2. Sisi Manusia

33 11 0
                                    

Ole mempersilakanku menempati satu-satunya kamar di rumah kost-nya. Seperti yang dilakukan Joe dan Ivan saat kami di basecamp -rumah Ivan. Bedanya, aku terbangun tengah malam dan mendengar suara gaduh dari luar. Aku ingin tidak peduli, dan memilih memperhatikan barang-barang di kamar Manusia muda seperti Ole.

Sebuah ranjang seukuran satu orang, lemari dua pintu, dan sebuah meja kecil di samping ranjang berisi barang-barang lebih kecil yang asing. Aku menghirup udara lamat-lamat, merasakan energi yang berbeda dibandingkan tempat kami. Di sini, tidak terdapat energi kuat yang berputar-putar di sekeliling. Hanya ada udara tenang, dan kesan damai yang sudah lama tidak kurasakan.

"Bantal ini boleh juga, jauh lebih baik dari milik ivan." Aku bergumam, dan membenarkan posisi kepalaku.

"KAMU LICIK LAGI 'KAN?" Tidak salah lagi, suara meledak-ledak seperti itu, pasti -Joe. Anak itu, sama sekali tidak punya sopan. Sekarang sudah malam, dan dia sedang menumpang di rumah orang yang baru saja dikenal. Aku ingin memarahinya.

Malas, aku beranjak dari tempat tidur, - dengan baju yang dipinjamkan Ole- aku melangkah dan membuka celah kecil di pintu. Ole sempat menanyakan pakaian kami, katanya itu nampak aneh, dan seperti dalam film. Kami hanya meng-iyakan apapun dugaan darinya.

"Memang begitu peraturannya," jelas Ole saat Joe menghindar dari kepalan tangan Ole. Aku yakin anak itu hanya pura-pura takut. Karena, bukannya Joe yang bakal kesakitan, tapi justru Ole sendiri. Kulit dan badan Joe sekeras besi berkat ototnya itu.

"Baiklah! Pukul aku!" Joe menyerah setelah berkali-kali menghindari Ole, sampai Ole nampak terengah. Sebenarnya, apa yang mereka ributkan? Mataku menelusuri ruangan hingga menemukan sebuah kartu bertumpuk, beberapa terbuka, beberapa menutup, beberapa berserakan, dan di ujung serakan kartu itu aku menemukan Ivan terduduk dengan lutut tertekuk di pojok ruangan. Aku terkikik, mungkin dia mendengarku dan menoleh. Aku tersenyum, dia pasti sangat kesal karena kebisingan itu membuatnya tidak bisa tidur. Dari awal, Ivan memang yang paling rewel jika soal tidur diantara kami bertiga. Hari itu, aku dan Joe sudah memutuskan untuk tidur di bawah pohon saking lelahnya, dan berada jauh pemukiman. Tapi, Ivan tidak mau tidur dan memilih terjaga sepanjang malam.

~

Esoknya, Ole memberi kami roti. Dan, kami berpisah di depan kost-an.

"Anak Anjing! Siapa mereka?" Langkahku terhenti saat mendengar pertanyaan itu. Terlebih, dia memanggil Ole -Anjing. Dan Ole sama sekali tidak nampak terganggu akan panggilan itu.

"Temanku," jawab Ole enteng. Sejujurnya, aku agak heran dengan reaksi Ole yang seolah sudah biasa saja pada kami yang sejujurnya, terkesan mencurigakan.

"Sejak kapan mereka datang, aku kok tidak tahu?" Pria itu punya wajah setua ayah, tapi umurnya pasti lebih muda dariku. Seketika aku terkesiap, umur, umur, sudah berapa lama kami di sisi manusia? Kuhela napas panjang. Di sisi Elf, ini sudah satu minggu. Aku menatap Joe dan Ivan bergantian, mereka segera memahami maksudku, dan Ivan segera berjalan di depan.

"Apa lagi petunjuk darinya?" Joe bertanya dengan gagah, saat serius dia memang sangat mengesankan. Hanya saja, pakaian Ole yang melekat di badannya itu tidak sesuai dengan kesan yang baru muncul di benakku. Joe memakai kaos dan celana gombrong yang tidak pernah dipakai Ole, karena kebesaran. Kalau Ivan sih tidak masalah, badannya hanya sedikit lebih besar dari Ole. Sedang, aku sendiri justru nyaman dengan baju Ole yang kebesaran di badanku.

"Pasar." Jawabku, menahan untuk tidak mengeluarkan isi pikiranku yang lain.

Seperti biasa, aku dan Joe mengekor Ivan. Dia selalu menjadi petunjuk jalan kami. Dengan maia tanah, dan parta tingkat ketiga, dia bisa merasakan keberadaan orang lewat apa yang bisa tanah tunjukkan padanya. Lewat signal yang hanya bisa diketahui olehnya. Aku pernah bertanya pada Ivan, seperti apa bentuk dari detektornya itu? Dan dia menjawab, bahwa itu seperti warna-warna yang berbeda dengan jalan masing-masing. Atau, saat ada seseorang yang datang, tanah juga bisa memberikan signal untuknya. Dia bisa tahu, arah mana pemukiman, mana keramaian, mana belantara, bahkan dari jarak berpuluh kilometer sebelumnya.

Wind PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang