Ia kembali menambah kecepatan laju motornya. Zibran saat ini tengah berburu dengan waktu, mengejar Firza yang telah berhasil membuatnya mendengar isak tangis Kaffa. Putranya tak menjelaskan apa pun, ia hanya diminta untuk menyusul Firza dan memastikan bahwa anak itu akan baik-baik saja dan membawanya kembali.
Zibran mengerutkan keningnya dalam begitu laju kendaraannya terhenti. Mobil Firza yang ia kejar dengan susah payah kini berada di depan sebuah rumah, tanpa mematikan mesin mobilnya Firza tampak tergesa keluar begitu saja lalu membuka pintu rumah tersebut tanpa ijin.
Apa yang dilakukan Firza membuat Zibran bingung, bergegas ia pun segera berlari menyusul sahabat putranya tersebut. Dan apa yang ia dapati di dalam sana benar-benar membuatnya terkejut melihat Firza melayangkan tinjuan pada seorang pemuda yang telah terjatuh di lantai.
"Apa yang Kau lakukan, hah!"
Zibran membelalak, matanya melebar melihat tubuh Firza terjerembab ke lantai dengan kasar setelah menerima tinjuan dari seorang pria yang berada di sana usao mengcengkram kerah baju Firza, menghalangi Firza terus menyerang pemuda yang terkapar di lantai.
Zibran dengan segera berlari menghampiri Firza, menahan pria itu sebelum kembali melayangkan tinjunya pada Firza. Ia menggenggam kepalan tangan pria tersebut dengan erat, nyaris saja wajah Firza kembali memar.
"Saya minta maaf, tapi tolong untuk kita bicarakan baik-baik," kata Zibran pada pria di hadapannya.
"Ayah."
Zibran mengalihkan pandangannya pada pemuda yang kini berada dalam rengkuhan wanita yang tadi memekik melihat aksi Firza. Pemuda tersebut menggenggam tangan pria di hadapannya dengan erat seakan meminta pria itu untuk tenang.
"Dito?"
Anggukkan pelan menjawab pertanyaan Zibran, membuat ia semakin bingung dan penasaran akan hal apa yang telah terjadi. Mengapa Firza sampai melakukan hal seperti ini? Alasan apa hingga membuat Firza menyerang teman sekelas Kaffa?
"Dia yang telah membuat Kaffa seperti ini."
"Apa?" Zibran memekik, menatap tak percaya pada kalimat yang baru saja Firza katakan dengan penuh penekanan.
"Bisa jelaskan semuanya dengan tenang? Aku tidak mengerti apa yang terjadi sampai Kak Firza tiba-tiba datang menyerang, lalu apa yang terjadi dengan Kaffa?"
"Kau-"
"Firza!" sentak Zibran menyela Firza yang berteriak. Ia menggenggam tangan pemuda tersebut dengan erat, "kita bicarakan baik-baik," ucapnya.
Suasana tegang sarat akan emosi pun tak terelakkan. Tatapan tajam ayah Dito tertuju pada Firza maupun Zibran, tampak jelas kemarahan dari pria tersebut.
Firza pun tak kalah tajam menatap Dito penuh amarah, tangannya terkepal erat dalam genggaman Zibran yang tak melepaskannya sejak tadi. Sementara ibu Dito tampak cemas.
"Jadi apa alasannya?" tanya ayah Dito memulai percakapan. Suaranya yang tegas dan tatapan tajamnya membuat Zibran bekerja keras untuk dapat tenang.
Zibran mengeratkan genggamannya pada Firza, ditatapnya pemuda itu lekat lalu mengangguk pelan. Menyuruh Firza untuk menjelaskan apa yang terjadi.
Firza mendengkus kasar, ia menatap tajam pada Dito yang berada tepat di hadapannya. "Karenamu Kaffa harus kehilangan mimpinya, karenamu dia harus ...."
Belum sempat kalimatnya terhenti Firza telah menumpahkan tangisnya. Ia tak sanggup menahan air matanya bila mengingat Kaffa, apa yang dialami Kaffa saat ini benar-benar membuatnya hancur. Ia terluka mendengar vonis tersebut, hatinya sakit melihat Kaffa berpura-pura tegar menerima segalanya. Orang lain mungkin tak dapat melihat kehancuran Kaffa dengan senyum anak itu, tapi hal tersebut tidak berlaku untuknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Little Hope (End)
General FictionHarapnya tidak banyak. Mimpinya tidaklah besar, serta angannya sederhana. Ia tak banyak meminta. Satu harapnya, hanya ingin bersama seseorang yang telah ia rindukan. Cover By: @Ramviari.