Back

69 5 0
                                    

Lilin membutuhkan api untuk menyungut sumbunya agar terpijar



Bel tanda berakhirnya kegiatan pembelajaran telah berbunyi. Banyak murid yang berbondong-bondong mulai meninggalkan lingkungan sekolah. Menyisakan 3 orang yang tengah menunggu jemputan masing-masing.

"Kak Rehan yakin tidak ingin pulang bersama," tawar Devano.

"Tidak apa-apa ada supir yang akan menjemput," jawab Rehan. Hari ini ia tidak berangkat dengan mobilnya sendiri, lantaran mobilnya harus berada di bengkel untuk di servis rutin.

"Kau yakin?" Kali ini Darrel yang menanyakannya.

"Sudahlah sebaiknya kalian segera pulang." Rehan mendorong sepupu bongsor dan sahabat bantetnya ini.

"Baiklah kami duluan ya...jaga dirimu baik-baik," titah Darell yang mulai menjauh.

"Aku bukan bayi yang harus diawasi." Rehan mendengus kesal. Terkadang sahabatnya ini bisa menjadi manusia yang paling menyebalkan.

"Bye.....Kak Rehan!" Rehan balas melambaikan tangan pada mereka, sampai mereka sudah tak terlihat lagi di persimpangan depan.

Tidak membawa kendaraan sendiri memang sedikit merepotkan, namun tidak bagi Rehan. Sesekali ia membutuhkan waktu untuk membaur dengan lingkungan sekitar dalam kesunyiannya. Ini adalah kebiasaannya saat merasa kesepian.

Dirasa hanya tinggal dirinya seorang, Rehan lantas melangkahkan kakinya menuju halte terdekat. Alibi, ya lagi-lagi dia berbohong. Ia hanya tak ingin merepotkan orang lain lebih banyak lagi.

Menunggu kedatangan bus yang dirasa sudah sepuluh menit berlalu. Ekor matanya melirik pada mobil hitam yang dari tadi tak beranjak dari tempatnya. Ia menengok ke sekitar dan mendapati hanya dirinyalah yang ada disana.

Mencoba mengatasi kegelisahan yang tidak jelas, ia lebih memilih duduk sambil memasang earphone yang mengalunkan melodi favoritnya pada kedua telinganya.

Lima menit waktu berlalu namun tidak ada tanda-tanda kedatangan bus yang ia tunggu. Masih dengan kegelisahannya ia beranjak berdiri lalu berjalan menjauh tak berani menatap mobil hitam yang ia yakini tengah mengawasinya.

Setelah beberapa langkah ada seseorang yang mencekal tangannya. Rehan terdiam sampai ia mendengar suara yang sangat ia kenali tengah memanggilnya. Suara yang sangat ia rindukan selama ini.

Ia memberanikan diri membalik badannya menghadap sosok yang diyakini sebagai kakak yang sangat ia rindukan. Tak percaya? Tentu saja. Ini sudah lama sejak terakhir dirinya bertemu sang kakak.

Ia melihat Farhan yang menatapnya lembut, tatapan sarat akan kasih sayang. Yang tak pernah berubah sejak dulu. Tatapan yang mampu membuatnya merasa nyaman dan aman.

"Kak Farhan..." lirih Rehan yang dibalas senyuman teduh dari sang kakak.

Tak tahu harus berkata apa, Farhan lantas memeluk erat sang adik yang selalu berusaha ia jaga dari kerapuhan. Sosok mungil yang saat ini menjelma menjadi pemuda tampan nan gagah. Balasan dari Rehan semakin membuat Farhan mengeratkan pelukannya pada sang adik.

"Kakak..." Rehan terisak didekapan Farhan.

"Maaf..." Farhan berkata, dengan segera Rehan menggeleng. Tidak seharusnya kakaknya ini meminta maaf.

Farhan tahu Rehan sangat merindukannya karena itulah yang ia rasakan saat ini. Perasaan yang selalu ia tahan tiap kali merindukan adiknya.

Farhan mencoba menahan genangan air yang terkumpul di pelupuk matanya agar terlihat tegar dihadapan adiknya kali ini. Dilepasnya perlahan pelukan itu saat dirasa adiknya sudah mulai tenang.

"Hei, berhentilah menangis. Kau terlihat jelek tau..." Farhan menghapus jejak air mata di pipi Rehan.

Rehan menepis pelan tangan Farhan dari wajahnya. Sambil memberengut kesal dia tak henti-henti mengumpat kakaknya yang masih sempat menggodanya disaat seperti ini.

"Sudahlah...sekarang ayo ikut kakak. Akan kakak ceritakan semua yang ingin kau ketahui." Dilihatnya wajah sang adik yang masih terlihat kesal, lalu dengan pelan dia memegang tangan kanan sang adik. Menariknya menuju mobil hitam yang ada di seberang jalan.

"Jadi ini mobil kakak?" tanya Rehan saat Farhan tengah membukakan pintu untuknya. Yang dibalas anggukan dari Farhan. "Menyebalkan." Rehan kesal, namun tetap masuk kedalam mobil Farhan.

Setelah Farhan menduduki bangku kemudi, ia melirik adiknya tajam, masih mendengar umpatan kecil dari Rehan yang ditujukan padanya.

"Yak!!  Aku ini masih kakakmu jadi jangan mengumpatiku seperti itu," seru Farhan sambil memberikan jitakan kasih sayang pada adiknya tercinta.

"Kakak..." kesal Rehan sambil mengusap keningnya yang mungkin memerah karena ulah kakak bar-barnya ini.

"Apa?" balas Farhan.

Setelah pertengkaran kecil itu, Farhan kembali melajukan mobilnya. Membawa sang adik menuju tempat yang hanya ada mereka berdua. Farhan akan memanfaatkan kesempatan ini untuk menghabiskan waktu bersama adiknya. Memastikan bahwa adiknya akan bahagia saat bersama dengannya.

"Kakak tidak akan membiarkanmu menanggung beban ini terlalu jauh, karena kau juga membutuhkan kebahagiaan."



"Kita akan hidup bahagia setelah ini."

.

.

.

.

.

.

.


Perkenalan Tokoh

Park Jimin as Darell Wijaya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Park Jimin as Darell Wijaya


Jeon Jungkook as Devano Bramantyo

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jeon Jungkook as Devano Bramantyo




Gimana, udah bisa bayangin karakter selanjutnya...

Tunggu di next chapter lagi...

Warning!!!

Don't forget to give comment and press the star 👍










@putrimarcel77

[END] Butterfly : Hope For HappinessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang