[ 𝒫𝑒𝓉𝒶 𝒜𝓃𝑔𝓀𝒶𝓈𝒶 ]
Terkurung dalam sangkar taman ini tak masalah untukku, namun bila bersama dengannya bisa jadi berbeda.
Ia cekatan merawat kelinci-kelinci tersebut dengan kasih sayang, sementara aku bergelut dengan berbagai tanaman.
"Ada yang bisa aku bantu?" tawarnya. Sepertinya, tugasnya memberi makan kelinci sudah selesai. Dengan cepat namun gugup aku menggelengkan kepalaku.
Tak terduga hujan tiba-tiba saja bertamu. Membuat aku yang awalnya berniat untuk pulang menjadi tertuda. Kami tertahan di sini. Iya... aku dan Sang Tuan Mentari.
Kami duduk di kursi yang berada di taman indor ini. Tanpa beradu mulut. Sambil menunggu redanya tangisan langit. Aku kembali teringat ketika ia memanggilku Bulan. Sungguh itu membuatku sangat terkejut.
"Kamu tidak apa pulang lambat?" Tiba-tiba ia melontarkan pertanyaan. Sukses membuatku terkejut. Spontan aku menatap sekitar kami, memastikan kalau-kalau saja dia sedang berbicara pada orang lain. Namun tak ada orang selain aku dan dirinya di sini.
Aku memainkan jariku tak berani menjawabnya bahkan menatapnya.
"Bulan," panggilnya sambil memainkan tangannya di depan wajahku dan sukses membuatku membulatkan mata.
"Oi, Radit! Enggak pulang, ey?" Suara itu membuatnya mengalihkan atensinya.
Dengan cepat aku langsung berlari keluar, menerobos sisa-sisa hujan yang masih menghujam.
Aku bisa mendengar suara teriakan seseorang. Namun aku tetap berlari ditemani langit senja yang indah dengan warna kelabu yang berangsur menjingga.
"Bulan!"
"Bulan? Siapa? Diakan Luna. Laluna Nirmala Narinda."
Hanya menceritakan
Cerita membosankan
Seorang bulan pemiliknya
Tak tahu siapa penikmatnya
KAMU SEDANG MEMBACA
Bulan Pada Mentari
Fanfiction𝓑𝓮𝓷𝓪𝓻𝓴𝓪𝓱 𝓑𝓾𝓵𝓪𝓷 𝓭𝓪𝓷 𝓜𝓮𝓷𝓽𝓪𝓻𝓲 𝓽𝓲𝓭𝓪𝓴 𝓫𝓸𝓵𝓮𝓱 𝓫𝓮𝓻𝓼𝓪𝓷𝓭𝓲𝓷𝓰 ? [ᴘ ʀ ᴏ ᴊ ᴇ ᴄ ᴛ: 𝒫𝑒𝓉𝒶 𝒜𝓃𝑔𝓀𝒶𝓈𝒶]