三 : 𝒮𝑒𝓁𝒶𝓁𝓊 𝒮𝑒𝓅𝑒𝓇𝓉𝒾 𝐼𝓃𝒾

276 67 27
                                    

[ 𝒫𝑒𝓉𝒶 𝒜𝓃𝑔𝓀𝒶𝓈𝒶 ]








Dua hari lalu, aku tak masuk sekolah karena demam akibat menerjang hujan waktu itu. Memang badan ini tidak pernah fit diajak hujan-hujanan.

Maka hari ini aku harus bersabar, menunggu hujan benar-benar mereda.

Aku menunggu hujan reda dengan duduk tenang di kursi sambil memainkan sepatuku pada percikan air hujan yang kini sudah menjadi genangan di tanah. Semakin lama genangan tersebut semakin membesar.

"Luna!" Panggilan itu membuatku menoleh ke arah suara. Tak disangka ia adalah Sang Mentari.

Baru saja kaki ini ingin melangkah, namun sang tuan kini sudah berdiri di depanku. Bagaikan melarangku untuk pergi.

"Anu... itu," ucapnya sambil menggaruk tengkuk kepalanya, "aku minta maaf karena salah memanggil namamu kemarin, pasti itu membuatmu kesal ya? Aku benar-benar minta maaf."

Aku membulatkan mataku dan langsung menggeleng kuat. Cukup kaget atas penuturannya.

"Kamu tidak marah kan?" tanyanya.

Aku kembali menggelengkan kepalaku. Aku sama sekali tidak marah, aku hanya kaget.

"Syukurlah, aku kira kamu marah besar padaku," ucapnya sambil tertawa kecil. Membuatku tak ingin menatapnya lama. Senyumnya tak baik untuk diri ini.

Aku menatap sekitar, berharap hujan akan segera mereda agar aku dapat lari dari suasana yang membuatku gugup seperti ini.

"Tetapi kalau dipikir Luna artinya Bulan kan?"

Semakin lama dengannya membuatku semakin merasa tak layak. Dia sangat ramah sedangkan aku, membalas ucapan seseorang saja aku tak mampu.

Kini aku bernapas lega. Bersyukur begitu harapanku terkabul. Hujan benar-benar sirna dengan cepat aku menundukkan kepalaku sebagai tanda pamit dan berjalan meninggalkannya.

Sang Mentari pasti berpikir aku sangat sombong dan tak ingin lagi berbicara denganku.

Tetapi menurutku itu lebih baik. Biarkan saja seperti itu. Izinkan aku mengagumi dan mengenalmu dari jauh. Tak perlu lebih.



"LUNA! JANGAN SAKIT LAGI YA!"




Suara itu seperti ilusi
Jikalau memang hanya ilusi
Tak membuatku sakit hati
Malah pikir ini
Tambah tak karuan lagi


















Suara itu seperti ilusiJikalau memang hanya ilusiTak membuatku sakit hati Malah pikir ini Tambah tak karuan lagi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hanya menceritakan
Cerita membosankan
Seorang bulan pemiliknya
Tak tahu siapa penikmatnya

Bulan Pada Mentari Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang