SORRY

48 1 0
                                    

Tanpa maaf sekalipun kami akan selalu menunggu

Sudah dua minggu sejak Rehan kecelakaan, sejak itu juga Tuan Adijaya belum menampakan diri untuk menjenguk putranya. Ia lebih memilih menyibukkan diri dengan menjalankan tugasnya selaku Presdir di perusahaan yang sudah lama ia dirikan. Meski begitu bukan berarti ia melupakan tugasnya sebagai ayah, hanya saja ia terlalu takut menampakan diri dihadapan kedua putranya.

Selama dua minggu ini, ia banyak menghabiskan waktu untuk merenungkan tindakannya selama ini. Ia akui telah salah mengambil langkah, ia hanya butuh pelampiasan saat itu karena ditinggal sang istri untuk selamanya. Namun tindakannya malah melukai kedua putranya.

Dalam dua minggu juga Tuan Adijaya jarang pulang ke rumah, dan jika pulang pasti dalam keadaan mabuk. Membuat tugas Daniel selaku sekretaris bertambah dua kali lipat.


Tok! Tok! Tok!


Ketukan pintu mengalihkannya dari setumpuk berkas di atas meja kerjanya. Daniel masuk setelahnya membawa tumpukan kertas lainnya.

“Ini hasil laporan bulan lalu Presdir.”

“Letakkan saja disitu.” Daniel menurut dan meletakkan berkas tadi di atas meja Tuan Adijaya. “Apa ada lagi yang ingin kau sampaikan?”

“Tidak Presdir.” Daniel pamit undur diri, namun terhentikan oleh pertanyaan yang dilontarkan oleh Tuan Adijaya.

“Kau sudah mendapat kabar dari rumah sakit?”

“Belum Presdir, tapi jika Presdir menginginkan akan segera saya hubungi.”

“Tidak perlu. Kau boleh pergi sekarang,” titah Tuan Adijaya. Setelahnya Daniel membungkuk lalu beranjak keluar.

Setelah kepergian Daniel, Tuan Adijaya menghela nafas kasar. Ditutupnya laptop secara kasar, lalu mengusak rambutnya asal. Ia bisa menjadi stres jika terus begini.

Ia ingin melihat keadaan Rehan secara langsung, tapi ia malu untuk bertemu dengan putranya itu. Apalagi disana pasti ada Farhan yang merawat Rehan. Ia jadi bingung apa yang harus dikatakan pada putra sulungnya itu. Terakhir kali mereka bertemu keadaan menjadi tegang saat itu, ia hanya takut Farhan tidak akan memaafkan kesalahannya.

Berpikir sejenak tentang apa yang akan ia lakukan, lalu memantapkan diri untuk datang ke rumah sakit saat makan siang nanti. Ia ingin menjenguk Rehan, sekaligus berbicara dengan Farhan.

Tuan Adijaya mengambil ponsel yang tergeletak di atas meja. Mencari nama Daniel di jajaran kontaknya, lalu menekan tombol panggilan. Setelah tersambung Tuan Adijaya langsung saja ia katakan tujuannya.

“Batalkan semua pertemuan hari ini, dan siapkan mobil untukku.”

Setelah terputus, Tuan Adijaya segera beranjak melangkah keluar gedung. Disana Daniel sudah menunggunya bersama mobil seperti yang ia katakan lewat telepon tadi.

“Anda yakin akan pergi sendiri?”

“Tentu saja, kau tetaplah di kantor dan urus sisa laporan yang belum terselesaiakan.” Tuan Adijaya masuk ke dalam mobil dan melesat pergi.

Daniel memperhatikan arah mobil Tuan Adijaya pergi. Melihatnya ia sedikit menyunggingkan senyuman.

“Hah… sekarang saatnya memburu tikus-tikus penjilat,” ucap Daniel rendah takut akan ada yang orang lain mendengarnya.

*****


Farhan keluar dari ruangan adiknya, setelah melakukan jadwal rutin pengecekkan. Meski belum ada perkembangan yang signifikan, namun ia bersyukur karena adiknya masih mau bertahan.

[END] Butterfly : Hope For HappinessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang