[23/30] The Way You Look The World

171 12 0
                                    

GRAYN adalah pria berusia akhir enam puluhan. Ia duduk di meja makan dengan segelas teh hijau yang asapnya masih mengepul, menunggu teman seusianya yang berkata akan datang sebentar lagi. Mereka memang memiliki janji temu di akhir pekan.

Ia tersenyum hangat kala temannya datang menyapa dan duduk di seberang kursinya. Grayn memperhatikan wajah temannya itu yang dipenuhi flek hitam dan keriput. Ia menuangkan teh di cangkir Brooklyn, nama wanita itu.

"Tehnya masih hangat," ujar Grayn.

Mereka sering bertukar cerita tentang apa saja yang terjadi selama satu minggu tak berjumpa. Meski tinggal di kawasan pinggiran, keduanya tidak pernah melewatkan waktu berbagi kabar. Hari ini, Grayn yang memulai cerita.

"Dulu sekali, ketika aku masih remaja, aku memiliki cita-cita mengubah dunia menjadi lebih baik. Aku berpikir, alangkah bahagianya jika tidak ada peperangan, manusia hidup berdampingan satu sama lain tanpa perlu merasa iri hati dan dengki, atau bertikai karena kota yang satu kurang sejahtera dengan kota yang lain.

"Ketika aku beranjak dewasa dan mulai kuliah, aku disibukkan dengan kerja paruh waktu yang membatasi kebebasanku. Kupikir saat itu, mengubah dunia adalah hal yang sulit. Mungkin lebih baik aku memulai dengan mengubah negaraku dengan mempelajari banyak hal tentang politik, sosiologi, dan ilmu penting lainnya.

"Aku bertemu dengan Rosemary, jatuh cinta, dan kami menikah. Aku tidak memiliki waktu untuk mengubah negara di masa itu. Aku harus hidup menafkahi dua bayi kami, bekerja larut malam untuk memenuhi kebutuhan hidup. Aku dan Rosemary terlalu sibuk untuk peduli satu sama lain pada akhirnya. Waktuku berputar dan aku menyerah untuk mengubah negara. Sebab pikirku, aku mungkin bisa memulainya dengan lebih memperhatikan keluargaku. Menjadi seorang ayah dan suami yang membina keharmonisan dalam keluarga.

"Sekarang saat usiaku enam puluh tahun, aku terlambat menyadari apabila aku terlebih dahulu mengubah diriku, mungkin aku akan memberi pengaruh baik pada keluargaku. Keluargaku mungkin bisa memperbaiki negaraku, dan mungkin saja kami bisa mengubah dunia."

Grayn mengakhiri ceritanya dengan senyum, menyeruput teh hijau. Ia menoleh memperhatikan senja, menyesali waktunya yang terbuang sia-sia.

 Ia menoleh memperhatikan senja, menyesali waktunya yang terbuang sia-sia

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

FILTHY THIRTY - DAY 23 - Buat tulisan dengan tema "Mengubah dunia"

Submitted 475 Words

Apa pendapatmu tentang chapter ini?

Ini adalah kisah retelling sederhana dari puisi berjudul I Wanted to Change The World.

When I was a young man, I wanted to change the world.

I found it was difficult to change the world, so I tried to change my nation.

When I found I couldn't change the nation, I began to focus on my town. I couldn't change the town and as an older man, I tried to change my family.

Now, as an old man, I realize the only thing I can change is myself, and suddenly I realize that IF long ago I had changed myself, I could have made an impact on my family. My family and I could have made an impact on our town. Their impact could have changed the nation and I could indeed have changed the world.

- Unknown Monk 1100 A.D. -

VOTE. COMMENT. SHARE.

• MosaicRile.com/writer •

FILTHY THIRTYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang