Aku kira awan yang menutupi Sang Tuan Mentari akan berangsur hilang tetapi pada nyatanya malah bertambah tebal.
Sedih dibuatnya. Ingin menghibur niatnya. Namun tak kuasa rasanya. Keberanianku tak ada nyalinya.
Hanya melihatnya dari sini sambil duduk tak tenang. Hati ingin menolong namun pikiran terus melarang. Kini hanya doa yang dapat aku panjatkan agar kesedihannya berangsur menghilang.
Aku juga tidak tahu apa yang membuatnya sedih seperti itu. Sampai akhirnya kabat angin terdengar di telingaku.
Radit enggak bisa lanjut lagi katanya, ayahnya tidak begitu suka dia main musik.
Walaupun hanya sebuah kalimat yang disuguhi dengan kata katanya. Namun tidak ada alasan untuk tidak mempercayainya. Perkataan itu keluar dari mulut kawan karibnya.
Tak penah aku duga, ternyata hidup Sang Mentari tak sehangat yang aku rasa. Tidak secerah yang dilihat oleh mata.
Dia seperti mentari tak bercahaya Kehangatannya sirna Dingin yang terasa Aku harap ini tak nyata
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Hanya menceritakan Cerita membosankan Seorang bulan pemiliknya Tak tahu siapa penikmatnya