Hani dengan ekspresi yang membingungkan.
"Nggak apa-apa," jawabku sambil tertunduk.
"Apa-apa itu cerita, punya kebahagiaan ceritain. Nggak baik bahagia di sembunyi-sembunyiin," ucapnya dengan nada awkward. Dan aku ingin tertawa keras saja rasanya, namun ya rasanya tidak mungkin juga.

"Samudra ngajak ke festival kampus gitu, ada Fiersa sama Fourtwnty," ucapku dengan malu-malu padanya.
"SERIUS?" ucap Hani dan Shane yang baru datang secara bersamaan.
Aku hanya mengganguk dan itu jawabanku, ya.
"Masa sih? Samudra yang dulu jarang banget ngomong sama cewek. Ya suka sih cuman sewajarnya aja, ngajak cewek buat ke konser? Aku gak nyangka banget, Sha. Kayaknya kamu orang pertama deh yang dia bawa," ucap Shane dengan terkagum-kagum. Secuek itukah dia? Memang sih saat pertama melihatnya, wajahnya sungguh dingin namun menyimpan sesuatu yang berkesan saat aku bertemu dengannya.

"Yang aku tahu, saat perkenalan kalo ngobrol biasa dia suka senyum sama tertawa. Dia ramah atau cuek sih?" tanyaku pada Shane.
"Ya fix sih, ngobrol sama aku aja nggak sampai begitu," jawab Shane.
"Kamu tau gak Shane?" tanya Hani pada Shane.
"Dia pernah diantar pulang, sama Samudera," ucapnya dengan pelan kepada Shane, dan dijawab dengan ekspresi kaget.
"Dia dingin banget sih dulu. Asli Sha, dia beda sama kamu," ucap Shane dengan nada yang berlebih.
"Yaudah, good luck ya. Semoga lancar deh date pertamanya," ucap Shane lagi sambil mengedipkan mata.
"Date? Ini cuman menonton, lagian dulu jug-," ucapku terhenti ketika aku tak sengaja akan mengatakan aku pernah menonton film bersamanya.
"Dulu juga apa hm?" tanya Hani dengan nada introgasi.
"Iya deh, pernah nonton film," ujarku malas.
Keduanya tak menjawab, malah masih dengan wajah terkejutnya.

Surat untuk SamuderaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang