9 || Insiden

1.7K 137 3
                                    

Suara dentuman yang cukup keras sontak menghentikan jalannya latihan. Perhatian mereka seketika tertuju pada sosok yang terduduk di lapangan.

"Kaffa!" seru Zibran yang langsung berlari memasuki lapangan dengan panik.

"Kaffa," panggil Zibran berjongkok di hadapan Kaffa yang tertunduk memegangi kakinya.

"Saya enggak sengaja, Pak!" Eril berucap keras membela diri akan tatapan tajam Zibran yang seolah menghakimi. Ia tidak sengaja melakukannya, ia pun tidak menyangka bila Kaffa akan terjatuh hanya karena bersenggolan dengannya saja.

"Kamu makanya tenang kalau main!" sentak Firza yang berada di samping Kaffa dan membantu anak itu berdiri, membawanya ke sisi lapangan, meninggalkan kerumunan di sana bersama Zibran yang tidak mengatakan apa pun membuat Eril mendengkus kesal akan sikap kapten dan pelatihnya.

"Tuh anak ngelunjak!" geram Eril yang jengah melihat ketiganya.

***

"Pelan-pelan," ujar Firza, membantu  Kaffa duduk pada kursi yang ada di sisi lapangan.

"Kita ke UKS saja." Zibran menatap cemas Kaffa yang hanya diam saja, tanpa keluhan apa pun. "Kaf," panggilnya menggengam tangan putranya.

"Aku enggak apa-apa, Pak. Aman kok." Kaffa yang pada akhirnya menanggapi. Ia mengulum senyum menatap Zibran dan Firza yang nampak khawatir.

"Apanya yang baik? Kamu pucat gitu," kata Zibran menatap wajah Kaffa yang pias membuatnya benar-benar  khawatir, ia tidak lupa tatapan kosong Kaffa tadi.

"Bapak berlebihan, jatuh kayak tadi itu mah enggak ada apa-apanya." Kaffa tertawa, ia pun perlahan bangkit dari duduknya dan menggoyangkan kakinya "Aman, kan?"

"Jangan buat kami cemas, bodoh!" ucap Firza dengan ketus pada Kaffa yang telah membuatnya cemas melihat Kaffa tadi.

"Kalian saja yang berlebihan, aku tidak apa-apa juga," ujar Kaffa yang kemudian berniat berlari meninggalkan keduanya, bergabung dengan timnya yang kembali melanjutkan latihan.

Namun, belum sampai cukup jauh ia melangkah tangannya justru ditarik oleh Zibran yang membawanya kembali duduk di kursi cadangan. "Kamu istirahat  saja," ucap Zibran menepuk pundak Kaffa.

"Tapi-"

"Nurut, atau aku seret pulang!" sergah Firza membuat Kaffa mendengus kesal.

"Coba aja kalau berani!" balas Kaffa dengan nada tak kalah menantang. Ia tahu kalimat ancaman itu hanyalah isapan jempol belaka yang Firza ucapkan.

"Sudah, kalian ini," lerai Zibran, "kamu balik ke lapangan, biar anak ini Bapak yang jaga di sini." Firza mengangguk dan kembali bergabung di lapangan.

"Pak ...."

"DBL tinggal seminggu lagi, mau enggak bisa ikut?"

"Tapi aku enggak apa-apa, Kak. Jatuh kayak tadi saja, kenapa berlebihan gini?"

"Karena kita tidak mau kamu kenapa-napa." Kaffa bungkam setelahnya, kalimat dan sentuhan Zibran pada puncak kepalanya membuat Kaffa akhirnya menurut.

Zibran kini di samping Kaffa, memberikan sebotol air mineral pada putranya. "Kakimu benar baik-baik saja?" tanyanya menatap Kaffa.

"Iya, Pak," jawab Kaffa yang kemudian menatap teman-temannya yang berlatih di sana. Menjelang DBL yang akan memasuki babak penyisihan membuat tim mereka memang berlatih lebih giat dari biasanya agar dapat kembali mendapat gelar juara kembali seperti tahun lalu.

A Little Hope (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang