BAGIAN 8

931 31 0
                                    

Pagi baru saja menyingsing. Matahari belum lagi bersinar penuh. Di sebuah padang rumput yang tidak begitu luas, terlihat Pendekar Rajawali Sakti tengah memadamkan api unggun bekas semalam. Di sekitarnya berserakan tulang-tulang ayam hutan dan kelinci bekas santapannya bersama Ayu Nerang. Pemuda berbaju rompi putih itu melirik Ayu Nerang yang masih melingkar di atas tumpukan daun kering sambil memeluk lututnya.
"Ayu..., bangun. Sudah siang..," Rangga menepuk-nepuk punggung tangan gadis itu.
"Ehhh...," Ayu Nerang menggeliat.
Sebentar gadis itu menggeliat-geliatkan tubuhnya. Dikucek-kucek matanya, kemudian bangun duduk. Sepasang bola matanya mengerjap, membiasakan dengan sinar matahari yang menghangati alam ini. Bibirnya tersenyum melihat Rangga duduk di sampingnya.
"Enak tidurmu semalam, Ayu?" tanya Rangga.
"Dingin," sahut Ayu.
"Ha ha ha...! Tidur di alam terbuka memang seperti ini, Ayu. Lain kalau tidur di kamar istana."
"Huuu..., Kakang. Ayu kan tidak ingin lagi pulang ke istana," Ayu Nerang memberengut.
"lya..., iya. Aku tahu. Lalu, sekarang kau mau ke mana?" tanya Rangga.
"Aku tidak tahu. Pokoknya jangan bawa aku ke istana," agak merengek nada suara Ayu Nerang.
Rangga merengkuh pundak gadis itu ke dalam pelukannya. Ayu Nerang memang sudah menceritakan semua yang terjadi. Hati Pendekar Rajawali Sakti merasa iba melihat nasib yang diderita gadis kecil ini. Kehidupannya harus terlunta-lunta akibat keserakahan pamannya. Dan sebenarnya Pendekar Rajawali Sakti itu juga tidak ingin menyerahkan Ayu Nerang pada Prabu Cakraningrat. Bahkan ingin pula membebaskan Prabu Natayuda dari dalam penjara.
Saat Rangga baru saja bangkit berdiri, mendadak bermunculan orang berpakaian hitam. Seketika itu juga Ayu bergegas berdiri, dan berlindung di belakang Pendekar Rajawali Sakti itu. Rangga bergumam pelan seraya merayapi sepuluh orang berpakaian serba hitam itu. Rangga tahu betul bahwa mereka adalah Kaum Pemuja Setan dari Lereng Gunung Antang.
"Sudah kuduga, kau pasti bersama calon Ratu Lereng Gunung Antang," ujar salah seorang yang sudah tua.
Sepuluh orang Kaum Pemuja Setan itu langsung berlompatan mengepung Pendekar Rajawali Sakti dan Ayu Nerang.
"Bagus! Kalian telah berkumpul di sini. Itu berarti tidak perlu repot-repot menepuk dua lalat!" ketus nada suara laki-laki tua berbaju hitam yang berada tepat di depan Rangga.
"Kakang, jangan biarkan mereka membawaku. Aku tidak mau lagi disuruh makan daging mentah dan minum darah," tegas Ayu Nerang dari balik tubuh Pendekar Rajawali Sakti.
“Tenanglah, Ayu. Kau tidak akan kembali pada mereka," bujuk Rangga menenangkan.
Pendekar Rajawali Sakti itu berpaling menatap kuda hitam yang kelihatan tenang merumput di bawah sebatang pohon beringin. Kemudian pemuda berbaju rompi putih itu bersiul pendek. Kuda hitam itu meringkik keras sambil mengangkat kepalanya. Sungguh luar biasa! Sekali lompatan saja, kuda itu sudah di samping Rangga.
Bergegas Rangga membantu Ayu Nerang naik ke punggung kuda hitam yang bernama Dewa Bayu itu. Kini dia segera bersiap-siap menghadapi sepuluh orang dari Kaum Pemuja Setan yang sudah mengepung rapat siap menyerang.
"Hitam, jaga Ayu Nerang baik-baik," pesan Rangga pada kuda hitam itu. Dewa Bayu meringkik seraya mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Berpeganganlah yang kuat, Ayu."
"Baik, Kakang."
Rangga menepuk leher kuda hitam itu tiga kali. Seketika Dewa Bayu meringkik keras sambil mengangkat kaki depannya tiriggi-tinggj ke atas. Kalau saja Ayu Nerang tidak cepat-cepat berpegangan kuat-kuat, mungkin sudah terlempar jatuh. Dan belum juga rasa terkejut Ayu Nerang hilang, tiba-tiba saja Dewa Bayu sudah melompat bagai kilat melewati kepala salah seorang yang mengepung itu. Dan tanpa diduga sama sekali, dihentakkan kaki belakangnya, begitu kaki depannya menyentuh tanah. Bughk!
"Hegk!" orang itu mengeluh pendek.
Sepakan kuda hitam itu demikian keras, sehingga orang berbaju hitam itu terjungkal keras mencium tanah. Tentu saja kejadian yang tidak terduga ini membuat yang lain terkejut. Terlebih lagi saat melihat orang itu tidak bangun-bangun lagi, menelungkup di tanah berumput tebal. Tampak ada dua lubang pada punggungnya bagai tertembus senjata. Darah mengalir deras dari lubang di punggung itu.
"Setan keparat! Monyet..! Seraaang...!" umpat laki-laki tua berambut putih itu seraya memerintah.
Kini tinggal sembilan orang pemuja setan itu yang hidup, dan langsung beriompatan menyerang Enam orang mengeroyok Rangga, dan tiga orang lainnya menyerang Dewa Bayu dengan Ayu Nerang berada di punggungnya.
Rangga yang sudah bersiap sejak tadi, tidak tanggung- tanggung lagi. Langsung dikeluarkan jurus-jurus dari lima rangkaian jurus 'Rajawali Sakti' yang sangat dahsyat .Terlebih lagi, Pendekar Rajawali Sakti itu sudah menyempurnakannya. Bahkan sudah dapat menggabungkan dan membuat bermacam-macam kombinasi.  Sehingga dari lima jurus andalan 'Rajawali Sakti', bisa didapatkan begitu banyak jurus yang sangat dahsyat dan mematikan.
Meskipun Rangga bertarung tanpa mempergunakan senjata, namun bagi enam orang pemuja setan itu tidak mudah untuk mendesaknya. Bahkan jadi kewalahan menghadapi serangan-serangan Pendekar Rajawali Sakti yang begitu dahsyat. Setiap pukulannya mengandung hawa panas disertai hembusan angin kencang yang membuat mereka menjadi kehilangan keseimbangan saat berusaha menghindar.

31. Pendekar Rajawali Sakti : Kaum Pemuja SetanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang