Wake Up

48 2 0
                                    

Setelah ini kumohon bangunlah, jika kami memanggil namamu




Seutas benang yang sempat terputus kini terbenahi dengan ikatan baru. Menyambung dua sisi yang terpisah dan kembali menyatu, mencoba memperbaiki hubungan lama yang dulu memburuk. Seperti hubungan ayah dan anak ini yang kian membaik.

Tuan Adijaya sang ayah, kini rutin datang rumah sakit sekedar menjenguk Rehan, putra bungsunya yang dulu ia abaikan. Ia selalu bisa menyempatkan diri, mengesampingkan tugasnya sebagai Presdir. Sepertinya ucapannya beberapa waktu lalu memang bukan bualan semata.

Farhan bahkan pernah melihat Tuan Adijaya yang menangis saat menjenguk Rehan. Ia menangis sambil terus meminta maaf dengan menggumamkan nama adiknya itu. Membuat hatinya terenyuh melihat perubahan ayahnya. Ia bahagia sampai tanpa sadar ikut menitikkan air mata.

Sejak saat itu juga Farhan kembali ke rumahnya, rumah Adijaya. Tuan Adijaya sendiri yang memintanya. Farhan tidak menolak ia senang ayahnya menerimanya kembali, tapi ia tidak bisa terus-terusan pulang ke rumah. Jarak dari kediaman Adijaya ke rumah sakit lebih jauh, karena itu ia memilih menetap di apartemennya selama Rehan masih belum bangun dari komanya.

Tuan Adijaya memakluminya, ia malah bangga pada putra sulungnya ini karena benar-benar menjalani tugasnya sebagai dokter yang bertanggung jawab. Ia menyesal  terlambat menyadarinya, ia bahkan baru tau tentang hubungan anaknya itu dengan kekasihnya beberapa hari lalu.

Saat itu, Tuan Adijaya datang ke rumah sakit untuk menemui Farhan. Namun yang ia lihat Farhan yang tengah berbincang dengan seorang wanita. Awalnya terasa canggung, Farhan dan Felicia bingung ingin menjelaskan hubungan pada Tuan Adijaya. Hingga suara Tuan Adijaya memecah keheningan.

“Siapa dia?” tanya Tuan Adijaya selidik, ia hanya mencoba untuk menggoda anaknya itu saat melihat kegugupan yang teramat dari keduanya. “Kekasihmu?”  tanya Tuan Adijaya dengan mata semakin memincing.

“Iy…iya. Dia kekasihku, namanya Felicia.” Jawab Farhan terbata.

Mendapat reaksi putranya yang tergagap lantas membuatnya terbahak. Menciptakan raut bingung di wajah Farhan dan Felicia.

“Ayah tau, hanya penasaran dengan ekspresimu.”

“Ayah…!”

“Kenapa? Ayah juga baru mengetahuinya dari Daniel, dia temanmu kan?”

“Ayah tau darimana?”

“Hanya mencuri dengar. Dan ada banyak sekali pertanyaan yang Ayah persiapkan untukmu.”

“Tentang apa?” tanyanya, ia melupakan kehadiran sosok Felicia yang masih bingung dengan kondisi saat ini.

“Setidaknya biarkan kekasihmu itu untuk keluar dulu.” Lalu Farhan tersadar, ia menatap Felicia yang nampak bingung.

“Maafkan aku nak, aku pinjam Farhan dulu ya. Setelah ini akan kuminta Farhan untuk menemui orang tuamu.” Wajah Felicia seketika memerah, ia menunduk malu lalu pamit keluar.

“Dia sangat manis, seperti ibumu. Kau memang mempunyai selera yang bagus.”

“Ayah mengatakannya karena ingin menyombongkan diri kan?”

“Hehe… kau tau ibumu itu wanita yang sangat populer pada masanya, sulit untuk mendapatkannya.”

“Iya iya, aku tau.” Farhan hafal betul tabiat ayahnya. “Jadi, apa yang ingin Ayah ketahui?”

“Semuanya, dan Ayah ingin kau menceritakan sedetail mungkin.”

Farhan menghembuskan nafas kasar lalu mulai menceritakan rencana awal mula terbuatnya rencana ini. Rencana yang digunakan untuk menangkap para penjilat yang membuat omset perusahaan ayahnya mengalami penurunan selama beberapa tahun kebelakang.

[END] Butterfly : Hope For HappinessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang