[4/30] Escape Reality

2.3K 55 10
                                    

Tiga.

Dua.

Satu.

Plop!

Ah, ayolah menghilang! Gladis menggerutu dalam diamnya.

Dia menyentakkan sebelah kaki ke tanah, tidak ada bunyi berdebum yang cukup keras agar dua gadis yang sedang bergosip itu terkejut. Berkali-kali dia mencoba, dia tidak akan bisa menghilang. Dia tidak tahu sulap jenis apa yang bisa dipelajari agar tidak terjebak di situasi sulit.

Hari ini seharusnya tepat seratus hari jadian dengan Warren. Cowok keren blasteran Indo-Rumania, kapten basket, juara Olimpiade, serta punya segudang kelebihan untuk dipuja. Warren pacarnya, tapi itu dulu.

Gladis mengamati cowok itu dari jauh. Dia rindu melihat senyuman Warren yang ditujukan padanya, bagaimana Warren mengacak rambut dan menarik hidungnya, genggaman hangat tangan Warren. Semua yang dilakukan Warren membuatnya terpikat.

Sore ini, Gladis mengenakan rok terusan berwarna merah jambu, mengepang rambut, hingga tanpa berkaca pun Gladis tahu Warren akan menyukai penampilannya.

"Hei! Sini!" Suara Warren berteriak ke arahnya.

Gladis terkejut sampai nyaris tersandung. Dia kembali sadar dari lamunan dan lupa kalau tadi dia sedang latihan menghilang.

Aku?

Gladis mengarahkan jari telunjuk tepat di depan hidungnya sendiri.

"Sebentar," suara di belakang Gladis terdengar manja, seperti bunyi cicitan tikus kejepit pintu.

Gladis tertunduk lesu. Tentu saja bukan dia yang dipanggil Warren. Karena itulah Gladis ingin menghilang saja, sedekat apapun keberadaannya di dekat Warren, yang cowok itu lihat sekarang hanya Livia, si pacar baru Warren.

Livia berjalan setengah melompat ke arah Warren, kemudian cowok itu menyambut Livia dengan pelukan hangat. Gladis membuang muka. Meskipun sudah merelakan agar Warren bahagia bersama Livia, tapi Gladis sungguh terluka.

Sekarang Warren dan Livia pergi menonton film di bioskop, berjalan-jalan di mall, suap-suapan es krim vanilla yang sangat Gladis sukai, dan banyak kegiatan lainnya. Gladis lelah mengendap-endap untuk mengikuti kedua pasangan itu berkeliling tanpa ketahuan.

Gladis memilih tidak sembunyi, berjalan mendekati mereka, satu langkah lagi lebih dekat dengan keduanya, tetapi Warren dan Livia tidak terusik. Berada di dekat Warren membuat kulit Gladis seolah tersengat listrik. Pasangan itu bahkan tidak meliriknya sama sekali, menyadari kehadirannya pun, tidak.

Gladis terus-menerus diingatkan oleh peristiwa beberapa waktu lalu. Saat itu Warren menggandeng tangannya untuk menyebrangi jalan raya. Kehangatan itu rasanya masih tersisa di telapak tangan Gladis yang pucat. Sebuah lori datang dari arah berlawanan, bagaikan kilat cepatnya hingga yang Gladis tahu adalah mendorong Warren jauh-jauh, dan merasakan dirinya terhempas, melayang, dan tergeletak di atas aspal. Saat itulah terakhir kali dia merasakan detak jantungnya sendiri, juga terakhir kali Warren mampu melihat dirinya.

Gladis menepuk-nepuk dadanya, berusaha menenangkan diri. Matanya yang sayu menatap punggung Warren.

"Livia?" panggil Warren. Cowok itu menghela napas. "Kamu senang hari ini?"

Livia mengangguk bersemangat.

"Ah...," Warren mendesah. Digenggamnya tangan Livia. "Maaf, ya? Aku selalu memikirkan Gladis setiap kali bersama denganmu. Agak sulit melupakannya. Aku ...? mau ke makamnya hari ini, kamu mau ikut?" ujar Warren pelan.

Livia tidak menjawab. Gladis menendang kerikil dengan sepatunya, kerikilnya diam saja. Dia tidak ingin menjadi bayang-bayang. Dia ingin memberitahu Warren kalau dia ada di sini.

Tiga.

Dua.

Satu.

Lihatlah aku, Warren!

Tidak terjadi apa-apa. Warren berjalan menjauhi dirinya dan Livia, semakin lama semakin jauh.

Gladis meraung frustasi. Ketika dia tahu Warren benar-benar merindukannya, Gladis tak ingin menghilang lagi, dia ingin terus berada di samping Warren, dia ingin Warren bisa melihatnya.

Seandainya saja... dia tidak meninggal.

FILTHY THIRTY - DAY 4 - karya yang melibatkan hitungan mundur

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

FILTHY THIRTY - DAY 4 - karya yang melibatkan hitungan mundur

Submitted 555 Words

Trying to write teenfic.

Apa pendapatmu tentang chapter ini?

Kayak enggak masuk tema, tapi nulisnya lima belas menit karena dikejar kuda.

Semoga besok lebih baik. Hahaha.

Tadinya mau nulis cuplikan HEARTbeat yang enggak ada di novel dalam hitungan mundur, tapi ... aku masih dikejar kuda. //nggak jadi, tunggu timing nulisnya pas aja.

VOTE. COMMENT. SHARE.

• MosaicRile.com/writer •

FILTHY THIRTYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang