Hidden

59 3 0
                                    

Terlalu banyak yang terjadi sampai aku lupa caranya bernafas

Mobil Tuan Adijaya memasuki pekarangan rumahnya. Dibukanya pintu mobil, lalu melangkah masuk dengan wajah tegasnya yang kali ini terlihat lebih sayu daripada biasanya. Di dalam ruang tamu sudah ada Daniel yang terlihat seperti tengah menunggu kedatangannya.

"Presdir," sapa Daniel. Tuan Adijaya menolehkan wajahnya yang menunjukan betapa sayunya sorot mata itu pada Daniel.

"Bagaimana pertemuannya tadi?"

"Semua berjalan dengan lancar Presdir," jawab Daniel. "Apa telah terjadi sesuatu? Anda pergi begitu saja di tengah acara tadi," tanya Daniel hati-hati.

"Rehan kecelakaan dan dia koma." Terlihat jelas raut frustasi tercetak diwajahnya.

Daniel terdiam, seketika ekspresinya berubah menjadi tidak terbaca. Namun segera ia menormalkan kembali raut wajahnya itu, saat mendengar Tuan Adijaya kembali berucap.

"Farhan yang akan menanganinya selama di rumah sakit." Daniel seketika menolehkan pandangannya pada pria berusia setengah abad itu.

"Anda menerimanya? Maaf sebelumnya jika lancang."

"Jika pun aku menolak, ia akan tetap melakukannya."

"Jadi apa yang harus saya lakukan, Presdir?"

"Tidak ada. Kau fokus saja pada pertemuan kita dengan klien lusa. Aku ingin beristirahat dulu." Tuan Adijaya melangkah memasuki ruang kerjanya.

Daniel menundukkan kepalanya ketika Tuan Adijaya melewatinya. Lalu raut wajahnya kembali menjadi datar, ia mengambil ponsel di saku jas kanannya. Daniel menekan tanda panggilan, setelah menemukan nama Farhan disana.

"Dimana kau sekarang?" tanyanya sambil melangkah keluar menuju mobilnya yang terparkir di halaman rumah Adijaya. Setelah mendengar jawaban dari Farhan, ia segera melesat menuju rumah sakit.

*****

"Siapa?" tanya Felicia.

"Daniel," balas Farhan. "Hah...aku lupa menghubunginya tadi."

"Mungkin dia mengetahuinya dari ayahmu."

"Dan itulah masalahnya, wajahku sudah sangat sakit. Aku belum mampu menerima pukulan lagi." Farhan meringis membayangkan kemungkinan yang akan dilakukan oleh sahabat pucatnya itu.

"Kau terlihat frustasi sekali. Daripada menyiapkan fisikmu, lebih baik siapkan mentalmu untuk mendengar kalimat sarkasnya."

Mereka saat ini berada di kantin rumah sakit, dimana Felicia tengah mengobati memar di wajah pacarnya ini akibat pukulan dari Tuan Adijaya. Ia memandang kosong semangkuk bakso dihadapanya.

"Tidak perlu dipikirkan, dia tidak akan sampai membunuhmu."

"Itu terdengar seperti peringatan."

"Lebih baik sekarang habiskan dulu makananmu, setelahnya baru kita kembali menemui Rehan."

Daniel memasuki lobi rumah sakit. Ia melangkahkan kakinya ke lift yang ada di lantai dasar tersebut. Menekan tombol 4 yang akan membawanya ke tempat Rehan di rawat saat ini.










Ting!










Pintu lift terbuka, Daniel melangkah keluar. Menyeret kakinya menuju ruangan Rehan. Langkahnya terhenti saat ia melihat Farhan yang sudah tersungkur dengan darah di sudut pipinya.

Daniel menyernyitkan wajahnya melihat pemandangan itu, ia memilih diam menunggu pemuda yang saat ini mendekati Farhan. Pemuda yang bernama Darell itu tampak menahan amarahnya.

[END] Butterfly : Hope For HappinessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang