Tucked Away

53 6 0
                                    

Kaca selalu menampakan bayangan yang berbeda dari wujud aslinya


Pagi ini Rehan terlihat lebih cerah, alasannya Farhan yang akan mengantarnya ke sekolah. Sebenarnya ini bukan kali pertama Farhan melakukanya. Karena sejak ayahnya pergi untuk mengurus bisnisnya di luar kota, ia lebih sering menginap di rumah Farhan.

"Rey apa kau sudah siap. Cepatlah keluar atau tidak ada sarapan sama sekali untukmu!" teriak Farhan dari dapur yang menggema di seluruh ruangan.

Rumah Farhan memang tak sebesar rumah ayahnya, namun ia merasa lebih nyaman berada disini.

"Aku sudah siap!" teriak Rehan tak kalah keras lalu berjalan keluar menuju ruang makan.

Melihat adiknya yang sudah rapih, Farhan segera menyajikan sarapan yang sudah ia masak tadi. Bukan makanan yang mewah atau mahal. Hanya nasi goreng dengan telur mata sapi.

Sebelumnya Farhan memang jarang sarapan di rumah. Ia lebih memilih makan diluar bersama Dokter Felicia, atau memakan bekal yang sengaja dibawa kekasihnya tersebut.

Rehan mengambil satu piring yang berisi nasi goreng penuh itu dan berniat memakannya. Sebelum tangan Farhan menghentikannya.

"Tck...kau ini."

"Kenapa?"

"Berdoalah dulu sebelum makan. Apa kau melupakan siapa yang sudah memberikan kita makanan?" terang Farhan.

Rehan cengengesan menanggapi, segera ia menyatukan tangannya sambil menggumamkan rasa syukur karena masih diberi makanan yang layak.

Aamiin...

Setelah mengatakan itu sarapan pagi dimulai. Dengan diselingi lelucon dari keduanya tentu saja.

*****

Farhan menghentikan mobilnya tepat di depan sekolah Rehan. Ia menolehkan kepala menghadap adiknya yang tengah sibuk memeriksa barang bawaannya. Setelah dirasa cukup ia pun menoleh kepada kakaknya.

Rehan mengulurkan tangan kanannya bermaksud meminta uang. Farhan menaikkan satu alisnya menatap tangan Rehan lalu kembali menatap wajahnya.

"Bukankah kakak sudah pernah memberikanmu uang?"





Haishhh...





"Sudah dan sudah pernah itu berbeda makna kak. Dan yang kakak bilang sudah pernah itu dua hari yang lalu." Ucapnya malas. Dengan perlahan Farhan mengeluarkan satu lembar uang lima puluh ribuan dan menyodorkannya pada Rehan.

"Hanya ini?" protes Rehan, padahal dia berharap mendapat lebih karna ia sudah berjanji pada teman-temannya untuk mentraktir mereka.

"Memangnya mau untuk apa? Itu sudah cukup untuk makan siangmu nanti."

"Dasar pelit! Jangan mengantar jemputku lagi kalau begitu." Rehan berniat membuka pintu mobil kakaknya, namun diurungkan setelah kakaknya kembali menyodorkan dua lembar uang seratus ribuan padanya. Matanya berbinar senang lalu menyerobot uang itu dari kakaknya.

"Dasar! Jika kau menghabiskan uangku hanya untuk biaya makan kedua teman tak tau dirimu itu, maka jangan harap kakak akan memberikannya lagi."

"Memang itu yang akan kulakukan.Aku menyayangimu kakak. Bye..." balasnya sebelum bergegas keluar.

"Yak! Rehan," teriakan seru Farhan. Rehan merespon dengan mengacungkan jempolnya tanpa menengok pada kakaknya yang tersenyum tak percaya.

"Apa dia baru saja merampokku?" gerutunya sebelum melajukan kembali mobilnya menuju rumah sakit.

[END] Butterfly : Hope For HappinessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang