Being a Boy - 11

1.7K 211 17
                                    

Pintu diketuk. Tamu sedikit terdengar lemas dari suara ketukan.

Yoongi sudah bisa menebak siapa didepan pintunya itu, dan sangat tahu siapa objek masalahnya kali ini.

Namun kali ini rasanya Yoongi sedang malas membuka pintu untuk siapapun termasuk Jimin. Rasanya ia terlalu... Lelah.

Hari ini ia tidak masuk kerja, ia merasa tidak enak badan. Kalian bisa menebak apa dan siapa penyebab dari rasa sakit pada tubuhnya, serta memar pada wajahnya.

Yoongi ingin mengatakan kalau Jimin adalah pria paling brengsek didunia. Tapi, ia juga sama brengseknya seperti Jimin. Ia menawarkan diri untuk menjadi pelampiasan dalam hal apapun.

Egois.

Menipu orang yang ia cintai dengan alibi 'lampiasan' pada dirinya sendiri agar Jimin mau menyentuhnya tanpa ada hubungan apapun.

Harusnya Yoongi mengatakan bahwa dirinya menyukai Jimin sejak lama sekali. Harusnya Yoongi berusaha untuk membuat Jimin jatuh hati padanya.

Namun sama halnya dengan Jimin pada Taehyung, mereka sama-sama bodoh telah menyia-nyiakan waktu. Waktu mereka habis hanya karena perasaan takut, takut, takut, takut, takut dan takut akan penolakan--walau faktanya mereka memang akan tetap ditolak.

Yoongi meyakini diri sendiri bahwa Jimin akan menolaknya karena Jimin menyukai Taehyung sejak lama sebelum Yoongi mengenal Jimin. Dan Jimin menyembunyikan perasaannya selama belasan tahun karena tahu sejak dulu Taehyung tidak menyukai lelaki.

Namun sekarang dengan kondisi Taehyung yang menyukai Jungkook, Direktur gagah dari perusahaan mereka bekerja atau magang, Jimin dan Yoongi ikut hancur.

Jimin hancur dengan fakta hubungan Taehyung bersama Jungkook. Yoongi hancur oleh amarah Jimin. Ia sakit bila Jimin bersedih, dan ia lebih sakit bila Jimin sedih, menangis, marah lalu melampiaskan semua emosi padanya. Entah itu dalam bentuk erotis atau kekerasan.

"Hyung, kenapa kau tidak membuka pintu?"

Tau-tau saja Jimin sudah berdiri dihadapan ranjang dengan manusia yang seharian tidak muncul di kantor dan kini ternyata tengah berbaring diatas ranjangnya dengan selimut membungkusnya.

"Kau bisa buka sendiri, tuh."

Jimin menghela nafas. Niatnya ingin bercerita dan kalau bisa ia ingin menangis setelah mengetahui langsung dari Taehyung bahwa dirinya sudah menjadi milik Jungkook.

Tapi melihat satu-satunya supporter yang ia miliki sedang terlihat lemah seperti ini, ia bisa apa?

"Kau sakit?" Jimin duduk di sisi ranjang dan menempelkan telapaknya pada dahi Yoongi. "Kau panas sekal--" Jimin melotot, teringat apa yang ia lakukan kemarin.

Seketika Jimin menyesal, kemarin ia gelap mata dan kalap bukan main. "Hyung, maafkan aku. Kumohon, tolong maafkan aku. Harusnya kau tidak mengizinkanku untuk memukulmu--ah, kenapa aku malah menyalahkanmu?"

Yoongi menepis tangan Jimin dari dahinya, "Ada apa kau kesini? Bertengkar dengan Taehyung lagi?"

Jimin menggeleng pelan. "Aku menciumnya."

"Kau memang pernah menciumnya sebelumnya, kan?"

"Tapi kali ini aku menciumnya saat Taehyung dalam keadaan sadar penuh." Jimin mengelus rambut Yoongi yang sedikit basah. "Kurasa Taehyung sudah bisa menebak kalau aku menyukainya."

Lagi-lagi Yoongi menepis tangan Jimin dari kepalanya. "Bukannya itu bagus?" Yoongi merapatkan selimutnya, tubuhnya merasa menggigil padahal selimut yang ia pakai sudah cukup tebal. "Apa ada... Masalah lain?" Yoongi menahan suaranya agar tidak terdengar begitu kedinginan.

Trans-G [KookV]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang