Sisi Lain

124 10 1
                                    

Jangan salahkan aku akan ini. Salahkan hati, dia yang bertanggung jawab atas rasa yang tak terkendali.

-Fransisca Luina

Happy Reading...

¤ ¤ ¤


"Kan tadi lo dipanggil sama Bu Rini suruh keruangannya!" Dirgam, yang baru saja masuk kelas bersama Alaska juga Daniel langsung berteriak memberikan informasi pada sahabatnya.

Arkan mendongak, menatap Dirgam sebentar lalu kembali membuang muka. Untuk apa guru itu memanggilnya?. Seingat Arkan Bu Rini itu guru Matematika, dan Arkan sama sekali tidak bermasalah dalam pelajaran itu.

Arkan bangkit berdiri, manaruh ponselnya di atas meja dan langsung melenggang pergi tanpa mengucapkan sepatah katapun.

"IYA BRO SAMA-SAMA!" Dirgam berteriak kencang, membuat Daniel yang duduk tepat di sebelahnya hampir terjengkang ke belakang jika saja tangannya tidak langsung di tarik Alaska.

Arkan berhenti tepat diantara pintu masuk kelas, menoleh menghadap Dirgam yang kini sedang menghujaninya dengan sumpah serapah.

"Makasih Mah"

Dirgam cengo, ia memandang Arkan yang kini sudah melenggang pergi. Alaska dan Daniel terbahak, mereka menepuk-nepuk bahu Dirgam dramatis.

"MAH-MAH PALA LO PEANG! LO KIRA GUE ISTRI LO APA HAH!" Dirgam melempar segala benda yang ada di atas meja, walaupun sebenarnya benda itu sama sekali tidak akan mengenai orang yang sedang mebuatnya kesal setengah mati.

Tapi sepertinya hari ini dunia sedang ingin menistakan seorang Dirgam Barie Kusuma, ponsel yang Arkan taruh di atas meja juga menjadi sasaran kekesalan Dirgam.

Dengan enteng lelaki itu melempar ponsel berlogo buah tersebuat ke depan. Membuat ponsel itu pecah akibat benturan yang tiba-tiba.

Daniel dan Alaska membeku, kedua mata Dirgam terbuka hingga bukaan maksimal. Lalu tanpa di duga. Wira, salah satu teman sekelasnya memasuki kelas tanpa berat hati, tidak sadar bahwa kelakuannya berhasil membuat jantung Dirgam mendadak pindah ke kaki.

Dengan santai Wira berjalan, hingga akhirnya kedua kakinya berhenti melangkah saat merasakan sesuatu yang remuk di bawah telapak kakinya yang terbalut sepatu hitam legam.

Wira melihat sebuah ponsel yang sudah hancur di lantai, lalu pandangannya beralih pada meja terdepan yang dihuni oleh Dirgam, Daniel dan Alaska.

Tatapan mereka beradu selama beberapa detik, wajah kaget Wira yang didominasi ketakjuban atas hal yang ada di bawah kakinya membuat lelaki itu merasa seperti sedang berada di alam mimpi.

Lalu dari arah pintu masuk kelas, Refan berjalan ke arah Wira yang masih mematung. Ia sudah biasa datang ke kelas itu hingga tak merasa canggung.

Dari belakang, Chandra menyusul. Lelaki itu berlari karena sedang dikejar Liam sebab sudah menghabisi makanan favorit nya di kantin tadi.

Karena Chandra kalau lagi jalan liatnya suka pakai mata kaki, jadilah ponsel yang masih tergeletak dengan santai di lantai tertendang oleh kaki Chandra dengan mulus.

Ponsel itu meluncur dengan dramatis, hingga akhirnya berhenti karena menabrak dinding pojok kelas.

Chandra dan Liam yang sedang asik kejar-kejaran kini saling tatap, tidak ada yang bersuara karena masih berada di alam keterkejutan.

Dirgam berdiri dari duduknya, kedua matanya menatap naas ponsel Arkan yang sudah hancur nyaris tak berbentuk. Kini nyawa nya sedang jadi bahan taruhan.

Not MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang