Tired

60 4 0
                                    

Terpejam bukan berarti aku buta




"Ayah..."

Bibirnya terasa terkatup tak bisa mengucap. Ia meneguk lidahnya kasar tanda kegugupan tengah ia alami saat ini. Memikirkan apa yang akan ia katakan pada ayahnya pun tak terpikirkan olehnya.

Sebelumnya ia memang berencana mengatakan kepada ayahnya, kalau Rehan mengalami kecelakaan. Ia bahkan berniat menjadi orang yang bertanggung jawab tentang keadaan Rehan selama di rumah sakit nanti. Tapi itu bukan sekarang, ia masih belum memantapkan hatinya menghadapi kemarahan ayahnya.

Ayahnya perlahan melangkah mendekat, setelan jas lengkap masih membalut badannya. Ia pikir ayahnya tidak sempat untuk pulang sekedar untuk mengganti pakaiannya. Ia pun memincingkan matanya pada Faisal yang masih berdiam diri disana.



Benar juga...



Hari ini ada perkumpulan para pemegang saham yang seharusnya saat ini tengah dilaksanakan. Dan Faisal sebagai pewaris dikeluarganya pasti juga menghadiri acara itu. Ayahnya mungkin tidak sengaja mencuri dengar saat ia dan Faisal sempat berkirim kabar tadi.

Farhan menghela nafasnya saat ayahnya tinggal beberapa langkah lagi di depannya. Ia sudah tau apa yang akan terjadi selanjutnya. Lantas ia melepas genggamannyapada tangan Felicia dan melangkah satu langkah ke depan, lalu menutup kedua matanya.










Bugh!










Rehan jatuh tersungkur setelah pukulan ayahnya tepat mengenai sudut bibirnya. Diusapnya darah yang mengalir disana dengan punggung tangan. Ia menundukkan kepalanya masih enggan untuk bertatap muka dengan ayahnya.

Mereka yang sedari tadi hanya menyaksikan, terkejut kala Tuan Adijaya dengan tiba-tiba memukul putranya sendiri. Faisal melangkah mendekat, sedangkan Felicia mencoba membantu Farhan. Namun diurungkan setelah melihat tatapan mata Farhan seolah meminta mereka untuk tetap diam.

Tak berselang lama Tuan Adijaya menarik kerah kemeja Farhan yang sudah diganti setelah kemeja yang sebelumnya berlumuran darah Rehan.

"Sudah kubilang jauhi putraku! Kenapa kau masih saja tidak mendengarkannya ha...!" amuk Tuan Adijaya. Untung saja koridor dalam keadaan sepi, jika tidak mungkin mereka akan menjadi tontonan semua orang.

"Lihat, lihat apa yang terjadi...! Seharusnya kau tak usah kembali...! Semua ini pasti tidak akan terjadi...!" lanjutnya dengan raut tegas yang tidak menghilang sedikitpun.

"Ayah pikir aku yang menyebabkan semua ini?" tanya Farhan balik, saat ini ia berani menatap balik ayahnya. Dengan tatapan rasa sakit yang ditujukan pada ayahnya.

"Bagaimana Ayah bisa berpikiran begitu? Jika sebenarnya Ayah sendirilah yang pertama menghancurkan keluarga kita!" Nadanya meninggi di kalimat terakhir yang ia katakan.










Plak!










"Sudah berani kau membentak Ayahmu sendiri ha...!" sungut Tuan Adijaya, memberi tamparan pada pipi kanan Farhan. Membuat Farhan menyunggingkan senyum sinis.

"Bukankah begitu ajaran yang Ayah terapkan selama ini?" Ejek Farhan yang mana membuat Tuan Adijaya semakin bersungut. Beliau mencoba mendekati Farhan lagi sebelum Faisal mengahadangnya.

"Paman ini di rumah sakit, tidak seharusnya paman bertindak seperti ini. Bukan maksudku tidak sopan, tapi aku harap paman menghormati kebijakan rumah sakit. Dan juga, aku yakin Rehan tak akan senang melihat kalian bertengkar." Faisal menengahi, dam sepertinya mampu meredam emosi Tuan Adijaya. Ia mengusap kasar wajahnya, lalu mendudukkan dirinya di kursi tunggu.

[END] Butterfly : Hope For HappinessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang